Mongabay.co.id

Unik, Gurita akan Mati Setelah Kawin dengan Pasangannya

Dedy, seorang nelayan tradisional penangkap gurita di perairan Pulau Siau, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Sulut. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

 

Gurita di Indonesia memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi karena merupakan komoditas ekspor. Perikanan gurita hampir di seluruh tempat didominasi oleh nelayan skala kecil dan nelayan tradisional. Salah satu jenis yang banyak ditangkap untuk dijual dan juga konsumsi adalah jenis Octopus cyanea.

Gurita sendiri merupakan spesies yang unik dari sisi taksonomi dan morfologi. Sebagaimana diketahui, gurita termasuk dalam jenis moluska, sama seperti kelompok siput, kerang, dan cumi-cumi. Namun yang membedakan gurita dengan lainnya, ia masuk dalam kelas Chepalopoda, yakni hewan yang memiliki kaki di kepala.

Baca: Jerit Hati Nelayan Gurita di Banggai, Tidak Punya Penghasilan Akibat Pandemi Corona

 

Nelayan tradisional ini menangkap gurita di perairan Pulau Siau, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Sulawesi Utara. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Gurita juga merupakan anggota dari ordo Octopoda. Dalam bahasa Yunani; octo berarti delapan dan pous berarti kaki, karena gurita memiliki delapan lengan yang melekat di kepala.

Selain itu, gurita memiliki jaringan tubuh yang hampir seluruhnya hanya merupakan jaringan lunak dan otot. Kondisi ini memungkinkan gurita memanjangkan atau memipihkan tubuhnya ketika masuk dan bersembunyi di lubang karang yang sempit.

Jaringan otot lunak ini disebut dengan muscular hydrostat. Bagi manusia, jaringan otot ini contohnya adalah lidah.

Baca: Hari Gurita Internasional, Saatnya Nasib Nelayan Gurita di Indonesia Diperhatikan

 

Seekor gurita bersembunyi di terumbu karang di perairan Pulau Siau, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Sulut. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Dalam Jurnal Oseana, Volume XXII, 1997, yang ditulis Agus Budiyanto dan Herri Sugiarto, disebut bahwa keistimewaan utama gurita adalah dapat mengubah warna tubuhnya dengan cepat, bila ada musuh menyerang. Kulit gurita memiliki banyak khromatofor yang mengandung zat warna atau pigmen. Warna pigmen itu antara lain hitam, coklat, kuning, dan sebagainya.

Di bawah pengaruh syaraf dan hormonnya, dinding otot mampu merenggang atau berkontraksi untuk menyebarkan pigmen. Kelenjar tinta berada di dalam perutnya dan menjadi salah satu alat untuk mempertahankan diri. Kelenjar ini dapat terbuka melalui bagian atap kepala.

Baca: Berburu Gurita di Laut Banggai [Bagian 1]

 

Seekor gurita di perairan Pulau Siau, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Sulut. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Untuk mengetahui gurita betina dan jantan, dapat dilakukan dengan cara melihat lengannya atau tentakel. Pada gurita jantan, di lengan ketiga ditemukan adanya hektokotil, fungsinya sebagai alat memindahkan sperma ke rongga selubung gurita betina.

Alat reproduksi pada gurita betina relatif sederhana. Alat ini terdiri atas ovarium yang terletak di rongga tubuh bagian belakang. Dari ovarium muncul saluran telur atau oviduk yang mempunyai kelenjar menghasilkan albumen, untuk melapisi telur-telurnya.

Ketika melakukan kopulasi atau perkawinan, hektokotil yang berisi sperma disusupkan ke dalam rongga mantel betina. Di dalam rongga ini sperma akan membuahi telur-telur tersebut. Aktivitas seksual dari bangsa Octopoda kadang-kadang didahului oleh penampilan birahi dari sang jantan.

Baca juga: Tidak Sembarang, Berburu Gurita Ada Aturannya [Bagian 2]

 

Dawir Muding mencari gurita di wilayah tangkap di Desa Uwedikan, Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Pada hampir semua jenis bangsa Octopoda, sperma disalurkan dari jantan ke dalam rongga selubung betina dengan menggunakan hektokotil.

“Umumnya setelah 6 minggu atau lebih, telur-telur hasil kopulasi tersebut akan menetas. Sebelum menetas telur-telur ini dierami, dan selama masa pengeraman sang induk akan mengalirkan air ke tumpukan telur-telurnya atau membersihkannya dengan ujung-ujung lengan.

Selama melakukan tugas pengeraman, gurita betina berpuasa penuh. Diduga tidak lama setelah telur-telur yang dieraminya menetas, induk gurita akan mati,” ungkap Agus dan Herri dalam jurnal Oseana.

 

Pengecekan jenis kelamin gurita yang dilakukan oleh anggota Japesda Gorontalo. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Penelitian berjudul “Biologi Reproduksi Gurita, Octopus cyanea Gray, 1948 di perairan Selat Makassar dan Teluk Bone” yang dilakukan Andy Omar, dkk, [2020], menjelaskan bahwa Cephalopoda bersifat gonokoristik, jenis kelamin terpisah, tidak ada yang hermafrodit atau sex reversal.

Mereka memiliki sexual dimorphism. Gurita jantan memiliki lengan hektokotil yang akan mentransfer spermatofora berisi spermatozoa ke tubuh gurita betina. Ukuran tubuh gurita jantan pada beberapa spesies lebih besar ketimbang gurita betina. Tetapi, pada beberapa spesies lain ditemukan gurita betina berukuran lebih besar dari gurita jantan.

 

Gurita kelapa di perairan Manado, Sulawesi Utara. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Laporan itu menjelaskan bahwa secara umum, Cephalopoda diketahui sebagai hewan yang sangat cepat bertumbuh, melakukan reproduksi sekali, kemudian mati. Gurita jantan mati setelah kawin. Sementara, gurita betina mati beberapa saat setelah telur menetas, dan dapat kehilangan sebanyak 30 – 60 persen bobot badan awalnya selama bertelur.

Para peneliti mengatakan, gurita pada umumnya hanya hidup singkat antara 15 sampai 18 bulan. Sebab, gurita merupakan semelparous, yaitu hewan yang hanya melakukan reproduksi satu kali sepanjang hidupnya, setelah itu menjemput kematiannya sendiri.

 

 

Exit mobile version