Mongabay.co.id

Peran Nyata Pokmaswas di Flotim Menyelamatkan Ekosistem Laut 

 

Hari itu, Kamis (14/1/2021) di grup percakapan Pokmaswas Flotim sebuah pesan masuk dari Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) di Desa Sagu, Kecamatan Adonara, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur (Flotim), NTT.

Seekor Penyu Hijau (Chelonia mydas) ditemukan nelayan dalam kondisi sakit. Penyu tersebut pun akhirnya mati dan anggota Pokmaswas meminta saran terkait hal ini.

Staf Misool Baseftin Flores Timur pun menyarankan agar penyu tersebut tetap diletakkan di dalam wadah berisi air laut. Keesokan harinya, Jumat (15/1/2021) penyu tersebut pun dikuburkan.

Hampir setiap hari berbagai Pokmaswas melaporkan keadaan wilayah lautnya termasuk hewan laut yang dilindungi terkena jaring nelayan. Berdasarkan informasi tersebut, tim terpadu penyelamatan laut Flotim pun mengambil langkah dan turun ke lokasi.

baca : Nelayan Flores Timur Mulai Enggan Tangkap Satwa Laut Dilindungi, Kenapa?

 

Penyu yang terkena jaring nelayan di Desa Sagu, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT, dilepaskan kembali ke laut oleh nelayan tersebut.Foto : Misool Baseftin

 

Kenapa peran Pokmaswas begitu aktif dalam menyelamatkan ekosistem laut?

Boleh dikata, Flotim merupakan satu-satunya kabupaten dari 21 kabupaten dan kota di Provinsi NTT yang memiliki Pokmaswas aktif.

Pokmaswas merupakan program dari Dinas Perikanan Kabupaten  Flores Timur yang terbentuk sejak tahun 2013 dengan SK pembentukan dari kecamatan.

Tujuannya agar anggota Pokmaswas, bisa memberikan informasi  aktifitas ilegal fishing yang dilakukan oleh masyarakat  nelayan seperti, pengeboman ikan dan penggunaan bahan kimia berbahaya lainnya dalam menangkap ikan.

Juga informasi soal penebangan mangrove, pengrusakan  karang penangkapan hewan-hewan laut yang sudah dilindungi dan aktifitas ilegal lainnya di laut yang melanggar ketentuan  undang-undang .

“Namun dalam kurun waktu sejak pembentukan  sampai dengan  tahun 2016 tidak banyak Pokmaswas yang aktif,” kata Maria Yosefa Ojan, Kepala Perwakilan Misool Baseftin Flores Timur saat ditanyai Mongabay Indonesia, Sabtu (16/1/2021).

Evi sapaannya mengaku, kondisi ini membuat Misool Baseftin pun berpikir untuk melakukan pembenahan. Hal ini mengingat peran Pokmaswas penting sebab mereka selalu berada di lapangan dan mengetahui kondisi perairan di wilayahnya.

baca juga : Ini Cerita Sukses Konservasi Pari Manta di Flores Timur

 

Pelepasan tukik penyu hijau oleh masyarakat Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Membantu Pengawasan

Pada pertengahan tahun 2016, Yayasan Misool Baseftin berkoordinasi dengan  Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur untuk mengaktifkan kembali  anggota Pokmaswas.

Belajar  dari pengalaman Pokmaswas kecamatan maka dibentuklah kembali Pokmaswas tingkat desa dengan SK Kepala Desa di 22 desa.

Kepala Bidang Perijinan Usaha dan Sumber Daya Perikanan, Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur, Apolinardus Y.Lia Demoor kepada Mongabay Indonesia, Senin (11/1/2021) mengakui peran Pokmaswas sangat positif.

Dus sapaannya mengatakan Pokmaswas membantu pelaksanaan pengawasan di tingkat lapangan. Menurutnya Pokmaswas membuat terjalin kerjasama pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dari tindakan ilegal fishing dan destructif fishing antara aparat penegak hukum dan masyarakat.

“Pokmaswas melaporkan atau memberi informasi akurat terhadap adanya dugaan pelanggaran dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan kepada pengawas perikanan atau aparat penegak hukum terdekat,” ungkapnya.

Dus menambahkan Pokmaswas selalu memberikan informasi melalui media elektronik ataupun  telepon seluler  tentang keadaan laut, biota-biota yang dilindungi atau kegiatan perikanan di lingkungan perairan yang ada di daerahnya.

perlu dibaca : Pelaku Pengeboman Ikan di Flotim Divonis Ringan. Apakah Pelaku Jera?

 

Anggota Pokmaswas Pedan Wutun bersama nelayan di Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flotres Timur sedang menyaksikan seekor penyu belimbing (Dermochelys coriacea) yang terjerat di pukat dan berhasil dilepaskan. Foto : Pokmaswas Pedan Wutun

 

Evi menambahkan, Pokmaswas bisa mengakomodir nelayan-nelayan yang ada di wilayahnya untuk memberikan informasi terkait dengan kemunculan megafauna laut  baik  yang  masih hidup maupun yang mati dan terdampar seperti paus, pari manta, hiu, penyu dan lumba-lumba.

“Anggota Pokmaswas juga membantu Misool dalam mengindentifikasi potensi wisata yang yang ada di daerah mereka untuk program  pengembangan  wisata. Tentunya disesuikan dengan  sumber daya lainnya,” ucapnya.

Evi menyebutkan ada tiga Pokmaswas yang sudah mengembangkan wisata pantai  dan edukasi penangkaran penyu yakni di Desa Sulengwaseng, Desa Birawan  dan Kelurahan Ritaebang.

“Jumlah Pokmaswas yang aktif memberikan laporan per tahun 2020 sebanyak 13 desa,” terangnya.

 

Dana Swadaya

Tahun 2016 jumlah Pokmaswas di Flotim mencapai 22 desa dan bertambah menjadi 25 desa tahun 2018. Tahun 2019, jumlahnya mencapai 50 desa. Kabupaten Flotim terdiri atas 229 desa dan 21 kelurahan yang tersebar di 19 kecamatan.

Dana menjadi salah satu kendala dalam operasional Pokmaswas. Misool membekali Pokmaswas dengan sebuah telepon genggam untuk mempermudah proses pelaporan.

perlu dibaca : Kesetiaan Pedan Wutun Mengkonservasi Penyu

 

Jaring nelayan di Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT yang rusak akibat tersangkut penyu belimbing di perairan Pulau Solor. Foto : Pokmaswas Pedan Wutun

 

Ketua Pokmaswas Pedan Wutun, Kelurahan Ritaebang, Kristoforus Kelan Werang mengakui kegiatan konservasi penyu di wilayahnya sejak tahun 2016 dilakukan secara swadaya.

Selain melakukan pengawasan laut dan memberikan pelaporan, aktifitas penangkaran penyu dilakukan dengan dana pribadi. Diakuinya,ada bantuan dana dari BPSPL Denpasar dan Misool Baseftin guna membangun pondok informasi.

“Kami juga mendapatkan dana Rp5 juta dari Gubernur NTT serta peralatan life jacket dan sebuah telepon genggam android. Misool yang selama ini selalu mendampingi dan memberikan bantuan dana untuk operasional,” ungkapnya.

Pokmaswas Pedan Wutun merupakan Pokmaswas perikanan dan kelautan terbaik Provinsi NTT tahun 2019. Untuk biaya operasional penetasan telur penyu dan pelapasan tukik, dana diperoleh dari swadaya anggotanya yang memiliki pekerjaan beragam termasuk nelayan.

“Kita berharap ada bantuan dana operasional dari pemerintah. Bisa juga bantuan modal usaha atau peralatan yang menunjang pekerjaan anggota Pokmaswas sehingga pendapatan mereka bisa membiayai aktifitas Pokmaswas,” harapnya.

 

Kristo Kelan Werang (kiri) ketua Pokmaswas Pedang Wutun memperlihatkan tukik yang baru menetas dan ditaruh di dalam keramba apung di pesisir pantai desa Ritaebang, Solor Barat, Flores Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Evi katakan, Misool memikirkan keberlanjutan Pokmaswas yang aktif yang ada manfaatnya dari konservasi, terutama penyu. Misool mendorong agar ada bantuan dari pemerintah. Pihaknya juga berharap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT juga bisa membantu operasional Pokmaswas.

“Misool tidak mempunyai dana lagi untuk bantuan bagi Pokmaswas. Kalau pendampingan Misool bisa melakukannya dan kita masih lakukan pendampingan di Pokmaswas Sulawaseng, Birawan, Nobo dan Ritaebang,” paparnya.

Kondisi ini pun diakui Dus. Ia katakan, Dinas Perikanan Flotim tidak ada alokasi dana tersebut sebab kewenangan tersebut berada di DKP provinsi. Pihaknya mendorong agar desa bisa menganggarkannya seperti Desa Birawan.

“Bekerjalah  dengan  tulus dan jangan selalu karena motivasinya ingin mendapatkan uang. Yakinlah dengan kita berbuat  baik, ini akan memudahkan rejeki yang kita peroleh,” pesannya.

 

Mempertahankan Keberlanjutan

Adanya pembentukan Pokmaswas di desa-desa pesisir  sedikit demi sedikit telah memberikan suatu pembelajaran yang berharga bagi masyarakat nelayan setempat tentang potensi laut dan bagaimana menjaga  dan melestarikannya.

Dus memberi contoh nyata peran Pokmaswas yang telah mampu mendirikan penangkaran penyu secara swadaya di Kelurahan Ritaebaang dan Desa Sulengwaseng serta transpalasi terumbu karang di Desa Biwaran.

“Kesadaran masyarakat nelayan yang bersedia dan rela melepasliarkan biota laut yang dilindungi apabila terjaring pukat dan melaporkan kepada tim penyelamat laut meningkat,” pujinya.

Dus menambahkan, ada peningkatan pemahaman dan peran masyarakat dalam membantu tim penyelamat laut dalam mengawasi keberlajutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara arif dan bijaksana.

 

Anggota Pokmaswas Pedan Wutun bersama staf Misool Baseftin di pondok edukasi di Pantai Ritaebang yang dibangun dari bantuan BPSPL Denpasar. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Evi tegaskan, Misool mempromosikan Pokmaswas yang sudah ada dan berprestasi ke badan dan lembaga lain seperi BPSPL Denpasar dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dikatakannya, ada Pokmaswas yang selalu memberikan laporan meskipun tidak mendapatkan dana. Ia mengakui, Misool sangat membutuhkan Pokmaswas untuk kepentingan penelitian.

“Staf kami terbatas sehingga belum bisa memonitor di Pokmaswas lain kira-kira masalahnya apa tidak aktif memberikan laporan. Bisa saja mereka tidak mempunyai telepon genggam android,” ucapnya.

Evi memaparkan, tahun 2021 saat melakukan monitoring di Pokmaswas pihaknya  mengajak KCD DKP Provinsi NTT agar bisa ikut serta guna melihat langsung dan bisa memberikan bantuan.

Diakuinya, Misool sendiri untuk dana khusus Pokmaswas memang tidak ada tetapi bisa diambil dari dana pemberdayaan masyarakat guna membiayai perjalanan mengontrol aktifitas Pokmaswas.

Dipaparkannya, Pokmaswas Kolaka dan Karawutung di Kecamatan Tanjung Bunga, Nobo dan Nurabelen di Kecamatan Ilebura fokus pada restorasi mangrove.

Sementara Pokmaswas di Desa Sulewaseng Kecamatan Solor Selatan dan Kelurahan Ritaebang Kecamatan Solor Barat fokus konservasi penyu. Sedangkan Desa Birawan Kecamatan Ilebura  fokus melakukan restorasi karang.

“Semoga ada bantuan dari pemerintah dan lembaga lainnya yang peduli sehingga Pokmaswas yang ada bisa berkembang,” pungkas Evi.

 

Exit mobile version