Pari manta merupakan spesies pari terbesar di dunia, dengan bentangan sayap mencapai 8 meter. Spesies karismatik dan aset keanekaragaman laut Indonesia ini dikenal cerdas, dapat berinteraksi dengan manusia dalam setiap pertemuannya. Menjadikannya sebagai obyek wisatawan untuk sekedar berenang, berinteraksi dan mengagumi pesonanya.
“Nilai ekonomi dari pariwisata pari manta secara global ditaksir Rp1,7 triliun per tahunnya. Dengan satu ekor manta hidup dalam kegiatan wisata diperkirakan mencapai nilai Rp12 miliar selama hidupnya,” sebut Iqbal Herwata, Research Field Manager Yayasan Misool Baseftin Program Laut Sawu, akhir Noveber lalu.
Namun, pari manta terancam populasi karena penangkapan dan perdagangan, serta tingkat reproduksi yang lambat. Untuk matang seksual, pari manta betina memerlukan 8-10 tahun, dan perlu 2-5 tahun untuk menghasilkan seekor keturunan.
“Nilai ekonomi pari manta global dari pemanfaatan plat insangnya diperkirakan Rp60 miliar per tahunnya, dimana satu ekor pari manta utuh hanya mencapai Rp5-6 juta,” ungkapnya.
Sehingga menurut Iqbal, penangkapan dan perdagangan pari manta bukanlah pilihan tepat, dibandingkan beberapa wilayah lain yang memanfaatkannya untuk pariwisata yang jauh lebih menguntungkan dan tentunya berkelanjutan.
baca : Indonesia Bongkar Sindikat Perdagangan Pari Manta
Ancaman Populasi
Flores Timur, NTT, merupakan wilayah populasi pari manta oseanik (Mobula birostris) terbesar di Indonesia. Hal itu berdasar data Yayasan Misool Baseftin Program Laut Sawu, pada 2014-2018 ada lebih dari 500 ekor pari manta yang ditangkap. Sedangkan kurun 2002-2006 rerata tangkapan sebanyak 605 ekor dan kurun 2013-2014 sebanyak 149 ekor. Sehingga terjadi penurunan populasi sebanyak 75 persen.
Populasi pari manta di Flores Timur terancam oleh penangkapan dengan penombakan dan tangkapan sampingan (bycatch) lewat jaring insang. “Penangkapan pari manta melalui penombakan diketahui meningkat pada akhir tahun 1990-an, yang disebabkan adanya permintaan tinggi untuk ekspor ke Cina,” jelas Iqbal.
Pemerintah perlu menerbitkan aturan perlindungan penuh serta pengawasan dan penegakan hukum, sehingga penangkapan pari manta turun. “Sampai 2018, setidaknya terjadi penurunan 93 persen pendaratan pari manta karena penombakan,” bebernya.
Tetapi ditemukan pola baru yaitu bycatch pari manta pada malam hari dengan hasil tangkapan yang lebih banyak.
baca juga : Digagalkan Penyelundupan Insang Pari Manta di Flores Timur
Mitigasi Penangkapan
Sampai sekarang ternyata belum diketahui jumlah populasi pari manta oseanik di Flores Timur. Juga belum diketahui pari manta oseanik merupakan populasi lokal atau datang dari berbagai wilayah di Indonesia.
Yayasan Misool Baseftin bersama dengan Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor sedang meneliti mitigasi dari pola penangkapan bycatch pari manta. Tujuannya untuk menemukan metode menghindarkan tertangkapnya pari manta, sehingga didapat strategi pengelolaan berkelanjutan menjaga populasi satwa itu.
Sedangkan Apolinardus Yosef Lia Demoor dari Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur mengatakan pihaknya beberapa kali melakukaan operasi pengawasan nelayan penangkap pari manta, akan tetapi informasi bocor, sehingga gagal.
Pendekatan lainnya, Dinas Perikanan bakal mengganti jaring insang nelayan yang rusak menangkap penyu, hiu paus atau pari manta. Pemerintah juga memberikan bantuan kapal nelayan bagi kelompok di Lamakera yang sudah sadar dan tidak menangkap pari manta lagi. Bantuan berupa Lampara 9 GT, perahu kecil, pukat serta keranjang.
“Namun aktifitas menangkap pari manta masih tetap ada dan hanya dilakukan beberapa nelayan saja.Memang perlu waktu untuk mengatasinya,” ungkap Apolinardus.
baca juga : OTT di Lamongan, Aparat Temukan Lebih Dari 2 Ton Bagian Tubuh Pari Manta
Penangkapan pari manta oleh nelayan desa Watobuku dan Woton Wutun, Lamakera masih terus terjadi karena harga jual yang tinggi. Sehingga nelayan tak takut ditangkap meski sudah beberapa nelayan mendekam di penjara akibat menjual insang Pari Manta.
“Ada penampungnya juga, Satu kilogram insang pari manta dijual nelayan di Maumere seharga Rp2,5 juta. Ini jumlah yang besar untuk nelayan kecil di Flotim,” tutur Apolinardus.
Abdul Mutalib mantan nelayan asal Lamakera yang melaut sejak kecil berceritera masyarakat dulunya tidak tahu penangkapan pari termasuk pari manta dilarang. Setelah ada sosialisasi dari Yayasan Misool Baseftin dan Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur, masyarakat memahami jenis-jenis ikan mana saja yang dilarang ditangkap.
“Masyarakat tidak suka ada larangan menangkap pari manta sebab harga jualnya mahal. Dalam sebulan saat masih melaut kami bisa dapat 2-3 ekor ikan pari manta.Tapi kalau pari Mobula sering dapat,” sebutnya.
Bendahara koperasi Kera Murin (Anak Muda) itu menceritakan dulu pari manta dijual Rp100 ribu per ekor tapi sekarang bisa Rp500 ribu seekornya.
“Sekarang banyak nelayan yang sudah sadar berkat sosialisasi dan gencarnya penangkapan oleh petugas kepolisian. Tapi masih ada juga yang menangkap pari termasuk pari manta,” jelasnya.
menarik dibaca : Hiu Paus dan Pari Manta Terjaring Pukat di Solor. Bagaimana Nasibnya?
Mitigasi Sosial Ekonomi
Perlindungan penuh pari manta bakal berdampak pada sosial ekonomi masyarakat Lamakera yang sangat lekat dan mengakar budaya dalam menangkap pari manta. Yayasan Misool Baseftin bekerja untuk membantu masyarakat dalam proses transisi menuju mata pencaharian yang berkelanjutan.
“Mitigasi sosial ekonomi dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat Lamakera melalui kegiatan koperasi dengan unit bisnis simpan pinjam, pengadaan es untuk nelayan dan papalele, budidaya rumput laut, mini market dan usaha perikanan kapal lampara,” papar Evi Ojan,kepala kantor Misool Baseftin Flores Timur.
Kegiatan usaha koperasi cukup menarik perhatian dan mampu membantu transisi masyarakat dalam aspek ekonomi, seperti para mantan pemburu pari manta dalam mencari alternatif pekerjaan.
Hingga saat ini, sebut Evi, sudah terdapat 105 anggota masyarakat Lamakera yang bergabung Koperasi Nelayan Kera Murin, yang 32 orang diantaranya adalah mantan pemburu pari manta.
Sedangkan Suko Wardono, Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar yang wilayah kerjanya termasuk NTT kepada Mongabay Indonesia menjelaskan pihaknya juga melakukan sosialisasi konservasi jenis satwa laut yang dilindungi kepada masyarakat dan bimbingan teknis penanganan satwa laut dilindungi yang tertangkap nelayan. Juga dibentuk kelompok pelestari sumberdaya ikan.
“BPSPL juga bersama pemerintah kabupaten Flores Timur memberikan penghargaan kepada masyarakat yang telah berperan dalam pelestarian sumberdaya ikan termasuk pelestarian biota laut yang dilindungi,” sebut Suko.
BPSPL juga membantu usaha pengolahan ikan asin alternatif masyarakat nelayan. “Masih banyak sumberdaya ikan yang lain, jadi ikan-ikan yang sudah langka dan dilindungi jangan dimanfaatkan,” pesannya.
baca : Dilindungi Penuh, Nasib Pari Manta Semakin Terancam
Peran Pokmaswas
Yayasan Misool Baseftin juga mengaktifkan kembali pokwasmas (kelompok pengawas masyarakat) yang sebelumnya dibentuk Dinas Perikanan kabupaten dan provinsi.
Pengaktifan diawali dengan workshop dan pemberian fasilitas ponsel untuk pelaporan. pokmaswas bila ada informasi pengeboman ikan dan penangkapan satwa laut dilindungi seperti hiu paus, penyu, lumba-lumba, dan pari manta.
“Pokmaswas sangat berguna sebab memberikan informasi aktifitas penangkapan ikan secara ilegal dan menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom,” sebut Evi. Peran Pokmaswas terbukti menurunkan illegal fishing termasuk penangkapan pari manta.