Mongabay.co.id

Nelayan Masih Nekat Melaut Meski Kondisi Cuaca Buruk

 

Puluhan perahu berukuran 5 Gross Tonnage berjejer di Sungai Meskom, Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Perahu dengan bendera bermacam warna itu satu sama lain saling berhimpitan, sehingga bagi nelayan yang perahunya berada ditengah terlihat kesulitan mengeluarkannya.

Anggara salah satunya, dia tampak sibuk memindahkan perahunya dari tengah ke pinggir agar bisa mendapat ruang untuk berlayar ke laut. Meski kondisi cuaca buruk di siang itu, pria 30 tahun ini tetap nekat akan pergi mencari ikan di perairan Selat Malaka.

Sambil menunggu angin agak reda, sementara perahu tersebut diikat ditepi. Dia kemudian berpamitan untuk mengambil perbekalan yang akan digunakan melaut. Tidak lama, ia pun datang kembali dengan membawa logistik. Kali ini dia bersama dua kerabatnya.

“Meski kondisi cuaca tidak bersahabat seperti sekarang ini kami tetap bertekad mencari ikan di laut, kalau tidak begitu mau makan apa nanti. Karena hanya ini pekerjaan kami,” tegas Anggara, sambil menyiapkan logistik di dalam perahu saat ditemui Senin, (01/02/2021).

baca : Akibat Cuaca Buruk, Nelayan Berhenti Melaut

 

Seorang nelayan membawa mesin perahu yang akan digunakan untuk melaut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, dalam dua bulan ini cuaca memang kurang bersahabat untuk para nelayan. Angin kencang menyebabkan gelombang tinggi membuat mereka kesulitan mencari ikan.

Sampai sekarang nelayan masih sedikit mendapatkan tangkapan. Padahal biasanya, disaat cuaca normal dalam sekali melaut dia bisa mendapatkan hasil tangkapan 170 kilogram.

 

Nelayan Rugi

Samsudin, (56), nelayan lain juga merasakan hal sama. Meski dalam kondisi cuaca membahayakan dengan gelombang tinggi disertai angin dia dan temannya tetap harus berangkat melaut, ia bilang hal itu sudah biasa dilakukan.

Menurut dia, sekarang ini sulit menangkap ikan karena cuaca kurang bersahabat. Paling hanya dapat 5-10 kilogram, terkadang pulang dengan tangan kosong. Berbeda halnya saat cuaca bagus, pernah juga pulang membawa ratusan kilogram ikan.

“Sekarang ini tangkapan berkurang, tapi rezeki itu Allah yang atur. Kita tetap berusaha dan bersyukur,” ujar bapak berkulit sawo matang ini disela mempersiapkan jaring yang akan digunakan untuk menangkap ikan.

baca juga : Gelombang Tinggi dan Angin Kencang Buat Nelayan Terpuruk

 

Dua perahu tradisional milik nelayan melintas di kawasan perairan di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Untuk ukuran jaring yang digunakan panjangnya antara 30-40 meter, sementara lebar kedalaman sekitar 6 meter. Bagi nelayan setempat, jaring ini biasa digunakan untuk menangkap ikan Kurau (Eleutheronema tetradactylum) sebagai tangkapan utama. Tangkapan sampingan lainnya seperti ikan Parang (Chirocentrus sp), ikan Tenggiri (Cybium Commersoni), ikan Belanak (Valamugil seheli).

Kebanyakan nelayan di Pulau Bengkalis merupakan nelayan tradisional dengan menggunakan mesin motor sehingga mereka mencari ikan di sekitar perairan Selat Malaka, yang harian jarak tempuhnya sekitar 1 mil untuk yang harian. Sementara yang berhari-hari bisa sampai 3 mil.

Berbeda dengan Anggara yang masih nekat berangkat melaut berhari-hari, Samsudin lebih memilih berangkat dari jam 7:00 WIB pagi, sore hari sudah kembali ke darat. Jika cuaca sedang baik, umumnya para nelayan setempat durasi mencari ikan di laut itu sekitar 3-4 hari. Namun, saat kondisi cuaca sedang tidak mendukung seperti sekarang ini sebagian nelayan memilih berangkat harian.

“Kalau yang berani berhari-hari di laut itu mereka yang masih muda-muda, energinya masih kuat. Kalau awak ini sudah tidak kuat. Syukur-syukur masih bisa berangkat harian,” ucap Samsudin dalam logat melayu.

baca juga : Bekerja sebagai Nelayan, Berarti Siap Bertaruh Nyawa

 

Meski kondisi cuaca kurang bersahabat seorang nelayan masih nekat melaut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Cuaca Tidak Seperti Dulu

Kegiatan perikanan yaitu usaha penangkapan ikan di Desa Meskom ini sudah lama dilakukan oleh nelayan setempat. Hal itu tentu membuat daerah tersebut menjadi wilayah yang penting sebagai sumber mata pencaharian utama dan sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sudirman (40), nelayan yang sama menjelaskan dari tahun ke tahun pendapatannya semakin menurun.

Penurunan tangkapan ikan itu, kata dia, selain karena angin kencang, juga diakibatkan kondisi cuaca yang tidak bisa diprediksi.

“Cuaca sekarang ini tidak macam seperti dulu lah. Dulunya kalau orang bilang kalau ini musim angin utara ya khusus angin utara. Tapi sekarang ini ndak bisa, kadang-kadang datang angin barat. Dalam musim utara ini, kadang ada angin timurnya, angin selatanya,” keluh pria yang mengaku sudah dua kali pernah tenggelam di laut ini.

Sehingga, lanjutnya, bisa dikatakan cuaca sekarang ini tidak bisa konsisten. Kendati demikian dia pun menyadari akan resiko yang dihadapinya saat di laut makin tinggi, belum lagi ketika menghadapi cuaca ekstrem seperti hujan dan badai. Hanya di era pemerintahan sekarang sejauh ini masih belum ada bantuan apa-apa. Dia bilang jangankan bantuan alat tangkap, baju pelampung untuk nelayan saja tidak ada.

baca juga : Apa yang Terjadi di Laut Apabila Cuaca Ekstrim Bergabung dalam Satu Waktu?

 

Kebanyakan nelayan di Pulau Bengkalis merupakan nelayan tradisional dengan menggunakan mesin motor sehingga mereka mencari ikan di sekitar perairan Selat Malaka. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Dulu cuaca benar-benar bisa diantisipasi, angin sudah tentu ikan itu ada. Bahkan, kenangnya, 15 tahun yang lalu sekali melaut selama 3 hari dia bisa membawa hasil tangkapan hingga Rp35 juta. Sekarang ini kalau cuaca bagus paling-paling hanya dapat Rp5 juta, dengan biaya operasionalnya Rp1,5 juta. “Kalau kami ini nyari ikan kan lihat bulannya,” imbuh Sudirman yang sejak kelas 5 Sekolah Dasar sudah ikut melaut tersebut.

Sementara itu, Dwikorita Karnawati, kepala Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan perubahan iklim global merupakan hal yang nyata. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya cuaca ekstrem sebagai salah satu dampaknya.

Saat ini, kata dia, semakin sering terjadi fenomena ekstrem, seperti kekeringan panjang akibat dampak El Nino dan musim hujan basah yang panjang dampak La Nina.

“Ini menunjukkan bahwa perubahan iklim global itu nyata,” kata Dwikorita dalam konferensi pers dilansir dari suara.com, Minggu (31/01/2021).

 

Perahu milik nelayan tertambat saat cuaca tidak mendukung. Hal itu menyebabkan pendapatan nelayan menurun. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version