Mongabay.co.id

Ritual Perlon Menyatukan Adat Bonokeling dengan Alam

 

Di kompleks perumahan Kyai Kunci dan Bedogol, anggota Komunitas Adat Bonokeling yang disebut anak putu mulai berkumpul untuk melakukan ritual adat. Mereka berasal dari Suku Raja di sekitar Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah.

Meski masih dalam masa pandemi, ritual adat tetap diselenggarakan. Salah satunya adalah Perlon Senin Pahing pada bulan Rajab dalam kalender Jawa atau Senin (15/2) masehi. Sebelum di Bale Malang, di sekitar rumah Kyai Kunci, anggota Komunitas Adat Bonokeling berkumpul di masing-masing Bedogol.

Dalam hirarki adat Komunitas Bonokeling, Bedogol merupakan wakil dari Kyai Kunci sebagai pemimpin adat Bonokeling. Ada lima Bedogol yang masing-masing memiliki wilayah. Anggotanya terbagi sesuai dengan wilayah masing-masing.

baca : Ternyata Dibalik Ritual Adat Bonokeling, Ada Kearifan terhadap Lingkungan 

 

Prosesi sungkem sebagai bagian dari penghormatan anak putu kepada Bedogol dalam komunitas adat Bonokeling. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dalam masa pandemi, memang terlihat agak berbeda. Sebagian besar anggota Komunitas Adat Bonokeling, terutama yang perempuan mengenakan masker. Sedangkan di depan rumah Kyai Kunci dan Bedogol, Pemerintah Desa (Pemdes) Pekuncen telah memberikan drum berisi air dan tempat cuci tangan. Sehingga mereka yang datang juga mencuci tangan terlebih dahulu sebelum masuk. Pun dalam pertemuan di dalam, tempat duduk bersila diberi jarak.

Saat berkumpul, mereka membawa ketupat yang terbungkus janur atau daun kelapa berwarna kuning. Seluruh ketupat yang dibawa oleh anggota Komunitas Adat Bonokeling dikumpulkan di Bale Malang. Sebelum prosesi jalan menuju Mundu, atau hutan kecil yang ditumbuhi sejumlah pohon mundu dan angsana sekitar diameter sekitar 1-2 meter. Ketinggiannya bisa mencapai lebih dari 20 meter.

Meski tidak terlalu luas atau sekitar 1 hektare, tetapi pepohonan yang besar dan tinggi membuat lingkungan sekitar sejuk meski di siang bolong. Bahkan, hanya sedikit sinar matahari yang sampai ke tanah karena tertutupi dedaunan rindang. Usia pohon sudah ratusan dan terpelihara hingga kini.

baca juga : Komunitas Adat Bonokeling saat Pandemi : Saat Prosesi Ritual Dijalankan tanpa Kerumunan (1)

 

Anggota Komunitas Adat Bonokeling membawa ketupat ke hutan Mundu yang menjadi tempat ritual inti Senin Pahing. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Hutan Mundu sebagai tempat yang disakralkan dan tidak boleh ada penebangan pohon di lokasi tersebut. Sebab hutan Mundu digunakan sebagai lokasi Perlon Senin Pahing, di mana setiap selapan ada 35 hari menjadi lokasi Perlon Senin Pahing dengan kenduri ketupat. Penyakralan sebagai tempat Perlon Senin Pahing itulah yang membuat pepohonan di lokasi tersebut masih lestari.

Dalam ritual Perlon Senin Pahing, setelah berkumpul di rumah Kyai Kunci, maka kemudian mereka berjalan tanpa alas kaki dengan pakaian adat menuju Hutan Mundu. Mereka membawa ketupat ke lokasi tersebut. Satu per satu anggota Komunitas Adat Bonokeling keluar dari rumah Kyai Kunci. Yang paling depan adalah Kyai Kunci diikuti oleh para Bedogol. Selanjutnya adalah anak putu dengan membawa tempat ketupat.

Sesampai di sana, ada tiga lokasi yang dijadikan tempat kumpul. Bagian paling atas adalah Kyai Kunci dan Bedogol. Kemudian di tengah dan bawah adalah anak putu. Setelah berkumpul semuanya, Kyai Kunci memimpin doa. Tidak terlalu lama hanya sekitar 15 menit saja. Begitu selesai, masing-masing anak putu membawa berkat berupa ketupat yang telah dibagi-bagi secara merata.

menarik dibaca : Mitigasi Paceklik Pangan Dimiliki oleh Komunitas Adat Bonokeling, Seperti Apa?

 

Pepohonan besar yang masih dijaga kelestariannya oleh komunitas adat Bonoekeling. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

“Perlon Senin Pahing merupakan bagian dari ritual adat yang masih dipertahankan sampai sekarang. Makna dari ritual adat Senin Pahing sesungguhnya adalah Kyai Kunci dan Bedogol bersama-sama berkumpul membahas sesuatu yang penting. Pembahasan dilaksanakan di rumah Kyai Kunci yang kemudian dilanjutkan ritual di Hutan Mundu. Doa yang dipanjatkan adalah agar anak putu diberikan kekuatan yang kokoh dalam menjalani kehidupan,”kata juru bicara Komunitas Adat Bonokeling Sumitro.

Sumitro mengatakan sampai kapan pun, hutan Mundu akan terus dipertahankan, karena itu menjadi bagian penting bagi Komunitas Adat Bonokeling. “Setiap 35 hari atau selapan, lokasi tersebut digunakan sebagai tempat digelarnya Perlon Senin Pahing. Jika hutannya rusak, terus mau di mana lagi. Karena itulah, disakralkan dan tidak boleh ditebang sama sekali. Bahkan, kalau ada ranting yang jatuh dikumpulkan di situ dan dikubur. Tidak ada yang berani menggunakan untuk kayu bakar,” ujarnya.

baca juga : Kearifan Lingkungan di Desa Rawan Bencana

 

Komunitas adat Bonokeling berdoa bersama di hutan Mundu dalam ritual Senin Pahing. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Hal yang sama juga berlaku di kompleks pemakaman Bonokeling. Di lokasi tersebut, juga banyak pohon besar dan rindang. Tetapi, tak satu pun pohon yang ditebang.

“Seluruh anak putu Bonokeling menjaga kondisi lingkungan di sekitar makam. Pepohonan sama sekali tidak boleh ditebang. Kalau pun ada ranting atau dahan yang jatuh, tidak boleh diambil. Harus dikubur di lokasi setempat,”jelasnya.

Pada Perlon Senin Pahing, sebagian anak putu Bonokeling juga membersihkan kompleks makam Bonokeling. Salah satu ritual Bonokeling yang menjadikan alam bagian penting bagi komunitas adat setempat.

 

Pulang membawa berkat berupa ketupat setelah doa di hutan Mundu selesai. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version