Mongabay.co.id

Populasi Turun Drastis, KKP Terbitkan RAN Konservasi Hiu

Hiu macan tangkapan nelayan Pulau Ambo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Foto : Agus Mawan/Mongabay Indonesia

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan populasi ikan hiu dan pari di seluruh dunia disebut turun drastis sebanyak 70 persen selama 50 tahun terakhir. Penangkapan ikan secara berlebih menjadi ancaman terbesar kepunahan ikan laut.

Indonesia dinilai menjadi negara dengan penangkapan hiu dan pari terbesar, mencapai 12,31 persen atau 88.790 ton per tahun. Terbatasnya informasi ilmiah tentang sumber daya hiu dan pari di Indonesia sendiri masih menjadi tantangan besar bagi konservasi hiu dan pari.

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Prof Sjarief Widjaja mengatakan jumlah biodiversity hiu dan pari di dunia berjumlah sekitar 531 jenis, di mana Indonesia memiliki kurang lebih 118 jenis di dalamnya. Spesies hiu endemik khusus yang spesifik ada di Indonesia, salah satunya adalah Squalus hemipinnis, yang berada di wilayah selatan Bali, Lombok dan laut Jawa.

Di Selat Makassar, terdapat spesies hiu Apristurus sibogae. Selain itu terdapat spesies hiu endemik lainnya seperti Squatina legnota, Atelomvcterus baliensis, dan Mustelus widodoi, yang juga berada disekitar wilayah Laut Jawa, Bali dan Lombok atau di sekitaran Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572.

“Sebagai puncak rantai makanan, hiu rentan akan kepunahan karena memiliki kapasitas reproduksi yang rendah, frekuensi melahirkan yang minim, pertumbuhan lambat serta umur yang panjang. Beragam ancaman juga menjadi faktor punahnya hiu, antara lain disebabkan penangkapan yang tidak lestari, penurunan populasi, kerusakan habitat perubahan lingkungan, seperti sampah laut dan pariwisata yang tidak bertanggung jawab,” tegas Sjarief dalam Simposium Hiu dan Pari ke-3 di Indonesia di Jakarta, Kamis (8/4/2021).

Sjarief mengatakan semakin banyak kita mendatangkan wisatawan di suatu daerah, maka ancaman terhadap populasi komponen ekosistem yang ada di daerah tersebut semakin tinggi peluang untuk rusaknya

baca : Penelitian: Perdagangan Sirip Marak, Seratus Juta Hiu Musnah Setiap Tahun

 

Kepala BRSDM KKP Sjarief Widjaja dalam Simposium Hiu dan Pari ke-3 di Indonesia di Jakarta, Kamis (8/4/2021). menyatakan populasi ikan hiu dan pari di seluruh dunia disebut turun drastis sebanyak 70 persen selama 50 tahun terakhir. Indonesia dinilai menjadi negara dengan penangkapan hiu dan pari terbesar, mencapai 12,31 persen atau 88.790 ton per tahun. Foto : KKP

 

Upaya melindungi sumber daya hiu dan pari yang dibagi ke dalam empat klasifikasi. Pertama, status Red List International Union for the Conservation of Nature (IUCN), dengan komposisi rentan 30-50 persen, terancam 50-70 persen, sangat terancam 80-90 persen, punah di alam dan punah.

Klasifikasi kedua yakni CITES, yang digolongkan ke dalam Appendik I, II, dan III. Klasifikasi selanjutnya yakni sumber daya yang dilindungi berdasarkan Permen KP ataupun Kepmen KP, seperti Permen KP No.59/PERMEN-KP/2014 dan Kepmen KP No.76/KEPMEN-KP/2020.

Klasifikasi terakhir yakni berdasarkan Rencana Aksi Nasional (RAN) 2021-2025. Beberapa spesies hiu dan pari yang mendapat perlindungan penuh adalah Pari Gergaji, Pari Sentani, Hiu Sentani, Hiu Paus, Hiu Tutul, Hiu Bodoh, serta Pari Manta. Bagi pihak-pihak yang menangkap, membunuh, memelihara, menyimpan dan memperdagangkan, terancam sanksi penjara selama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.

Arah riset dan strategi pengelolaan sumber daya hiu dan pari tahun 2021-2025 di antaranya pelatihan identifikasi spesies ikan hiu dan pari yang yang lebih tepat dan akurat, dan pendaratan hasil tangkapan hiu harus utuh guna mempermudah identifikasi dan pencatatan ikan hiu Apendiks II CITES.

Hal lain adalah penyediaan alternatif pekerjaan lainnya bagi nelayan penangkap hiu dan pari, seperti usaha budidaya perikanan, usaha pengolahan ikan, dan usaha ekonomi kreatif. Berikutnya, regulasi Menteri Kelautan dan Perikanan terkait hasil tangkapan pari Mobulidae Apendiks II CITES yang cenderung tinggi sebagai hasil sampingan pada perikanan tuna yang beroperasi di perairan Samudera Hindia.

Kebijakan kuota ekspor terkait dengan penumpukan stok produk hiu Apendiks II CITES di beberapa lokasi penampungan produk hiu, pembatasan jumlah upaya penangkapan, jumlah mata pancing (kapal rawai permukaan), dan pelarangan penangkapan hiu dan pari di habitat asuhannya.

Pada sebagian atau seluruh perairan WPP 714 Laut Banda akan didorong menjadi wilayah larangan tangkap atau no take zone, untuk memberi kesempatan bagi populasi ikan Indonesia untuk bisa tumbuh dan berkembang hingga kesempatan untuk bisa bereproduksi.

baca juga : Bagaimana Cara Hentikan Eksploitasi Hiu dan Pari di Indonesia?

 

Perburuan hiu dilakukan karena sudah turun temurun, ditambah ada pemodal yang menyediakan perahu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Terbitkan RAN Konservasi Hiu

Dalam simposium Simposium Hiu dan Pari di Indonesia ke-3 itu, KKP menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) No.16/2021 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus (Rhincodon typus) Tahun 2021-2025 yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono pada tanggal 1 Maret 2021 untuk mensinergikan pengelolaan hiu paus.

Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Tb. Haeru Rahayu mengatakan RAN Konservasi Hiu Paus itu menjadi acuan bagi unit kerja di lingkungan KKP dan instansi terkait dalam pelaksanaan konservasi hiu paus sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

“RAN yang ditetapkan memuat strategi, kegiatan, indikator, output, lokasi, waktu, penanggung jawab, dan unit kerja terkait dalam konservasi hiu paus di Indonesia,” ujar Tebe, sapaan akrab Tb. Haeru Rahayu.

Tebe mengungkapkan, dari 117 jenis hiu yang ada di Indonesia, Hiu Paus merupakan satu-satunya jenis hiu yang sejak tahun 2013 statusnya dilindungi secara penuh melalui Keputusan Menteri KP No.18/KEPMEN-KP/2013.

“Penetapan status perlindungan saja tidak cukup, diperlukan upaya konservasi hiu paus yang berkelanjutan, terencana, dan terukur. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi dan rencana aksi konservasi hiu paus di Indonesia,” ungkapnya.

Tebe mengharapkan, RAN Konservasi Hiu Paus yang ditetapkan tidak sekedar menjadi dokumen perencanaan, tetapi dilaksanakan secara serius oleh para pihak, terutama oleh instansi yang menjadi penanggung jawab kegiatan. Sehingga kondisi hiu paus di alam menjadi Iebih baik dalam 5 tahun mendatang.

“KKP akan mengevaluasi pelaksanaan RAN tersebut setiap tahun,” tegasnya.

perlu dibaca : Perdagangan Hiu : Ambiguitas Perlindungan di Indonesia (1)

 

Salah satu penjual hiu menunggu pembeli di TPI Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Hampir setiap hari ada aktifitas jual beli hiu di TPI yang berada di pesisir Lamongan tersebut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Direktur Program Kelautan dan Perikanan Yayasan WWF Indonesia, Imam Musthofa Zainudin menyambut baik ditetapkannya RAN Konservasi Hiu Paus sebagai bukti keseriusan terhadap konservasi hiu dan pari terancam punah.

Hiu paus meskipun dilindungi penuh, aktivitas pemanfaatan non ekstraktif berupa wisata bahari masih dimungkinkan dan terbukti telah berjalan dengan cukup baik seperti di NTB dan Gorontalo. Kegiatan pengelolaan dan pemanfataan berkelanjutan Hiu Paus ini semuanya telah tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Konservasi Hiu Paus.

 

Konservasi Hiu dan Pari di Kawasan Segitiga Karang

Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) terus memberikan dukungannya untuk konservasi hiu dan pari di kawasan segitiga karang dunia. Salah satunya dengan melakukan peningkatan kapasitas SDM pengelola hiu dan pari melalui Training of Trainers (ToT) WWF Shark and Ray: Marine Protected Area (MPA) for Sharks & Rapid Assessment Tool (RAT).

Pelatihan yang ditujukan untuk perwakilan dari negara CTI-CFF, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, dan Kepulauan Salomon digelar secara virtual, pada Senin-Selasa (5-6/4/2021). Pelatihan yang didukung oleh Yayasan WWF Indonesia ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Simposium Hiu dan Pari di Indonesia ke-3.

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Ditjen PRL KKP, Andi Rusandi selaku Wakil Ketua Kelompok Kerja Spesies Terancam Punah CTI-CFF mengatakan hiu dan pari sudah sejak lama menjadi spesies prioritas CTI-CFF.

Di dalam Regional Plan of Action (RPOA) 2.0, disebutkan hiu dan pari bersama penyu dan mamalia laut menjadi spesies utama target konservasi CTI-CFF di kawasan segitiga karang dunia.

“Targetnya adalah mengurangi ancaman dan meningkatkan status konservasi dari spesies terancam punah, termasuk spesies hiu dan pari,” ujar Andi.

baca juga : Perdagangan Hiu : Pasar Memicu Kepunahan (3)

 

Pari kikir dan pari kekeh yang diperjualbelikan di tempat pelelangan ikan di Kota Rembang, Jawa Tengah. Pari kikir dan pari kekeh sudah masuk kategori terancam punah oleh IUCN pada 2019. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Andi menjelaskan, penelitian menunjukkan bahwa efektivitas kawasan konservasi untuk perlindungan spesies hiu dan pari sangat sulit ditetapkan tanpa adanya indikator yang terukur atau mempertimbangkan karakteristik hiu dan pari secara spesifik.

“Menjawab permasalahan tersebut, kami bersama WWF Indonesia dan bekerja sama dengan James Cook University Australia telah menyediakan panduan penilaian cepat untuk data-data terbatas, yang akan diberikan dalam pelatihan ini,” jelasnya.

Andi berharap peserta pelatihan dapat menguasai panduan penilaian cepat tersebut dan mempraktikan pengetahuan yang didapat pada kawasan konservasi khususnya dalam pengelolaan hiu dan pari di negaranya masing-masing.

Sementara itu, Dr. Cassie Rigby dari James Cook University Australia sebagai pembicara utama menjelaskan tentang pentingnya Rapid Assessment Toolkit untuk kepentingan kawasan konservasi hiu dan pari. Cassie mendorong agar para peserta pelatihan mempertimbangkan aspek multidimensi kawasan konservasi hiu dan pari, seperti biologi dan ekologi spesies yang dilindungi, aspek sosial ekonomi, upaya perikanan, pemantauan dan evaluasi.

 

Sekelompok ikan pari mobula di perairan Teluk Magdalena, Baja California, Meksiko. Foto : Nadia Aly/Ocean Photography Awards

 

***

 

Keterangan foto utama : Hiu macan tangkapan nelayan Pulau Ambo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Foto : Agus Mawan/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version