Mongabay.co.id

Alih Fungsi Hutan Bowosie jadi Pariwisata Labuan Bajo Ditentang Banyak Pihak. Bagaimana Dampaknya?

 

Kawasan hutan lindung (HL) di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Pulau Flores, NTT saat ini mempunyai luas 54.319,93 hektar.

Hutan lindung ini menyebar di 13 lokasi yakni Mbleliling, Golo Leleng, Golo Ndesi, Golo Rata, Golo Tantong, Meler Kuwus, Muung, Nggalak Rego, Nggorang Bowosie, Paelombe, Puntuh I, Sesok dan Todo.

Wilayah terluas berada di kawasan Mbeliling seluas 24.347,7 ha dan luasan terkecil di Golo Leleng sejumlah 15, 34 ha.

Sedangkan hutan produksi seluas 18.174,22 ha, yang berada di Golo Larong Rongot seluas 590,75 ha dan kawasan hutan Nggorang Bowosie 17.583,47 ha.

Selain itu terdapat  hutan konservasi yang terdiri dari hutan Cagar Alam (CA) Wai Wuul dengan luas 1.467,41 ha. Juga ada di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) daratan seluas 58.249,6 ha dan Taman Nasional Laut dengan luas 120.990,36 ha.

baca : Pemerintah Lakukan Berbagai Pembangunan di TN Komodo, Bagaimana Dampaknya?

 

Bentang Alam Mbeliling, Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Burung Indonesia

  

Mengancam Identitas Masyarakat

Pada 5 April 2018, Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres No.32/2018 yang antara lain mengatur perubahan status dan pemanfaatan 400 hektar hutan Bowosie/Nggorang di Kabupaten Manggarai Barat .

Kawasan hutan ini beralih fungsi menjadi kawasan pariwisata Labuan Bajo dengan skema penghapusan status hutan menjadi kawasan bukan hutan dan skema izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam (IUPSWA).

Hal ini memantik beragam komentar dari aktivis lingkungan, LSM, lembaga agama, kelompok masyarakat serta berbagai pihak. Semuanya menyoroti tentang alih fungsi hutan yang ditakutkan akan berdampak terhadap banjir dan ancaman hilangnya mata air.

Menyikapi permasalahan ini, Sunspirit for Justice and Peace Manggarai Barat menggelar diskusi online yang melibatkan segenap pemangku kepentingan. Diskusi digelar Kamis (15/4/2021) dengan mengangkat tema “Mencermati Status Ekologi Hutan Bowosie Labuan Bajo, Flores”.

Doni Parera, Direktur LSM Insan Lantang Muda (Ilmu) menyebutkan hutan Bowosie keberadaannya sangat penting karena memasok 65 persen kebutuhan air di Labuan Bajo.

Doni katakan kawasan hutan ini dulunya pernah hendak dikuasai perusahaan tambang emas dan terjadi penolakan oleh berbagai elemen masyarakat. Akhirnya perjuangan warga berhasil dengan hengkangnya perusahaan tambang.

“Saya menyesalkan keinginan alih fungsi hutan seluas 400 hektar untuk kepentingan pariwisata yang dikelola Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOP LBF),” tegasnya.

Keberatan itu karena di dalam kawasan hutan ini terdapat lebih dari 10 mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat di berbagai wilayah.

baca juga : Menyoal Kebijakan Kontroversi di Taman Nasional Komodo

 

Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOP LBF) melakukan kajian Amdal rencana pengelolaan kawasan pariwisata di Hutan Bowosie. Foto : BOP LBF

 

Romo Silvi Mongko,Pr, Komisi Pariwisata dan Budaya Vikep Labuan Bajo, Keuskupan Ruteng menegaskan dalam Perpres No.32/2018 terkait penguasaan lahan 400 ha di hutan Bowosie digunakan untuk pembangunan pariwisata buatan.

“Kita mau pariwisata Labuan Bajo itu pariwisata buatan atau berbasis alam dan manusia. Kalau merujuk destinasi utama Komodo, tentunya ini sangat bertentangan,” sesalnya.

Romo Silvi tegaskan BOP LBF ingin membuat pariwisata buatan seperti kesuksesan pariwisata alamiah. Dirinya melihat Perpres tersebut sangat bertentangan dengan karakter pariwisata di Manggarai Barat yang berbasis alam, budaya dan manusia.

Selain itu, penguasaaan lahan ini akan mengancam identitas orang Manggarai yang memiliki kesatuan kosmologis dengan tanah dan hutan, serta mengancam sosial budaya orang Manggarai dalam hubungannya dengan hutan dan alam.

“BOP menguasai 400 hektar lahan, sementara masyarakat sangat kesulitan mendapatkan lahan untuk tempat tinggal. Ini akan menciptakan konflik lahan antara masyarakat dan pemerintah,” tegasnya.

Romo Silvi menggarisbawahi terkait penguasaan lahan ini yang menurutnya seakan membuat masyarakat Manggarai tercerabut dari keberakarannya dengan tanah dan hutan sebagai penyanggah kehidupan.

perlu dibaca : Wawancara Marta Muslin: Turisme Labuan Bajo Harus Buat Warga Lokal Sejahtera

 

Pembalakan liar di Hutan Lindung Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : FloresEditorial.Com

 

Dampak Lingkungan dan Sosial

Kawasan seluas 400 hektar di Hutan Bowosie rencananya akan dibangun pariwisata super premium.

Badan Otorita Pelaksana Labuan Bajo Flores Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berencana menggandeng pihak swasta dalam mengembangkan kawasan ini yang bakal terhubung dengan TN Komodo

Di atas lahan 400 ha terdapat zona areal penggunaan lain (APL) seluas 136,28 ha dan zona IUPSWA seluas 263,72 ha. Kawasan ini terbagi dalam 4 zona yakni pertama, zona cultural distric seluas 114,37 ha atau 29 persen. Areal pembangunan 21,69 ha. Dalam zona ini akan dibangun cultural center, hotel, Bajo Gallery, commercial village, dan family hotel resort.

Kedua, zona leisure district seluas 63,59 ha atau 16 persen dari luas total. Area pembangunan 6,79 ha terdiri dari high-end resort, workshop center & pilgrimage serta forest walk.

Ketiga, zona wildlife district seluas 89,25 ha dengan area pembangunan 10,2 ha yang terdiri dari cliff restaurant, Lumina Forest, interpretation center, outdoor theater, mini zoo dan natural reserve galery.

Keempat, zona adventure district seluas 132,43 ha dimana area pembangunan 10,2 ha yang terdiri dari hotel glamour camping, lookout point, cable car line length, elevated cycling, luge ride dan bike zipline.

baca juga : Proyek Wisata di TN Komodo, Organisasi Masyarakat Desak Evaluasi Menyeluruh

 

Peta pemanfaatan lahan di Hutan Bowosie seluas 400 hektare. Foto : Sunspirit for Justice and Peace

 

Ketua Tim Teknis KPA Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTT, Petrus  B. Klau dikutip dari CNNIndonesia.com, Kamis (25/3/2021) menjelaskan, fasilitas wisata yang dibangun meliputi 114,73 ha zona budaya, 62,81 ha zona rekreasi dan hiburan, 89,25 ha zona alam liar dan 132,43 ha zona petualangan.

Petrus menegaskan, pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan pariwisata ini telah mendapat izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Surat Persetujuan Menteri LHK No.S.889/2020 tertanggal 16 Desember 2020.

“Surat tersebut menyetujui Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH) seluas 135,22 hektare dan izin pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam seluas 264 hektare,” jelasnya.

Petrus juga menekankan, DLHK NTT telah memberikan beberapa rekomendasi agar pembangunan tidak mengganggu aktifitas hidrogeologi karena lokasinya yang berada di wilayah sumber mata air.

Sementara itu, Yuvensius S. Nonga dari WALHI NTT mengaku pihaknya menolak Amdal proyek ini dengan alasan dampak ekologis yang ditimbulkan. Daya dukung lingkungan menurut WALHI akan sangat berdampak dengan hadirnya proyek prestius pariwisata ini.

“Lahan seluas 400 hektare dialihkan menjadi proyek strategis nasional terkait pengembangan pariwisata. Ini akan berdampak pada aspek lingkungan dan sosial,’ ungkapnya.

Yuven menjelaskan sebagai proyek strategis nasional maka dianggap sebagai salah satu obyek vital negara. Untuk itu, pengamanannya diatur secara khusus dengan melibatkan aparat keamanan sehingga bisa berdampak kepada konflik tenurial.

Dia mengatakan penetapan alih fungsi lahan di Bowosie, sebenarnya pemerintah menabrak aturan. Dipaparkannya, data dari KLHK menyebutkan kawasan hutan Bowosie, Nggorang, Mbleliling dan lainnya masuk ke potensi jasa lingkungan sehingga harus dijaga daya tampung lingkungan supaya kondisi mata air terjaga.

baca juga : Demi Konservasi dan Wisata, Jokowi Minta Taman Nasional Komodo Ditata, Akankah Terlaksana?

 

Hutan Golo Kaca yang dibabat. Diduga ada oknum pejabat yang terlibat. Foto: Sirilus Ladur/Floresa

 

Konsep Pengelolaan Lingkungan

Luas kawasan hutan di Provinsi NTT tahun 2017 seluas 1,97 juta hektare menjadi 1,8 hektare tahun 2018 dan kembali menurun menjadi 1,784 juta hektar di tahun 2019.

WALHI NTT melihat faktor penyebabnya berupa alih fungsi hutan untuk pertambangan, pariwisata dan lainnya. WALHI menyesalkan berkurangnya luas hutan ini yang berdampak terhadap bencana.

Yuven mencontohkan bencana alam yang melanda NTT awal April 2021 lalu. Di Pulau Sumba, daerah yag terdampak paling parah merupakan daerah yang daya dukung lingkungannya buruk.

“Tidak sedikit kebijakan pemerintah daerah yang menyumbang bencana ekologi. Era Undang-Undang Omnibus Law akan memperparah kerusakan lingkungan. Amdal tidak bisa menjamin dampak kerusakan lingkungan berkurang,” tegasnya.

Sementara itu, Dosen Lingkungan Hidup Unika St. Paulus Ruteng, Wigbert Gaut Utama menekankan hal pertama yang harus diingat ketika berbicara tentang pengelolaan lingkungan hidup yakni ada berbagai aturan yang harus ditaati.

Wigbert katakan konsep pengelolaan lingkungan terutama ekosistem hutan sejak lama diidentikkan dengan sumber daya alam kayu. Sehingga konversi hutan dianggap akan bernilai ekonomi yang lebih tinggi melalui pertambangan, pertanian, pemukiman dan lainnya.

baca juga : Pabrik Semen Vs Keteguhan Orang Flores Pertahankan Ekologi Pulau Kecil

 

Pemandangan gugusan pulau di wilayah Taman Nasional Komodo (TNK) di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Kusnanto/WWF Indonesia

 

Menurutnya nilai tertinggi ekosistem hutan terletak pada jasa hidrologis dan biodiversitas. Sementara kayu dan non kayu umumnya memiliki nilai ekonomi yang paling rendah dari jasa lingkungan lainnya.

“Masih ada nilai ekonomi lain yang lebih tinggi selain kayu. Dalam konteks ini pengelolaan wilayah hutan harus ditempatkan dalam pengelolaan wilayah daerah aliran sungai,” harapnya.

Wigbert tegaskan bila bicara ekosistem hutan Bowosie, masuk dalam RTK 108 dan berdasarkan fungsinya masuk dalam hutan produksi.

Ia sebutkan pengembangan kawasan hutan di Bowosie ini tidak diarahkan kepada pemanfaatan kayu tapi lebih kepada jasa lingkungan dan pemanfaatan kawasan.

Dari beberapa penelitian, disebutkan nilai penting kawasan Labuan Bajo dan sebagian besar kawasan hutan Bowosie merupakan kawasan batu gamping atau kawasan  karst.

“Hampir semua mata air atau sumur, kandungan kapurnya sangat tinggi. Potensi air tanah di kawasan Labuan Bajo dan sekitarnya cekungan air tanahnya sangat tergantung dari suplai air yang didapat dari hutan Bowosie,” paparnya.

 

Exit mobile version