Mongabay.co.id

Kapan Pengadilan Negeri Suka Makmue Mengeksekusi Lahan PT. Kallista Alam?

 

 

Perusahaan perkebunan sawit PT. Kallista Alam telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Melulaboh karena membakar hutan gambut Rawa Tripa di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Perusahaan diharuskan membayar ganti rugi dan biaya pemulihan lahan sebesar Rp366 miliar.

Sebagai jaminan, Pengadilan Negeri Meulaboh telah menyita tanah, bangunan, dan tanaman milik Kalista Alam di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur seluas 5.769 hektar pada 4 Desember 2013. Lahan yang disita merupakan sertifikasi No 27 HGU No 18/tahun 1998. Dalam putusan hukum tersebut, perusahaan ini dikenakan uang paksa Rp 5 juta per hari jika terlambat melaksanakan putusan perkara.

Pada 22 Januari 2019, Pengadilan Negeri Meulaboh juga telah mengeluarkan surat penetapan eksekusi dan meminta Ketua Pengadilan Suka Makmue melakukan penjualan aset perusahaan secara lelang. Perantaranya, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Banda Aceh.

Namun, hingga Juni 2021, putusan hukum terhadap Kallista Alam belum di eksekusi. Perusahaan masih beroperasi dan tanah, tanaman, serta bangunan yang menjadi jaminan masih dikuasai perusahaan.

Baca: PT. Kallista Alam Tetap Melawan, RAN: Perusahaan Masih Beroperasi di Rawa Tripa 

 

Pengadilan Negeri Suka Makmue diharapkan segera mengeksekusi lahan PT. Kallista Alam yang dinyatakan bersalah membakar hutan gambut Rawa Tripa, di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan atau di Kecamatan Darul Makmur, bertanya mengapa kasus ini belum selesai.

“Padahal, secara hukum mereka dinyatakan bersalah,” ujar Kepala Desa Sumber Makmue, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Rendy, Selasa [15/6/2021].

Enam desa lain yaitu, Alue Bateung Brok, Kuala Seumanyam, Pulo Kruet, Alue Raya, Alue Kuyun, dan Blang Luah, menyatakan hal yang sama.

“Kami, tujuh kepala desa di sekitar perusahaan, ingin tahu bagaimana kelanjutan kasus ini. Eksekusi dapat memperjelas status lahan masyarakat di sekitar perusahaan,” ucapnya.

Pernyataan itu, disampaikan Rendy yang mewakili kepala desa tersebut saat bertemu perwakilan Pengadilan Negeri Suka Makmue. “Kami mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendorong terlaksananya eksekusi dan meminta KLHK melibatkan pemerintah desa dalam setiap tahapan proses tersebut,” ungkapnya.

Baca: Kasus Pembakar Rawa Tripa, PT. Kallista Alam Terus Melawan

 

Masyarakat dari tujuh desa di sekitar lahan perusahaan meminta kepastian PN Suka Makmue mengeksekusi lahan perusahaan Kallista Alam. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Humas PN Suka Makmue, Rangga Lukita Desnata, pada pertemuan itu mengatakan, pengadilan hingga saat ini belum dapat mengeksekusi lelang. Alasannya, pihaknya belum menerima daftar nilai aset PT. Kalista Alam dari KLHK.

“Sebelumnya kami telah meminta tiga lembaga akuntan publik atau apraisal untuk menghitung aset perusahaan kepada KLHK. Dari tiga lembaga tersebut, kami telah memilih satu dan telah diambil sumpah,” ujarnya.

Rangga menambahkan, lembaga ini masih mendapat kendala. Berikutnya, jika perhitungan aset telah dilakukan baru bisa dilelang. “Pengadilan Negeri Suka Makmue masih menunggu,” jelasnya.

Baca: Putusan Pengadilan Meulaboh Dibatalkan, PT. Kallista Alam Tetap Didenda 366 Miliar 

 

Sebanyak tujuh kepala desa di sekitar lahan Kallista Alam, mendatangi PN Suka Makmue terkait eksekusi lahan perusahaan pembakar hutan gambut itu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kewenangan eksekusi

Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Ditjen Gakkum, KLHK, Jasmin Ragil Utomo kepada Mongabay Indonesia, Kamis [17/6/2021] mengatakan, KLHK telah berkali meminta pengadilan agar putusan hukum yang menjerat Kallista Alam segera dilakukan.

“Yang berwenang bukan KLHK, tapi Ketua Pengadilan Negeri Suka Makmue. KLHK hanya membantu pelaksanaan eksekusi, seperti pengamanan dan biaya,” paparnya.

Jasmin menjelaskan, Pengadilan Negeri Suka Makmue telah meminta tiga Kantor Jasa Penilaian Publik [KJPP] untuk melakukan penilaan dan perhitungan aset perusahaan. Pengadilan telah menetapkan satu KJPP dan diambil sumpah.

“KLHK bersama KJPP telah dua kali coba masuk ke perusahaan untuk melakukan penilaian aset. Tapi, kami dihadang dan tidak diizinkan masuk. Kami juga telah melaporkan ke PN Suka Makmue kendala ini, karena ini wewenangnya ketua pengadilan.”

 

PT. Kallista Alam didenda Rp366 miliar atas kejahatan lingkungan yang dilakukannya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Jasmin menambahkan, karena kesulitan dan tidak mendapat akses dari PT. Kallista Alam, KJPP yang telah ditunjuk mengaku akan mundur.

“Perusahaan terus menghalangi proses perhitungan, padahal jika salah yang rugi juga mereka.”

Menurut Jasmin, KLHK dalam kasus eksekusi ini hanya sebagai penggugat. “Kami hanya bisa membantu pengadilan agar proses eksekusi berjalan lancar,” terang Jasmin mengakhiri pembicaraan.

 

 

Exit mobile version