Mongabay.co.id

Ketika Telur Ayam lebih Beracun dibanding Lokasi Instalasi Sampah

 

Prigi Arisandi dari Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) mengambil sample sejumlah telur di sejumlah desa di Jawa Timur, pada 2019. Telur ayam kampung ini diteliti dan mengandung kontaminan berbahaya bagi warga sekitar.

Lokasi pengambilan telur ini berdampingan dengan kegiatan penggunaan plastik impor sebagai bahan bakar untuk memanaskan kedelai bahan baku tahu. Prigi mengatakan pabrik-pabrik tahu skala rumah tangga sudah sekitar 20 tahun menggunakan plastik sebagai bahan bakar.

“Asap hitam mengepul setiap hari terutama pagi dan sore, saat aktivitas pembuatan tahu,” ingat Prigi. Para pengelola pabrik menggunakan plastik karena biayanya jauh lebih murah dibanding kayu bakar.

Plastik didapatkan dari sampah produksi pabrik kertas yang menggunakan sampah kertas impor sebagai bahan baku. Pabrik ini memerlukan pasokan kertas untuk didaur ulang. “Sayangnya 30-40% dalam kertas impor diselundupi sampah plastik. Sekitar 72% adalah plastik makanan kemasan,” papar pria yang jadi salah satu tokoh utama di film Pulau Plastik, yang dirilis tahun ini.

Dua tokoh dalam film Pulau Plastik lainnya adalah Robi, vokalis band Navicula dan Tiza Mafira. Mereka aktivis lingkungan dengan gaya kampanyenya masing-masing.

baca : Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [2]

 

Kontaminan kimia seperti dioksin masuk rantai makanan melalui tumpukan sampah, ternak yang memakan sampah, dan residu abu dari plastik yang dibakar pada industri rumah tangga. Foto : Arnika/Ecoton

 

Prigi peraih Goldman Prize 2011. Sejumlah kampanye Ecoton yang populer adalah selamatkan sungai di Surabaya dari limbah daur ulang pabrik dan polusi limbah popok di saluran air.

Pulau Plastik juga menunjukkan sejumlah aktivitas pabrik daur ulang kertas yang mengimpor sampah. Prigi bersama Robi, menelusuri dan membuktikan kontaminasi mikroplastik pada ikan, tambak garam, dan tubuh manusia.

Ecoton mengambil 3 telur di Desa Tropodo dan 3 telur dari Desa Bangun yang berdekatan dengan pabrik kertas daur ulang. Nah, telur-telur inilah yang jadi salah satu sampel penelitian studi baru oleh International Pollutants Elimination Network (IPEN) dan dirilis bulan lalu.

Dalam siaran pers IPEN menyebutkan bahan kimia beracun dalam ekspor limbah plastik dari negara-negara maju mencemari makanan di negara-negara berkembang di seluruh dunia.

Hampir semua plastik mengandung aditif kimia berbahaya. Sebagian besar sampah plastik yang diekspor dari negara-negara maju ke negara-negara dengan ekonomi berkembang atau ekonomi dalam transisi ditimbun, dibakar, atau dibuang ke saluran air. Semua metode pembuangan ini menghasilkan emisi yang sangat beracun di lingkungan selama beberapa dekade dan menumpuk di rantai makanan.

Tak hanya Indonesia, penelitian ini juga meneliti sampah plastik yang meracuni makanan dan mengancam masyarakat di Afrika, Asia, Eropa Tengah, dan Timur, serta Amerika Latin.

Prigi yang dikonfirmasi pada Senin (05/07/2021) mengatakan telur dari Tropodo dioksinnya sebesar 200 atau 80 kali lipat dari standar WHO (2,5). Sedangkan telur dari Desa Bangun yang jadi lokasi penjemur sampah impor itu mengandung dioksin sekitar 10,8.

Telur dipilih sebagai sampel karena dikonsumsi dan dekat dengan manusia. “Dioksin terikat dalam lemak makanan dan yang paling sering dikonsumsi manusia adalah telur,” jelasnya. Telur ini dari ayam piaraan warga yakni ayam kampung karena hidup diliarkan dan makan dari tanah.

Ada juga telur lain yang diambil di Bekasi dan Karawang yang lokasinya deket pembakaran sampah impor.

baca juga : Sungai-sungai di Jawa Sakit, Ikan Endemik Punah Perlahan

 

Ilustrasi. Seorang karyawan mengambil telur dengan pakaian APD untuk meliindungi dari penyakit menular. Foto : shutterstock

 

Hal baik, lanjut Prigi adalah impor sampah kertas saat ini sudah menurun dan para importir selektif dalam mengimpor sampah dengan menghindari impor dari sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia karena campurannya banyak plastiknya. “Mereka kini lebih memilih sampah dari Taiwan dan Korea Selatan dengan eksportir yang bersertifikat,” imbuhnya.

Namun, pihaknya masih mengkhawatirkan perilaku industri yang membuang limbah cair daur ulang yang mengandung mikroplastik. Sedangkan pembuat tahu sebagian kecil disebut sudah beralih menggunakan sampah kelapa, serabut, dan batok kelapa, sisanya palet dan kayu. Namun, ia mengatakan, masih banyak yang menggunakan sampah plastik, karet, sandal, sepatu, dan lainnya.

 

Riset IPEN

Penelitian IPEN ini melibatkan sejumlah LSM di 14 negara, yang dalam banyak kasus negara-negara itu menerima sampah plastik dari luar negeri. LSM itu mengumpulkan telur ayam kampung di sekitar tempat dan fasilitas pembuangan sampah plastik.

Lokasi pengumpulan telur termasuk tempat pembuangan sampah plastik dan elektronik dan tempat pembuangan sampah dengan jumlah sampah plastik yang signifikan. Ada juga pabrik daur ulang dan fasilitas pemusnahan sampah yang menangani sejumlah besar sampah plastik fasilitas pembakaran sampah serta pengolahan sampah menjadi energi (waste-to-energy).

Telur-telur ini kemudian dianalisis untuk diukur ada atau tidaknya kontaminasi dioksin. Dioksin adalah produk sampingan yang sangat beracun dari hasil pembakaran terbuka, daur ulang sampah, produksi bahan kimia, dan teknologi insinerasi atau pembakaran sampah.

Selain itu, telur dianalisis untuk bahan kimia beracun lainnya yang dikenal sebagai “bahan kimia organik persisten” (POPs) yang telah dilarang atau sedang dalam proses dilarang secara global melalui Konvensi Stockholm. Sejumlah kecil aditif kimia plastik dan emisi produk sampingan ini dinilai dapat menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan, reproduksi, kanker, gangguan fungsi otak, dan keterlambatan perkembangan manusia.

“Laporan ini menegaskan bahwa kerugian yang disebabkan oleh ekspor limbah plastik tidak terbatas pada sampah dan polusi yang terlihat, tetapi beresiko membahayakan kesehatan manusia yang disebabkan oleh kontaminasi rantai makanan di negara-negara pengimpor,” ujar Lee Bell, Penasihat Kebijakan POPs IPEN, dikutip dari siaran pers.

Lebih lanjut, laporan tersebut juga menemukan bahwa tingkat dioksin dan PCBs dalam telur di beberapa lokasi sangat tinggi. Sehingga penduduk tidak dapat memakan satu telur pun tanpa melebihi batas aman untuk bahan kimia ini sebagaimana yang ditetapkan di Uni Eropa.

Di beberapa lokasi, telur melebihi batas aman hingga sepuluh 
kali lipat. Untuk dioksin yang dikombinasikan dengan PCBs, yang sama beracunnya dengan dioksin yang lain (diukur sebagai kombinasi) melebihi batas UE sebesar 5 pg WHO TEQ per gram3.

perlu dibaca : Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya!

 

Ilustrasi. Telur yang mengandung dioksin yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Foto : shutterstock

 

Tingkat bahan berbahaya PBDE maksimum dalam sampel telur ini sebanding dengan tempat sampah elektronik yang paling terkontaminasi di dunia yaitu di Guiyu, Cina. 
Di satu lokasi di Indonesia, tingkat dioksin dalam telur berada pada tingkat yang sama dengan sampel telur di bekas pangkalan Angkatan Udara AS di Vietnam yang terkontaminasi oleh Agen Oranye, senjata kimia yang terkenal saat Perang Vietnam.

Tingkat POPs yang sangat tinggi terdeteksi di lokasi dimana plastik dan sampah elektronik dicampur dan kemudian dibuang dan/atau dibakar untuk memulihkan logam. Laporan ini menegaskan bahwa pembakaran campuran semacam ini sangat terkontaminasi polybrominated diphenylethers (PBDEs), polychlorinated biphenyls (PCBs), & short-chained chlorinated paraffins (SCCPs).

Salah satu penulis laporan yang juga Direktur Program Racun dan Limbah Arnika, Jindrich Petrlik, mengatakan bahwa beberapa telur yang berada di sekitar tempat pembuangan sampah di Pugu Kinyamwezi, Tanzania, sudah terpapar dan terkontaminasi dioksin. “Memakan setengah telur dari Pugu Kinyamwezi akan melebihi batas asupan harian yang dapat ditoleransi Otoritas Keamanan Pangan Eropa sebesar 7,5 kali. Ini sangat tidak masuk akal bahwa orang-orang terpapar pada tingkat kontaminasi berbahaya seperti itu,” ujarnya.

Petrlik menambahkan, dioksin dan POPs lainnya tetap berada di tanah selama beberapa dekade atau bahkan berabad-abad. Menciptakan kumpulan kontaminan yang sangat beracun yang meracuni rantai makanan sekarang dan akan terus berlanjut untuk waktu yang lama di masa depan.

Laporan tersebut merekomendasikan kontrol global terhadap bahan kimia berbahaya dalam plastik dan diakhirinya ekspor limbah plastik. Ini juga meminta industri untuk berinvestasi dalam alternatif plastik yang aman, menghilangkan aditif kimia beracun untuk plastik, dan menciptakan sistem lingkaran tertutup yang tidak menghasilkan limbah beracun.

penting dibaca : Bagaimana Impor Sampah Indonesia Pasca Konvensi Basel?

 

Satu kontainer berisi sampah plastik impor siap dikembalikan ke negara asal. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Co-Founder dan Penasihat Senior Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati, mengatakan tak hanya masalah sampah domestik yang menjadi tantangan, namun juga membanjirnya sampah plastik impor dari berbagai negara.

“Sampel dari Indonesia memiliki beberapa tingkat racun tertinggi yang tercatat dalam penelitian ini. Eksportir tidak jujur dan tidak bertanggung jawab mengekspor sampah plastik ke Indonesia dan negara berkembang lainnya, dengan kedok untuk daur ulang yang belum tentu seluruhnya dimanfaatkan dengan benar,” ujar Yuyun.

Di belahan dunia lainnya yakni Kenya, masalah sampah plastik impor juga menjadi momok. Pusat Keadilan dan Pengembangan Lingkungan, Griffins Ochieng mengatakan, Afrika bukanlah produsen plastik atau kimia utama. Namun, sampah plastik dan kontaminasi tumbuh menyertainya.

Sampel telur dari 14 negara yang dianalisis ini adalah Belarus, Kamerun, Republik Ceko, Gabon, Ghana, Cina, Indonesia, Kazakhstan, Kenya, Meksiko, Filipina, Tanzania, Thailand, dan Uruguay.

Ini disebut riset pertama dari serangkaian laporan IPEN tentang bagaimana bahan kimia yang digunakan oleh industri plastik yang mencemari masyarakat di negara-negara dengan ekonomi berkembang atau ekonomi dalam transisi. Segera akan dirilis, berjudul ‘Bahaya Pengelolaan Sampah Plastik’, yang mendokumentasikan bagaimana sebagian besar klaim daur ulang plastik “ramah lingkungan” adalah penipuan dan kedok untuk praktik yang meracuni negara-negara berpenghasilan rendah.

International Pollutants Elimination Network (IPEN) adalah jaringan lingkungan global yang terdiri dari lebih 600 LSM di 124 negara, bekerja untuk menghilangkan dan mengurangi zat paling berbahaya untuk membentuk masa depan bebas racun bagi semua. Asosiasi Arnika adalah organisasi non-pemerintah Ceko yang didirikan pada tahun 2001.

Hasil penelitian IPEN ini bisa diakses di http://www.ipen.org/PlasticPoison

 

Ecoton meneliti kandungan mikroplastik di saluran pembuangan limbah pabrik daur ulang kertas. Foto : Ecoton

 

Exit mobile version