Mongabay.co.id

Geosite Diabas Penyabung, Daratan Awal Pulau Bangka yang Terancam Rusak

 

 

Pulau Bangka adalah salah satu pulau tertua di Indonesia. Usianya sekitar 289 juta tahun lalu. Daratan awal pembentukan pulau seluas 1,16 juta hektar tersebut berada di Geosite Diabas Penyabung, yang berada di Pantai Jerangkat, Desa Ketap, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat. Namun keberadaan geosite ini terancam rusak. Mengapa?

Berdasarkan Perda [Peraturan Daerah] No.3 Tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil [RZWP3K] Kepulauan Bangka Belitung, Pantai Jerangkat [Geosite Diabas Penyabung] tidak masuk dalam zonasi wisata pantai atau pesisir.

Wilayah pesisir atau pantai di Kabupaten Bangka Barat yang ditetapkan sebagai zonasi wisata di dalam RZWP3K itu antara lain Perairan Pantai Bembang, Perairan Pulau Batu Nunggal, Jebus, Pulau Tenung, Pulau Penaga, Perairan Pantai Batu Rakit, Perairan Batu Ampar, Perairan Pulau Batubangali, Bangau, Batupayung, dan Batukeruntong.

Berikutnya, Batukerak, Mentigi, Timah, Batualoy, Batutenam, Melala, Pantai Teluk Limau, Pala, Siangau, Perairan Pulau Kelapa, Perairan Pantai Air Mas dan Perairan Pantai Rambat, Perairan Teluk Kampa dan Perairan Pantai Tungau, Perairan Teluk Kampa, Perairan Tanjung Resang, serta Tanjung Nyiur.

“Jika dijadikan zonasi wisata pantai atau pesisir, tentunya dapat dilindungi oleh kegiatan atau program wisata,” kata Ardianeka, geologis dan pegiat lingkungan, kepada Mongabay Indonesia di Pantai Jerangkat, Jumat [25/6/2021].

“Jadi, saat ini dibutuhkan landasan hukum guna melindungi bukti penting sejarah pembentukan Pulau Bangka ini,” lanjutnya.

Geosite Diabas Penyabung berada di kaki Bukit Penyabung yang berbatasan dengan pesisir utara Pulau Bangka. Diperkirakan, terbentuk pada Zaman Paleozoikum atau kehidupan tua [541-252,17 juta tahun lalu] dari Periode Karbon dan Permian. Pada zaman ini mulai ada kehidupan berupa mikroorganisme, meskipun kondisi bumi masih belum stabil, curah hujan yang tinggi, dan iklim tidak stabil atau berubah-ubah.

“Setelah Diabas Penyabung, pembentukan Pulau Bangka selanjutnya adanya intrusi batu granit di Teluk Kelabat,” ujar Ardianeka.

Baca: Geopark Gunung Permisan Bangka dan Jejak Manusia Austronesia

 

Geosite Diabas Penyabung berada di kaki Bukit Penyabung di Pantai Jerangkat, Desa Ketap, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Rosmala Sukirman, Ketua TP PKK Kabupaten Bangka Barat, menilai Geosite Diabas Penyabung sangat penting bagi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung dan Indonesia. “Ini bukti sejarah terbentuknya Pulau Bangka, salah satu pulau tertua di Indonesia,” katanya.

Menurut dia, keberadaan Geosite Diabas Penyabung harus dilindungi, dengan cara dimanfaatkan sebagai objek wisata pendidikan. “Mereka yang berwisata ke Pantai Jerangkat, selain menikmati pantai, laut, mangrove yang masih lestari, juga menikmati keindahan batuan diabas dan batuan tua lainnya. Belajar mengenal dan memahami bagaimana awalnya Pulau Bangka terbentuk.”

Di sisi lain, kata Rosmala, Pantai Jerangkat yang sudah menjadi kunjungan wisatawan lokal harus ditata, terutama soal sampah. Baik sampah yang dibawa wisatawan maupun sampah-sampah yang dibawa gelombang laut ke pantai.

“Selain itu, para wisatawan, pengelola wisata, atau masyarakat di sekitar Pantai Jerangkat harus terus menjaga lingkungannya. Batuan diabas ini dijaga, jangan dirusak atau dicuri,” ujar Rosmala.

Baca juga: Hutan Wisata Pendidikan Itu Bernama Geosite Bukit Penyabung

 

Pada Geosite Diabas Penyabung ini awal terbentuknya Pulau Bangka, Zaman Paleozoikum atau kehidupan tua [541-252,17 juta tahun lalu]. Foto Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Misteri Diabas Pelangas

Keberadaan diabas di antara batuan granit di Pantai Jerangkat merupakan satu misteri di dunia geologi. Mengapa?

“Di Kepulauan Bangka Belitung, batuan diabas ini hanya ditemukan di Pantai Jerangkat. Tidak ditemukan di wilayah lainnya,” lanjut Ardianeka.

“Seharusnya diabas ini tidak boleh muncul di Pulau Bangka. Sebab Pulau Bangka sifatnya asam, proses terbentuknya intrusi. Cuma, tiba-tiba muncul dike, sementara dike ini kan sifatnya basah, dan seharusnya ditemukan di daerah vulkanik. Daerah gunung api.”

Dike terbentuk dari magmatik atau sedimen. Dike yang magmatik terbentuk ketika magma mengintrusi ke celah batuan yang sudah ada. Mengkristal sebagai intrusi lembar, baik memotong seluruhnya atau lapisan batuan. Sementara dike klastik terbentuk ketika sedimen mengisi rekahan batuan yang sebelumnya sudah ada.

 

Adanya batuan diabas di Pantai Jerangkat adalah misteri. Diabas biasanya muncul di daerah vulkanik, sementara Pulau Bangka terbentuk bukan karena vulkanik. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Sementara di Pantai Jerangkat terjadi proses penerobosan batuan berulang kali. Dari metamorf diterobos granit, granit diterobos diabas, diabas diterobos granit, granit diterobos granit.

“Ini sebuah misteri, sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan keberadaan diabas di Pantai Jerangkat ini oleh para geologis,” katanya.

Terkait batuan mineral di Kepulauan Bangka Belitung, Rosmala Sukirman mengharapkan Universitas Bangka Belitung, membuka jurusan teknik geologi [Fakultas Teknik]. “Kepulauan Bangka Belitung merupakan pulau yang kaya beragam batuan. Sudah sewajarnya jika UBB melahirkan banyak ahli teknik geologi, sehingga bermanfaat secara lestari.”

 

Mangrove di Pantai Jerangkat relatif terjaga, meskipun sebagian besar Hutan Lindung Pantai Jebu Bembang dirambah penambangan timah liar. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Ancaman

Jalan menuju Pantai Jerangkat dari jalan utama Desa Ketap, kondisinya sangat buruk. Jalan tanah yang dipenuhi lubang dan digenangi lumpur. Sementara di kanan-kiri dipenuhi perkebunan sawit.

Meskipun jalan rusak, terlihat banyak warga melintas menggunakan sepeda motor. Sebagian besar membawa jerigen BBM [Bahan Bakar Minyak].

“Mereka beli minyak [BBM] ke dusun,” kata seorang warga. “Mereka pekerja tambang ilegal di dalam hutan. Umumnya dari Palembang [Sumatera Selatan],” lanjut warga yang tidak ingin disebutkan namanya.

 

Lubang bekas tambang ini berada tidak jauh dari Pantai Jerangkat, Desa Ketap, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Mongabay Indonesia coba mengecek di google map, ternyata terlihat sebuah area terbuka berwarna putih, tidak jauh dari kawasan mangrove [hutan lindung] Pantai Jerangkat. Dikutip dari sekilasindonesia.id, tambang ilegal tersebut berada di Hutan Lindung Pantai Jebu Bembang. Di tepi jalan juga terlihat lubang menganga yang menyerupai danau, yang merupakan eks penambangan timah.

Bahkan, sebuah kebun palawija warga persis di belakang plang larangan KLHK [Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan] tentang larangan illegal mining, illegal loging, dan illegal farming.

Di Pantai Jerangkat, ke arah Timur Laut terlihat beberapa kapal tampak menambang timah di laut. Sementara dari arah Bukit Pelangas terdengar suara chainsaw dari dalam hutan. Tidak berapa lama keluar sejumlah orang sambil membawa kayu yang sudah dipotong.

 

Sebuah kebun palawija berada di belakang plang larangan Hutan Lindung Pantai Jebu Bembang. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Erdani, pegiat lingkungan dari Kabupaten Bangka Barat mengatakan, masyarakat di Bangka Barat, khususnya sekitar Pantai Jerangkat, harus melindungi alam yang masih bagus di sini. Bukan hanya pantai, batuan, juga hutannya.

“Jika rusak, bukan tidak mungkin lima tahun ke depan semuanya habis. Masyarakat tidak mendapat apa-apa lagi,” jelasnya.

Erdani yang dikenal sebagai ahli obat-obatan tradisional [herbal] dan anggrek, menjelaskan jika hutan habis maka akan hilang berbagai sumber obat-obatan. “Hampir semua tanaman [di hutan] di Pulau Bangka ini dapat dijadikan bahan obat-obatan. Tidak ada alasan untuk tidak menjaga Pantai Jerangkat dan hutan sekitarnya,” paparnya.

 

 

Exit mobile version