Mongabay.co.id

Foto: Mangrove dan Fakta Pentingnya Bagi Hidup Orang Aru

Pada tanggal 26 Juli 2021, semua orang merayakan hari hutan mangrove sedunia. Momentum tersebut upaya mengingatkan kembali akan pentingnya keberadaan hutan mangrove agar perlu dijaga dan tetap dilestarikan.

Segudang peran dan manfaat hutan mangrove telah banyak diungkap dari berbagai hasil penelitian. Hematnya, hutan mangrove adalah penjaga keseimbangan bagi alam dan manusia.

Begitu pula bagi masyarakat di Kepulauan Aru, Maluku. Ekosistem mangrove telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Hampir sebagian besar wilayah pesisir kepulauan ini berupa ekosistem mangrove. Tercatat luasan mangrove di Kepulauan Aru mencapai 156.524 hektar (KLHK, 2018).

Lebih dari itu, hutan mangrove telah menjadi ruang hidup dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. berikut penjelasannya :

 

Tutupan hutan mangrove di Aru tampak dari udara. Dok: FWI, 2021

 

Benteng Alami dari Ancaman Abrasi dan Intrusi Air Laut

Secara umum kondisi geografis wilayah Kepulauan Aru merupakan pulau-pulau kecil. Teridentifikasi  ada sekitar 832 pulau (FWI, 2018) di kepulauan Aru ini. Hanya satu pulau yang termasuk kedalam kategori pulau besar jika mengacu pada UU Nomor 1/2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Amat menarik, jika pulau-pulau tersebut hanya dipisahkan oleh selat-selat kecil pasang surut yang terkadang disalahartikan sebagai sungai. Mangrove tumbuh mengelilingi pulau menjadi ekosistem transisi antara laut dengan ekosistem hutan di daratannya.

Keberadaan ekosistem mangrove di Kepulauan Aru memiliki peranan penting dalam menahan laju abrasi dan mencegah terjadinya intrusi air laut. Terlebih kondisi kepulauan Aru berupa pulau-pulau kecil sangat rentan terdampak ancaman dari perubahan iklim global.

Lebih dari itu daratan Kepulauan Aru tidak memiliki ketinggian yang cukup tinggi hanya sekitar 30-250 mdpl. Ketersediaan sumber air tawar menjadi penentu bagi keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.

Mangrove menjadi benteng alami (natural barrier) pemecah gelombang sekaligus menahan air laut masuk ke daratan lewat substrat-substrat yang dihasilkannya agar tidak terjadi intrusi.

Baca juga: Apakah Mangrove si Penyerap Karbon Bisa Tergantikan Teknologi?

 

Buah tongki (Bruguiera gymnorrizha), salah satu jenis mangrove di Aru. Foto:  Aziz F Jaya, 2021

 

Sumber Ekonomi Masyarakat

Dalam melangsungkan kehidupannya, masyarakat Aru masih sangat bergantung pada hasil alam. kehidupan masyarakat Aru dalam memanfaatkan hasil alamnya sangat dipengaruhi oleh musim. Hutan menjadi mencari dikala laut sedang bergelombang tinggi selama satu musim, begitu sebaliknya laut menjadi tempat menangkap selama satu musim lainnya.

Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan saja, beberapa jenis menjadi komoditas penting dalam menunjang ekonomi masyarakatnya.

Kepiting bakau (Scyla serrata) salah satunya. Selain dikonsumsi sendiri, krustasea yang memiliki nama lokal Karaka ini, menjadi salah satu sumber ekonomi utama bagi sebagian besar masyarakat Aru. kepiting bakau hidup di ekosistem mangrove.

Masyarakat menangkap kepiting menggunakan bubu dan mengumpulkannya untuk kemudian diperjual belikan.

Hutan Mangrove di kepulauan Aru memiliki potensi kepiting bakau yang besar dan melimpah. Contohnya di Lorang, Aru Tengah dari satu ekor kepiting yang tertangkap bobotnya bisa mencapai 1-2 kilogram atau hampir dua kali ukuran telapak kaki orang dewasa.

Dalam seminggu masyarakat di Lorang mampu menangkap dan mengumpulkan sekitar 7-10 ekor kepiting. Jika harga kepiting senilai 150 ribu rupiah/kilogram, maka setiap pencari kepiting di daerah ini akan mampu mendapatkan penghasilan sekitar 1-1,5 juta per minggunya.

Adapula aktivitas ekonomi masyarakat lainnya seperti menjaring udang, memancing ikan demersal, budidaya rumput laut dan sebagainya juga dilakukan disekitar ekosistem mangrove.

Baca juga: Karst dan Gua-Gua Alam, Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui

 

Aktivitas masyarakat Lorang Aru Tengah yang sedang menyortir kepiting sebelum dijual. Foto: Aziz F. Jaya, 2021

 

Penyedia Ragam Pangan

Tidak hanya kepiting bakau, beberapa jenis mangrove juga dimanfaatkan sebagai sumber pangan oleh masyarakat Aru. Yengar adalah masakan tradisional yang berbahan dasar dari buah Tongki (Mangrove jenis Bruguiera gymnorrizha).

Untuk membuat masakan Yengar, buah Tongki harus diolah terlebih dahulu. Dari mulai direbus untuk memudahkan mengupas kulitnya. Kemudian dipotong kecil dan dijemur. Setelah itu direbus kembali hingga lunak, lalu dicampur parutan kelapa dan gula. Barulah masakan Yengar siap untuk disajikan.

Lain hal dengan Tambelo (Bactronophorus thoracites) sejenis cacing yang hidup dibatang kayu membusuk. Tambelo juga hidup di mangrove dan masyarakat Aru biasa memanfaatkannya sebagai pangan camilan.

Cacing Tambelo memiliki warna putih pucat  dan ukurannya lebih besar ketimbang cacing tanah. Pemanfaatan Tambelo untuk pangan diolah dengan cara memotong kepalanya dan membuang kotoran di perutnya. Kemudian dicuci dengan air. Setelah itu baru dimakan mentah dengan perasan jeruk lemon.

Baca juga:  Upaya Memulihkan Ekosistem Mangrove yang Kritis

 

Ekosistem mangrove di Aru Tengah yang menjadi habitat kepiting bakau. Foto: Aziz F. Jaya, 2021

 

Keragaman Hayati dan Rumah Biota Laut

Di Kepulauan Aru terdapat dua tipe ekosistem mangrove yaitu mangrove pesisir (fringing mangrove) dan mangrove yang mendominasi sungai/ selat (rivering mangrove). Keanekaragaman hayati ekosistem mangrove di Kepulauan Aru terbilang tinggi.

Tercatat ada sekitar 11 family dengan 25 spesies mangrove sejati yang telah teridentifikasi (Yayasan Blue Forest, 2019). Adapun spesies yang mendominasi adalah mangrove jenis Rhizophoraceae yang tumbuh pada kondisi air tergenang pasang surut.

Lebih lanjut keberadaan ekosistem mangrove juga menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi para biota laut seperti ikan, udang dan kepiting. Lingkungan perairan yang tenang, perakarannya unik dan kaya nutrien organik menjadi tempat memijah (spawning ground), asuhan (nursery ground) dan mencari makanan biota lautnya.

Beberapa jenis ikan seperti Kerapu, Kakap, Samandar (rabbit fish) juga ditangkap di sekitar ekosistem mangrove oleh masyarakat Aru. ikan-ikan tersebut juga menjadi komoditas untuk diperjual belikan.

Baca juga:  Pekerjaan Rumah Mengelola Mangrove Nusantara

 

Beragam jenis ikan yang diperoleh dari sekitar hutan mangrove. Foto: Aziz F. Jaya, 2021

 

Masih banyak lagi peran dan manfaat mangrove bagi kehidupan masyarakat Kepulauan Aru. dari beberapa penjelasan diatas setidaknya menegaskan bahwa kehidupan masyarakat Kepulauan Aru tidak bisa terlepas dari keberadaan ekosistem mangrove.

Begitu pula sebaliknya, Ekosistem mangrove perlu dijaga dan dilestarikan agar tetap memberikan banyak manfaat bagi masyarakatnya. Sehingga antara keduanya membentuk hubungan alam dan manusia yang seimbang dan berkelanjutan.

Lebih lanjut dalam menentukan rencana pembangunan kedepan, pemerintah daerah sudah seharusnya mempertimbangkan hal seperti ini. terlebih kondisi Kepulauan Aru yang sangat rentan terdampak oleh perubahan iklim.

Orientasi pembangunan yang mengkonversi lahan bukan lagi menjadi pilihan. Tetapi memanfaatkan potensi alam yang ada dan mempertimbangkan hak-hak masyarakatnya akan lebih membawa manfaat bagi semua orang termasuk lingkungan sekitarnya.

 

*  Aziz Fardhani Jaya, penulis adalah pegiat di Forest Watch Indonesia, tertarik isu Ekologi Pulau-Pulau Kecil, Kepulauan Aru.

 

 

 

Exit mobile version