Mongabay.co.id

Fenomena Mati Masal Ikan Mujair di Danau Batur

 

Panorama Gunung dan Danau Batur yang terbentuk dari kaldera purba terlihat baik-baik saja dari Panelokan, area sightseeing dari area atas jalan raya Kabupaten Bangli, Bali. Ratusan kotak keramba ikan juga masih terlihat ada dari kejauhan.

Kendaraan dipacu perlahan ke arah bawah, untuk mendekati pinggiran danau. Jalan raya berkelok-kelok tajam dan menurun terjal memaksa kendaraan dipacu perlahan. Kabut masih sangat pekat pada Minggu (31/07/2021) lalu. Matahari yang sudah tinggi diselimuti kabut. Cahayanya tak mampu menerobos untuk menghangatkan badan.

Saat kendaraan mendekat, sekitar beberapa meter dari pinggiran danau, barulah terlihat keanehannya. Air danau terlihat biru muda yang pucat karena di beberapa bagian dominan warna putih. Terlihat indah namun tanda bencana bagi mahluk air di dalamnya.

Sebagian keramba budidaya yang berisi ikan mujair ini terlihat sunyi. Biasanya pagi hari pengelola keramba sibuk memeriksa ikan, beri pakan, atau panen. Mujair (Oreochromis mossambicus) disebut ditemukan oleh Pak Mujair di muara Sungai Serang pantai selatan Blitar, Jawa Timur pada 1939.

Di sisi timur danau, akhirnya terlihat ribuan ikan mati terdampar di pinggiran danau. Bagian tubuh ikan masih nampak utuh, kemungkinan baru mati 1-2 hari ini. Belum meruapkan bau anyir ikan membusuk. Dilihat dari ukurannya, sudah sebesar telapak tangan.

Seorang pria, warga Kintamani tiba-tiba mengehentikan kendaraannya di dekat saya yang sedang mengambil foto. “Ikan-ikan itu beracun. Inilah akibat keramba yang tidak terkontrol,” sebutnya pria yang menyebut namanya Gede Darmaya.

Tanpa basa-basi ia bercerita masa kecilnya yang indah saat danau masih terjaga, bersih, airnya bening, dan sempadan danau seperti pantai. “Saya tumbuh dewasa karena minum air danau ini, sekarang saya tidak berani minum air danau lagi,” sahutnya.

Inilah peristiwa yang paling ditakutkan pengelola atau pemilik keramba. Ikan siap panen mati massal. Biasanya tak ada ikan yang selamat. Ikan Mujair yang menjadi ikon Kabupaten Bangli, salah satu menu favorit dan olahannya dijual hampir setiap warung dan restoran di Kintamani.

baca : Misteri Mati Massal Ikan Keramba Danau Batur Akhirnya Terpecahkan

 

Ribuan ikan mati sudah membusuk di Danau Batur, Bangli, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Penyesalan ini disampaikan Wayan Darmaja, peternak muda budidaya ikan keramba di Danau Batur. Saat itu ia dan sesama anggota Kelompok Mina Asih lain sedang mengumpulkan sekitar 20 ton ikannya yang mati massal dalam waktu bersamaan.

“Hancur lebur. Jebol, semua mati,” keluhnya.

Kelompoknya, sekitar 5 KK mengelola sekitar 200 kotak keramba. Per lubang berisi sedikitnya 200 kg ikan mujair atau sekitar 1000 ekor. Darmaja menyebut kematian ikan sudah terjadi 2 pekan ini. Bergantian dari satu keramba ke keramba lain.

Mereka sedang mengumpulkan semua ikan mati ke dalam satu kotak keramba. “Isinya dijadikan satu kotak, dibiarkan 3 minggu, tulangnya nanti dikubur,” lanjut Wintari, peternak lain.

Darmaja meyakini, ribuan ikannya mati karena belerang. “Cuaca terlalu dingin belerang meledak,” katanya. Walau kematian massal ini sering terjadi, tapi menurutnya tahun ini paling parah. Karena terjadi di seluruh keramba. Tahun sebelumnya, hanya terjadi di beberapa keramba. Kematian ikan juga menurutnya terjadi saat musim hujan, tapi jumlah yang mati bisa dihitung tangan.

Ia menampik ada pengaruh endapan pakan ikan dan kotorannya yang juga bisa menghasilkan zat beracun dan berdampak pada kematian ikan. Ia mengaku belum pernah mendapat sosialisasi terkait ini.

Darmaja mengatakan sulit mencegah kematian ikan karena setiap pembesaran benih akan dipanen 3 kali karena ukurannya berbeda. Jadi, keramba terus berjalan dengan cara penyortiran saat para pengepul tiba. Benih terus ditambah.

Menjadi peternak ikan di keramba menurutnya tumpuan penghasilan utamanya, karena menghasilkan lebih banyak dibanding hasil ladang berisi sayur. “Lebih menghasilkan dari keramba. Pemeliharaan lebih ringan, tidak perlu cangkul, hanya beri ikan dan sortir. Tidak bisa hanya kebun,” sebut Darmaja.

Harganya cukup bagus, sekitar Rp28 ribu per kg, biasanya berisi 3-4 ekor ikan. Ia sendiri melanjutkan usaha bapaknya sejak kelas 3 SLTA, dan kini serius mengembangkan kerambanya sampai bertambah banyak. Ia fasih menyebut aneka jenis pakan ikan dari benih, berusia di bawah dan di atas 3 bulan, dan jelang panen.

Darmaja juga pernah memberi pakan organik yakni cacahan singkong pada kerambanya berisi karper dan nila. Namun pertumbuhannya disebut lambat, sehingga beralih ke pakan pabrikan.

baca juga : Begini Harapan Pembudidaya Setelah Kematian Ikan Massal di Danau Batur

 

Ribuan ikan mati menepi di pinggir danau Batur, Bangli, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Pada sasih (bulan) lebih dingin, sedikitnya ratusan ribu ikan mati dan mengambang dalam waktu hampir bersamaan. Perubahan massa air membuat belerang dan amonium residu pakan ikan naik ke permukaan. Air danau berubah keputihan. Amonium jadi racun dan belerang ikat oksigen sehingga ikan-ikan sumber pangan ini keracunan dan tidak bisa bernafas. Mati dalam semalam. Tidak serempak, tergantung suhu tiap keramba.

Gede Raka Angga Kartika dari Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana yang pernah meneliti keramba jaring apung (KJA) di Danau Batur mengatakan bisa memprediksi kembalinya peristiwa kematian massal ini.

“Bisa disebut siklus tahunan, tergantung suhu berubah drastis dan angin. Namun kadang belum bisa dipercaya masyarakat,” katanya dikonfirmasi Selasa (3/08/2021).

Pada 2019, ia dan rekan peneliti lain pernah buat demplot keramba dan menebar benih menghindari Juni-Agustus, dan berhasil panen. Namun pada 2021 ini kejadian kematian lebih masif masih terjadi.

Pihak pemerintah daerah menurutnya bisa mengingatkan petani. Apalagi bisa diprediksi dari tren suhu dan citra satelit untuk mericek perubahan suhu drastis di air danau.

Peristiwa kematian ikan kerap terjadi pada suhu terdingin akhir Juni-Juli, kadang Februari-Maret di musim penghujan. Untuk memastikan dominasi penyebab kematiannya apakah belerang atau amoniak dari endapan pakan dan kotoran ikan, belum bisa dipastikan karena harus dilakukan riset. Belerang mengikat oksigen, jika ikan megap-megap di permukaan, indikasi kekurangan oksigen. Sedangkan amoniak memuat keracunan. Mengukur belerang menurutnya sulit karena mudah menguap.

baca juga : Begini Menelusuri Ikan Hasil Budidaya di Meja Makanmu

 

Ribuan ikan mati di dalam keramba jaring apung di danau Batur, Bangli, Bali Foto : Gede Darmaja

 

 

Rekomendasi untuk peternak

Riset itu dipublikasikan akhir 2017 berjudul “Kajian Daya Dukung dan Zonasi Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Batur, Kabupaten Bangli” kerjasama dengan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangli. Tim peneliti adalah ketua Prof I Wayan Arthana, beranggotakan Dr. Gde Astawa Karang, Dr. Pande Gde sasmita J, Gde Raka Angga K, MP dan Made Ayu Pratiwi, M.Si.

Danau Batur adalah kaldera gunung Batur yang meletus di masa lalu. Karena itu kadar belerang masih ada. Risiko bertambah karena penumpukan residu pakan ternak bercampur feses ikan. Residu ini terus tertimbun didasar danau tak terurai, karena tak difilter.

Peneliti memberikan sejumlah rekomendasi. Misalnya desain keramba apung ramah lingkungan untuk mengurangi timbunan ammonia, dengan menggunakan filter agar sisa pakan dan kotoran ikan tak jadi sedimentasi dan mudah dibersihkan. Kemudian mengatur letak keramba agar lebih estetis menggunakan materi alami dan sekelilingnya diisi tanaman air yang bisa mengurangi cemaran.

Tentang ikan mati, jika sudah fase membusuk diharapkan tak dimakan walau zat-zat racun itu hanya membunuh ikan. Kondisi tanpa oksigen di perairan danau sudah terjadi pada kedalaman rata-rata 5 meter dari permukaan danau, jadi pertimbangan dalam menentukan ukuran kedalaman jaring KJA adalah kurang dari itu.

Pengamatan parameter kualitas air dilakukan di 4 lokasi pemanfaatan perairan dekat buangan limbah pariwisata, pertanian, pemukiman dan keramba jaring apung (KJA). Variable kualitas air yang diamati yaitu amonimum, nitrit, sulfida, sulfat, dan phospat. Hasil pengukuran dibandingan dengan baku mutu standar perairan Kelas II (PP No.82/2001 dan Pergub Bali No. 8/2007). Hasilnya, nilai kandungan nitrit, sulfida dan sulfat sudah melebihi ambang baku batas diperbolehkan, hanya nilai kandungan phospat masih di bawah ambang baku mutu. Hal ini mengindikasikan kandungan phospat di Danau Batur masih berada pada batas aman dan belum memberikan dampak negatif terhadap kualitas air.

baca juga : Menikmati Danau Batur Bergaya Kemping Indian di Njung

 

Panorama Danau Batur, Bangli, Bali dengan warna airnya yang telah berubah. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Penelitian ini menyimpulkan area KJA ideal seluas 1% atau seluas 16,075 Ha. Jika diperkirakan jumlah maksimal lubang KJA 4×4 meter persegi sebanyak 10.047 lubang. Berdasarkan observasi di lapangan dengan penyuluh perikanan Kabupaten Bangli serta perwakilan pembudidaya KJA di Danau Batur, jumlah KJA yang terdapat di perairan Danau Batur sebanyak 10.265 lubang KJA

Kontaminasi bahan pencemar yang berasal dari aktivitas, pertanian, perikanan, maupun kegiatan rumah tangga disebutkan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang signifikan pada danau. Terdapat 7 jenis ikan di Danau Batur yakni Mujair, Nila, Louhan, Gabus, Wader, Lele, dan Tawes. Namun berdasar survei hasil tangkapan pada 22 nelayan di Danau Batur hanya ditemukan 4 jenis ikan hasil tangkapan, yakni Nila, Nila Kuning, Mujair, dan Tawes.

Sejumlah rekomendasi peneliti untuk budidaya yang lebih aman, kedalaman jaring KJA sebaiknya dibuat lebih pendek dari 5 meter yaitu 3,5 meter untuk menghindarkan ikan kekurangan oksigen. Selain itu dilengkapi jaring halus bagian bawahnya untuk menampung sisa pakan, feses ikan maupun ikan mati sehingga bisa meminimalisir tambahan materi organik pada dasar perairan danau.

Selanjutnya untuk mengurangi polutan, pada masing-masing unit KJA dirancang dengan tanaman menggunakan sistem akuaponik. Tanaman yang ditumbuhkan bisa berupa jenis sayuran ataupun tanaman air lainnya yang berbunga. Tanaman diharapkan memanfaatkan nitrat sebagai nutrien, sehingga keadaan tanpa oksigen bisa diperkecil dan pertumbuhan ikan lebih maksimal.

Setiap pemilik KJA diharap melakukan pengukuran rutin suhu permukaan air di KJA terutama pada bulan Februari, Juni, Juli, dan Agustus. Untuk mendapatkan peringatan dini kemungkinan terjadinya pembalikan massa air danau (overturn) terutama ketika suhu permukaan danau sudah mendekati suhu 23 derajat celcius.

Selain itu perlu pengaturan jadwal penebaran ikan antar kelompok untuk menghindari panen bersama dan kebutuhan benih dalam jumlah banyak dan waktu yang bersamaan. Jenis-jenis spesies ikan yang populasinya sudah sedikit tetapi sangat berperan menjaga ekosistem Danau Batur yaitu jenis wader (Rasbora sp) dan gabus (Channa sp) sebaiknya tidak ditangkap karena jumlahnya sedikit dan sulit restocking.

 

Exit mobile version