Mongabay.co.id

Kala Presiden Janji Selesaikan Masalah Hutan Adat di Kawasan Danau Toba

Kondisi hutan di sekitar Kawasan Danau Toba, terus tergerus. Foto: Koalisi Tutup TPL

 

 

 

“Iya ini, mohon maaf karena pandemic tak bisa menerima semuanya. Tapi tadi saya sudah sampaikan ke Pak Togu. Limabelas hutan adat akan saya selesaikan bulan ini.” Begitu percakapan Presiden Joko Widodo via telepon dengan tim 11 yang tak bisa hadir menemui presiden seperti terlihat dalam laman Facebook, Jokowi.

Mengingat pandemi COVID-19, Togu Simorangkir, mewakili Tim 11 yang bertemu presiden pada 6 Agustus 2021.

Dalam percakapan itu, Jokowi menyatakan, akan memberikan penetapan hutan adat kepada masyarakat sekitar Danau Toba, tinggal 15 lokasi sekitar 14.000 hektar. “Tadi yang lima sudah jadi, sudah saya tunjukkan ke Pak Togu. Kemudian, yang 15 saya selesaikan dalam bulan ini. Ya…,” katanya.

Sebelum itu, Togu Simorangkir, inisiator TIM 11 Ajak Tutup Toba Pulp Lestari (TPL) akhirnya bisa bertemu dengan presiden di Istana Negara, setelah sembilan hari menanti.

PT TPL, adalah perusahaan perkebunan kayu, yang memiliki konsesi ratusan ribu hektar mencakup beberapa kabupaten di Sumatera Utara.

Pertemuan ini jadi puncak aksi mereka jalan kaki Balige-Jakarta menyampaikan aspirasi pada Orang Nomor 1 Indonesia itu.

TIM 11 merupakan kepanjangan dari ‘Tulus, Ikhlas, Miitan’ 11 orang. Mereka aksi jalan kaki sebagai bentuk penyadaran pada masyarakat bahwa kawasan Danau Toba sedang tidak baik-baik saja.

“Akhirnya, bisa ketemu Bapak Presiden. Karena pandemi, jadi saya yang bisa masuk ke istana,” kata Togu dikutip dari laman Youtube Monitorindonesia.

 

 

Baca juga: Aksi Jalan Kaki dari Sumut ke Jakarta, Demi Kelestarian Danau Toba

 

Dalam video itu terlihat Togu mengenakan ulos yang disampirkan di atas baju batiknya. Saat bertemu presiden, Togu bisa menyampaikan aspirasi, kegelisahan, kesedihan, kemarahan karena Danau Toba rusak.

Dia mengingatkan, pada Presiden bahwa Danau Toba merupakan kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN). “Jadi seharusnya tidak ada aktivitas merusak lingkungan di dalamnya,” katanya.

Dalam kesempatan itu Togu juga menyampaikan dokumen yang berisi kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di Danau Toba, kepada presiden.

Sayangnya, tuntutan Togu dan koalisi Tutup TPL nampaknya masih sulit terakomodir. Menurut Togu, masih ada hal-hal yang perlu dipelajari oleh presiden dan jajaran.

Meskipun demikian, dia puas bisa menyerahkan 69 lembar halaman dokumen tentang apa yang terjadi di Tano Batak dan konflik yang terjadi dengan TPL.

Ada sinyal baik soal jaminan dari presiden akan menyelesaikan sekitar 25.000 hektar lahan yang berurusan dengan masyarakat adat di Danau Toba. “Sudah ada lima SK (surat keputusan) yang jadi. Saya sudah lihat suratnya tadi,” kata Togu.

Togu menyebut, presiden menjamin akan menyelesaikan 10 SK lain yang berkaitan dengan penyelesaian lahan untuk masyarakat adat.

Presiden, kata Togu, berpesan agar masyarakat mulai melakukan penanaman kembali kawasan hutan yang rusak. “Beliau berjanji akan datang November-Desember untuk penanaman bersama masyarakat.”

 

Dokumen: Laporan buat Presiden Joko Widodo

Presiden Joko Widodo, saat berbincang dengan Tim 11 via telepon, 6 Agustus lalu. Foto: dari Facebook Presiden Jokowi

 

 

Buah perjuangan

Perjuangan masyarakat adat terhadap TPL ini sudah dilakukan sejak lama dengan berbagai cara. Dari aksi di lokasi, ke pemerintah daerah maupun pusat. Salah satu di Togu dan TIM 11 ini. Mereka rela berjalan kaki selama 44 hari Balige-Jakarta, hanya untuk menemui presiden.

Salah satu tim 11, Anita Martha Hutagalung, 54, sampai harus menyewa pelatih sebelum aksi ini. Nenek dua cucu ini tak mau ada masalah kesehatan dan jadi batu sandungan dari TIM 11.

“Itu karena anak sulung ku yang bilang ‘mama sudah lebih dari setengah abad, jangan jadi batu sandunga. Mulailah latihan fisik,” kata Oni, sapaan akrabnya seraya tertawa dalam jumpa media daring dengan Tim 11 akhir Juli itu.

Abdon Nababan, Wakil Ketua Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang bertindak sebagai moderator menceritakan sempat kalah langkah dari Oni saat mencoba ikut dalam perjalanan TIM 11.

“Aku beberapa kali suka tertinggal sama Oni, luar biasa!”

Oni pun jadi sosok yang menginspirasi rekan-rekannya yang lain di TIM 11.

“Anak-anak muda jadi lebih bersemangat. Aku selalu katakan di Facebook, ‘apapun yang kalian lakukan, jangan meremehkan diri sendiri.”

 

Baca juga: Mempertahankan Lahan dari PT TPL, Warga Adat Natumingka Luka-luka

 

Berawal dari Facebook

Peran media sosial Facebook, sangat penting dalam perjalanan Tim 11. Tak hanya sebagai media publikasi, tetapi ide aksi jalan kaki ini pun tergulir lewat media sosial ini.

Togu Simorangkir, inisiator aksi jalan kaki Balige-Jakarta ini mengatakan, ide ini tercetus karena ada keterbatasan di tengah pandemi yang melarang demo besar-besaran. Padahal, kasus TPL ini perlu mendapat perhatian serius karena sudah berlangsung sejak 30 tahunan.

Melihat tulisan Togu di Facebook yang berbunyi ‘Seru kali ya kalau jalan kaki dari Sumatera Utara ke Jakarta,’ setelah kasus bentrok masyarakat adat Natumingka dengan TPL 18 Mei 2021 lalu. Oni tanpa pikir panjang langsung mengomentari tulisan Togu. ‘Aku ikut!” kata Oni, kala itu.

Tak lama Togu menghubungi Oni dan menanyakan keseriusan. Mulailah mereka bergerilya menyiapkan perjalanan. Saat itu, baru ada Oni, Togu dan Irwandi Sirait.

Keinginan Oni untuk bergabung didasari kesalutan pada perjuangan orang-orang yang berhasil menutup PT Indorayon– nama lama TPL. Di situ, semua elemen masyarakat bergerak, mulai dari gereja hingga masyarakat umum.

Seiring Indorayon berganti baju jadi TPL, penderitaan warga pun terus berlanjut hingga Oni tergerak ikut perjuangan mereka. Aksi jalan kaki ini, sebagai upaya Oni ikut menyuarakan isu ini.

Kelompok ini mulai ada Christian Gultom, Ewin Hutabarat, Ferry Sihombing, Agustina Pandiangan, Lambok Siregar, Yeman Munthe, Jevri Manik. Ikut pula, Bumi Simorangkir, anak delapan tahun putera Togu.

“Aku hanya kenal baik Bumi dan Togu. Selebihnya, baru kenal baik H-1 keberangkatan,” kata Oni.

Togu menyebut, TIM 11 bukan diisi oleh orang berada. Keberangkatan mereka ke Jakarta, sama sekali tak disponsori siapapun, hanya mengandalkan dana pribadi.

“Aksi ini tidak ada uangnya, kita tidak ada yang bayar, jadi siapa yang siap, ayo kita gas. Maka terkumpullah 11 orang ini,” kata Togu.

Para anggota TIM 11 ini datang dari latar belakang beragam. Mulai petani, penjahit, disabilitas, guru honorer, panalik jagal di lapo, relawan medis, parbengkel, pelayan, tukang jahit hingga sopir.

“Kami jadi satu karena visi untuk kelestarian Danau Toba. Misi kami menaikkan kesadaran Tano Batak tidak dalam keadaan baik-baik saja,” kata Togu.

 

Baca juga: Konflik Lahan dan Kerusakan Lingkungan Terus Terjadi dalam Operasi PT TPL

Tim 11 dalam perjalanan ke Jakarta. Foto: Tim 11

 

***

Berbagai organisasi seperti AMAN, Walhi, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), hingga perwakilan Greenpeace, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia serta Rainforest Action Network, ikut mengapresiasi aksi tim ini.

“Apa yang dilakukan TIM 11 adalah epitome. Lambang dari perjuangan masyarakat adat,” kata Rukka Sombolinggi, Sekjen AMAN.

Dia katakan, membela tanah leluhur adalah tugas paling mulia. Tanah merupakan identitas masyarakat adat.

“TPL adalah simbol dari salah satu perampasan wilayah adat yang terjadi di seluruh nusantara.”

Senada dengan Rukka, Dewi Kartika, Sekjen KPA mengatakan, sudah terlalu banyak kerugian, kekerasan dan kehilangan dialami masyarakat adat dampak konflik agraria pemerintah maupun perusahaan. Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah memperhatikan perjuangan TIM 11 dan Koalisi Ajak Tutup TPL.

“Tanah dan air adalah konstitusi yang diakui dan Undang-undang Pokok Agraria pun sudah mengakui hak atas wilayah adat. Maka tidak ada alasan pemerintah tidak memperhatikan masalah TPL ini,” kata Dewi.

Apalagi, katanya, perubahan identitas Indorayon jadi TPL mengindikasikan ada pengkhianatan terhadap masyarakat Toba. ”KPA berkomitmen gerakan ini jadi satu gerakan reforma agraria, gerakan petani untuk tutup TPL!”

 

Baca juga: Dengarkan Masalah Masyarakat Adat Tano Batak, Menanti Aksi Menteri Siti

Kasi Koalisi Tutup TPL di depan Kantor PT TPL di Medan, Sumatera Utara. Foto: AMAN

 

********

Foto utama: Kondisi hutan yang merupakan hutan adat di sekitar Kawasan Danau Toba, terus tergerus. Foto: Koalisi Tutup TPL

 

Exit mobile version