Mongabay.co.id

Dorong Optimalisasi SKPT Saumlaki, Kehadiran LIN Diharapkan Tidak Meminggirkan Nelayan Lokal

Keberadaan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di Saumlaki, Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, ditargetkan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat setempat. Untuk itu, Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengoptimalkan program maupun penggunaan sarana dan prasarana yang ada di SKPT, agar aktivitas ekonomi berjalan dan tumbuh.

Ihwal ini disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono saat meninjau SKPT Saumlaki, Kamis (17/6/2021).

Trenggono menegaskan, SKPT dimaksudkan untuk mengakselerasi pencapaian kesejahteraan rakyat melalui pembangunan pulau mandiri dan terpadu. SKPT sendiri memiliki tujuan sebagai penumbuh sistem bisnis perikanan, pemenuhan nilai ekspor, peningkatan ekonomi dan pendapatan nelayan, serta peningkatan ekspor perikanan.

Menurut Trenggono, kegiatan ekonomi di Maluku harus digerakkan dan dioptimalkan terus. Untuk diketahui, kata dia, pembangunan SKPT sangat strategis sebagai perwujudan nyata Nawacita ke-3, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

“Sejalan dengan semangat untuk mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat dan berkepentingan nasional,” ujar Menteri Trenggono dalam rilis diterima Mongabay Indonesia.

baca : Fokus Liputan Saumlaki : Di Pulau Matakus, Warga Labuhkan Harapan untuk SKPT Saumlaki (Bagian 3)

 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono saat meninjau SKPT Saumlaki, Kamis (17/6/2021). Foto : KKP

Pusat kegiatan SKPT Saumlaki ini dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ukurlaran. KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) telah memiliki sejumlah program untuk mengoptimalkan keberadaan SKPT Saumlaki. Diantaranya peningkatan produksi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatan dan perbaikan armada penangkapan ikan, perbaikan infrastruktur, dan penguatan pengawasan.

Adapun perkembangan pelaksanaan SKPT Saumlaki di tahun 2021 ini meliputi tahap penyusunan AMDAL, konfirmasi kesesuaian pemanfaatan ruang laut, penyiapan dokumen Wilayah Kerja dan Pengoperasian Pelabuhan Perikanan (WKOPP), lelang konstruksi dan konsultan pengawas, serta operasional Ukurlaran.

Berdasarkan data dari DJPT KKP, Saumlaki memiliki potensi perikanan tangkap mencapai 36.500 ton/tahun. Jenis ikan yang cukup banyak ditemukan di Saumlaki adalah kerapu, kakap merah, tenggiri, udang dan lobster.

Untuk jumlah nelayan di Saumlaki sendiri mencapai 11.292 orang, sedangkan kapal nelayan disana mencapai 6.885 unit yang terdiri dari perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor.

Tata kelola perikanan tangkap menurut Menteri Trenggono ke depannya bertujuan pada peningkatan penerimaan negara, perbaikan infrastruktur perikanan, dan penataan yang baik hingga kesejahteraan bagi para nelayan. Sejalan dengan itu, prinsip keberlanjutan tetap menjadi pegangan. Dia berharap hal tersebut dapat diterapkan di SKPT Saumlaki.

Untuk itu, KKP bergerak cepat dalam mendongkrak produktivitas perikanan tangkap di Saumlaki. Harapannya, potensi perikanan tangkap yang ada di Saumlaki bisa didorong pertumbuhannya sampai 80 persen.

“Hadirnya SKPT Saumlaki, yang merupakan salah satu dari 13 SKPT di seluruh Indonesia, diharapkan bisa terus mendorong kemajuan ekonomi untuk masyarakat lokal,” harapnya.

baca juga : Fokus Liputan : Pesona Saumlaki, Sekaya Laut, Semakmur Darat (Bagian 1)

 

Anak-anak pembudidaya rumput laut di Pulau Yamdena, Maluku Tenggara Barat memilih bermain di dermaga Lermatang saat siang hari. Meski menguntungkan dari rumput laut, karena lokasi, tidak semua anak-anak bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Foto : M Ambari/Mongabay Indonesia

Sementara itu, untuk kegiatan produksi dan pemasaran produk kelautan dan perikanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Pede Batlayeri mengatakan, rumput laut menjadi komoditas terbesar yang diproduksi SKPT Saumlaki.

Yakni sebanyak 45.001 kg sampai dengan bulan Mei 2021, lalu diikuti ikan kakatua beku sebanyak 28.764 kg, dan ikan lalosi sebanyak 27.060 kg. Surabaya menjadi kota tujuan pemasaran terbesar untuk ikan beku dan produk ikan lainnya.

Sedangkan, untuk jenis komoditas ikan hidup didominasi oleh benih kerang mutiara, lalu kepiting bakau, lobster, kerapu, dan kelomang. Adapun kota tujuan pemasaran terbesar untuk komoditas hidup dari Saumlaki ini yaitu Kota Tual, Kota Ambon, DKI Jakarta dan Kota Denpasar.

Target Kawasan Terbesar

Dalam kunjungan ke Provinsi Maluku itu, Sakti Wahyu Trenggono juga mendorong peningkatan produktivitas perikanan tangkap dan budidaya di Kota Tual. Dukungan sarana dan prasana, teknologi, hingga kebijakan akan diberikan untuk mendorong Tual menjadi salah satu kawasan perikanan terbesar di Indonesia, bahkan dunia.

Didampingi Wali Kota Tual Adam Rahayaan dan sejumlah pejabat lingkup KKP, Menteri Trenggono berdialog serta melihat langsung hasil produksi para nelayan dan pembudidaya. Termasuk meninjau kapal-kapal ukuran besar yang sudah lama tidak beroperasi.

“Sesuai yang saya bayangkan, Tual ini bisa menjadi pusat ekonomi, bursa perikanan dunia. Harapan saya begitu. Satu di sini, kemudian di Ambon dan Bitung kita akan hidupkan sektor perikanannya,” ungkapnya.

perlu dibaca : Pusat Ekonomi Baru dari Lumbung Ikan Nasional Maluku

 

Ilustrasi. Ibu-ibu penjual ikan kota Ternate bersiap menjual ikan ke pasar setelah diturunkan dari jeko di Pelabuhan Dufa-dufa, Kota Ternate, Maluku Utara. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

Tual memiliki posisi strategis dalam mendukung program nasional menjadikan Maluku sebagai LIN. Selain sudah ada Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual di bawah naungan KKP, terdapat pelabuhan swasta yang perannya dapat dikolaborasikan untuk melayani kapal-kapal penangkap yang selama ini beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 714 dan 718.

Volume pendaratan ikan di PPN Tual tahun lalu mencapai 2.153 ton dengan nilai produksi Rp31,78 miliar. Sedangkan jumlah kunjungan kapal perikanan dalam setahun lalu hampir 800 kali, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 500an kali.

Untuk mengoptimalkan peran PPN Tual dalam mendorong peningkatan produksi perikanan di Maluku, pihaknya akan melakukan perbaikan dan pembangunan sejumlah fasilitas. Seperti dermaga, kantor pelayanan terpadu, hingga pabrik es. Melalui langkah tersebut, targetnya ekspor perikanan bisa dilakukan langsung dari Tual ke negara tujuan.

Selain sub sektor perikanan tangkap, potensi perikanan budidaya di Kota Tual juga besar. Menurut data pemda, beberapa komoditas budidaya yang saat ini dikembangkan meliputi rumput laut, kerapu, dan terbaru budidaya pembenihan teripang. Untuk volume yang terbesar rumput laut, dimana tahun lalu produksinya mencapai 7.800 ton dalam bentuk rumput laut basah.

Dukungan yang akan diberikan KKP, kata Trenggono, mulai dari pendampingan oleh tim unit pelaksana teknis (UPT) yang ada di Ambon dan Tual, hingga teknologi budidaya. Seperti teknologi kultur jaringan untuk peningkatkan volume dan kualitas produksi budidaya rumput laut.

“Yang pasti kita akan mendorong produktivitas nelayan dan pembudidaya lokal. Karena kita harapkan ekonomi masyarakat juga tumbuh dari sektor ini,” pungkasnya.

baca juga : Menteri KKP Berjanji Wujudkan Wacana Lama Lumbung Ikan Nasional di Maluku

 

Ilustrasi. Ikan cakalang yang baru diturunkan di Pelabuhan Pendaratan Ikan Dufa-dufa, Kota Ternate, Maluku Utara. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Pengawasan Program LIN

Menanggapi keseriusan Pemerintah Pusat menjadikan Maluku LIN dan kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan ke beberapa daerah di wilayah Maluku, Gadri Ramadhan Attamimi, Ocean Policy Advocacy Strategic Engagement EcoNusa mengingatkan, program ini tetap diawasi oleh semua elemen penting supaya tidak dijadikan sebagai proyek abal-abal yang rawan akan eksploitasi dan ketimpangan.

Dia berharap, kehadiran Maluku LIN tidak membuat nelayan lokal terutama nelayan skala kecil di Maluku semakin miskin dan terpinggirkan. Ibarat tikus mati di lumbung padi.

BKPM, kata dia, mengungkapkan fakta terkait penanaman modal asing (PMA) sektor perikanan di semester I – 2020 yang didominasi oleh China. Jumlahnya bahkan berbeda jauh dengan Jepang, yang notabene berada di peringkat kedua.

Tercatat, PMA dari China memiliki share 70,55 persen, sementara Jepang sebesar 11,22 persen. Berdasarkan lokasi, sekitar 70 persen PMA itu banyak ditanam di wilayah Maluku dan Papua.

Ini fakta yang terjadi sekarang di Wilayah Maluku dan Papua. Tentunya, wajib menjadi pertanyaan dan perhatian dari semua pihak, bahwa proyek Maluku LIN, kemudian akan membuka kesempatan dan peluang eksploitasi sumber daya perikanan di perairan Maluku dan Maluku Utara.

“Apalagi jika kemudian keberadaan dan peruntukkan keuntungan hanya menguntungkan pihak usaha perikanan skala besar dan membuka celah persaingan yang tidak adil bagi nelayan kecil di wilayah Maluku dan Maluku Utara,” kata dia kepada Mongabay Indonesia, Rabu (7/7/2021).

“Walaupun digadang-gadang sebagai bagian dari implementasi konsep blue economy atau ekonomi biru yang dijalankan Pemerintah. LIN di Maluku atau dikenal dengan julukan M-LIN, harus mengedepankan keberlanjutan dalam upaya pemberdayagunaan laut dan perikanan di perairan Maluku,” tegasnya.

perlu dibaca : Lumbung Ikan Nasional Manjakan Industri Skala Besar?

 

Ilustrasi. Nelayan menambatkan perahu saat hari menjelang malam. Saat cuaca bagus seperti sekarang ini rata-rata nelayan pulang dengan membawa ikan tangkapan 2 kwintal. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Gadri melihat proyek LIN harus merangkul dan melibatkan nelayan lokal dan masyarakat pesisir, yang dimulai sebelum desain dibuat apalagi diimplementasikan. Ihwal ini untuk mengetahui dan mendalami kepentingan yang dimiliki warga lokal, karena bagaimanapun proyek ini akanmengambil lahan utama atau tempat mereka bermukim dan mencari nafkah.

Menurut dia, pemerintah harus berusaha menunjukkan keseriusan dalam melindungi ruang laut dan warga pesisir dari proyek-proyek besar nasional yang mengintervensi dan merusak wilayah pesisir, perairan, serta pulau-pulau kecil.

Pemerintah pusat harus bekerjasama dan erat dengan Pemda setempat dalam memastikan partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, proses pengambilan keputusan dan alasan dari pengambilan keputusan publik, karena itu merupakan salah satu ciri dari penyelenggaraan Negara demokratis.

Selain adanya kontribusi langsung dalam bentuk dialog, pencatatan data nelayan lokal dan warga pesisir, pemerintah juga harus mencatat dengan jelas dan memastikan hak-hak perlindungan masyarakat nelayan lokal tradisional dihargai dan dipenuhi, termasuk di dalamnya perlindungan ekosistem dan keberlanjutannya, fungsi pemanfaatan dan perlindungan jangka pendek dan panjang, perlindungan dari tindak pemanfaatan yang
eksploitatif.

Kemudian perlindungan dan keamanan serta pertahanan dari tindak kriminal dan ancaman, serta terselenggaranya fungsi sosial ekonomi yang selaras dengan nilai adat budaya dan tradisi masyarakat lokal.

“Konstitusi kita juga mengamanatkan hak partisipatif serta kontribusi dan penyertaan warga lokal dalam membangun kerangka pembangunan,” ujarnya.

Pasal 28 C ayat (3) UUD 1945 menyebut, setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Implementasi juga, sambung dia, sudah diatur dalam hak partisipasi warga Negara secara aktif.

Artinya, dalam berbagai aktivitas pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pemanfaatan, sampai pengawasan memerlukan peran aktif masyarakat sebagai kontrol sosial, sekaligus partisipasi sosial. Karena setiap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakatlah yang nantinya akan merasakan dampak, baik positif maupun negatif.

Keberadaan M-LIN sudah seharusnya diperuntukkan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan warga Indonesia, terutama yang akan secara langsung merasakan dampak pembangunannya yaitu warga pesisir Maluku dan Maluku Utara.

baca juga : Diskusi dengan Jokowi, Ini Keluhan Nelayan dan Pelaku Usaha Perikanan di Maluku

 

Ilustrasi. Seorang pedagang melintas diantara tumpukan ikan bandeng (Chanos chanos) di Pasar Ikan, Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Ekspor Langsung dari Sentra Perikanan

Kunjungan Pemerintah Pusat ke Maluku itu tidak hanya dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan saja, namun hadir juga Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Rombongan melakukan perjalanan ke Saumlaki Maluku Tenggara Barat (MTB) pada Kamis (17/6/2021), terkait peninjauan pelabuhan di sana.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Maluku, Abdul Haris, ada 13 pelabuhan perikanan di Maluku, dua diantaranya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yakni Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon dan Tual, yang masuk dalam ketegori Kelas B.

“Kalau kelas A itu pelabuhan perikanan samudera, kelas B pelabuhan perikanan nusantara, kelas C pelabuhan perikanan pantai dan kelas D adalah pangkalan pendaratan ikan. Kelas A dan B menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sementara C dan D adalah kewenangan provinsi,” ungkap Haris kepada Mongabay, Senin (9/8/2021).

Dia berharap, untuk mendukung LIN kedepannya, ekspor tidak hanya dari Ambon saja, melainkan dari beberapa sentra perikanan yang memiliki potensi sangat besar, seperti di Tual, Saumlaki maupun Dobo Kepulauan Aru. Jadi di daerah-daerah ini ekspornya menggunakan kapal laut, sementara melalui udara akan tetap dilakukan lewat Ambon.

“Jadi ikan-ikan hasil tangkap yang mau dikirim ke luar menggunakan pesawat nanti dikirim dulu ke Ambon, baru dari Ambon diterbangkan ke daerah tujuan. Kemarin Pak Gubernur Maluku telah me-launching ekspor langsung dari Ambon pada 4 Januari 2021, yakni ekspor tuna utuh ke Narita Jepang,” katanya.

Hanya saja, lanjut Haris, Bandara Nasional Pattimura Ambon masih belum memungkinkan untuk didarati oleh pesawat berbadan lebar. Saat ini dengan kondisi panjang landas pacu sekitar 2.500 meter, hanya bisa didarati oleh pesawat boing 737.

Sehingga untuk mendukung LIN dan ekspor dari Ambon, landasan akan diperpanjang menjadi 3.000 meter. Ihwal ini, kata dia, sudah dikonfirmasikan dengan Kementerian Perhubungan dan Angkasa Pura.

“Jadi kedepannya akan diupayakan penambahan landas pacu menjadi 3.000 meter, sehingga pesawat berbadan lebar bisa langsung mendarat di Ambon dan bisa ekspor langsung ke luar Negeri. Kalau kemarin kita masih transit di Menado,” katanya.

 

Exit mobile version