Mongabay.co.id

Ketahanan Pangan, COVID-19, dan Potensi Pengembangan Herbal Indonesia

Pertanian padi di Kabupaten Agam yang menggunakan Bios 44. Bios mampu meningkatkan produksi padi dan mencegah serangan hama tikus. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Indonesia merupakan negara kaya akan keanekaragaman hayati, yang secara umum memiiki potensi ketahanan pangan optimal. Sektor pertanian, sebagai budaya dan identitas negara, bisa diandalkan. 

Sebelum pandemi COVID-19 merebak, sektor agrikultur mendominasi lapangan pekerjaan di Indonesia dengan persentase sebesar 27,33 persen. Ini menunjukkan, peranan agrikultur begitu strategis di Indonesia [Menkominfo, 2019]. 

Untuk itu, diperlukan suatu program yang dapat menjaga keberlangsungan  pertanian, di tengah berkecamuknya pandemi, sekaligus meningkatkan ketahanan pangan. Program yang dicanangkan pemerintah tersebut adalah Food Estate. 

Merujuk data Kementerian Pertanian, Food Estate difokuskan pada empat lokasi. Pertama, di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, seluas 30.000 hektar, untuk komoditas padi dan singkong. Kedua, di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, seluas 1.000 hektar, untuk komoditas hortikultura [bawang merah, bawang putih, kentang, dll]. Ketiga,  di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur [NTT], seluas 5.000 hektar. Keempat, di Pulau Buru, Maluku, dengan luas lahan 1.000 hektar.

Baca: Citarum Harum, Simbol Keseimbangan Hidup Manusia dengan Alam

 

Pertanian padi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, yang menggunakan Bios 44. Bios mampu meningkatkan produksi padi dan mencegah serangan hama tikus. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Untuk menjadi kawasan Food Estate, suatu wilayah harus memenuhi sejumlah  persyaratan, seperti memiliki jaringan irigasi, petani, sistem pendukung produksi pertanian yang baik, serta lahan yang digunakan harus bebas dari hutan atau kawasan yang dilindungi.

Melalui program ini diharapkan empat faktor utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, konsumsi pangan tepat guna, dan stabilitas pangan [Food and Agriculture Organization, 2020] dapat segera diwujudkan di Indonesia. 

Pengembangan program diharapkan bukan hanya menyediakan cadangan strategis pangan [karbonhidrat] seperti padi, singkong, jagung, dan kentang, tapi juga tanaman bernutrisi antioksidan tinggi, seperti buah-buahan dan tanaman herbal.

Upaya ini, tentunya selain memberikan pengaruh positif kepada petani lokal, juga berdampak baik pada produksi barang penunjang pertanian, seperti pupuk dan mesin, yang akan meningkatkan pemasukan sektor pertanian juga.

Apabila sektor pertanian terus berkembang dan maju, maka lapangan pekerjaan kian terbuka dan pertumbuhan ekonomi meningkat, sehingga keadalian sosial-ekonomi segera terwujud [International Labour Organization, 2008]. 

Baca: Jangan Lagi “Salahkan” Gambut Saat Terjadi Karhutla

 

Jahe merah yang mempunyai khasiat luar biasa untuk kesehatan tubuh kita. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Potensi herbal

Indonesia yang dikenal sebagai “gudang herbal”, memiliki 30.000 jenis flora dari 40.000 jenis flora di dunia, tentunya memiliki potensi herbal luar biasa, meski masih banyak kekayaan hayati itu belum terungkap. Melimpahnya kekayaan alam tersebut membuat Indonesia juga dijuluki sebagai live laboratory.

Tanaman herbal sangat bermanfaat mencegah paparan COVID-19, dikarenakan tanaman tersebut memiliki senyawa yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh sebagai immune booster. Sebut saja jahe, kunyit, laos, sirih, serai, dan lainnya.

Sebagai informasi, hingga saat ini, belum ditemukan pengobatan khusus untuk menyembuhkan pasien yang terpapar COVID-19. Maka, upaya yang dapat kita lakukan adalah memelihara atau meningkatkan sistem daya tahan tubuh. 

Tubuh kita terdiri dari sel, jaringan, organ, dan mediator terlarut yang terintegrasi untuk membentuk sistem kekebalan guna menangkal serangan “benda” asing yang mengancam integritasnya. Sistem daya tahan tubuh terdiri dari kekebalan alami [innate immune] dan kekebalan adaptif [adaptive immune]. 

Sistem kekebalan alami melibatkan sel-sel pembunuh alami, sedangkan sistem kekebalan adaptif akan menghasilkan antibodi sebagai respon imun. Pada kondisi tubuh yang sehat, reaksi imun alami dan reaksi imun adaptif bekerja untuk mempertahankan kekebalan tubuh. 

Herbal merupakan bahan atau produk dari tumbuhan yang bermanfaat dalam pengobatan atau kesehatan tubuh manusia. Konsumsi herbal pada umumnya ditujukan untuk memelihara sistem kekebalan tubuh, sedangkan untuk memperbaiki sistem imunitas hanya diperlukan saat tubuh tidak dalam kondisi yang baik.

Beberapa tanaman herbal di Indonesia telah dilakukan serangkaian penelitian, mulai dari budidaya sampai uji klinik, yang dilakukan Badan POM Depkes RI. Kegiatan tersebut untuk membuktikan khasiat dan keamanannya secara ilmiah, sehingga dapat disejajarkan dengan obat moderen, bahkan dapat dikembangkan ke arah fitofarmaka. 

Fitofarmaka merupakan produk yang mengandung bahan atau ramuan bahan tumbuhan, yang terbukti aman dan memiliki khasiat ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, serta bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.

Berdasarkan hasil penelitian Badan POM Depkes RI, terdapat beberapa tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan untuk memelihara ketahanan tubuh sebagai immune booster seperti kunyit [Curcuma longa L.], temulawak [Curcuma xanthorrhiza Roxb.], jahe [Zingiber officinale Roscoe], sambiloto [Andrographis paniculata], dan sebagainya. 

Baca: Wawancara Kunto Arief Wibowo: Butuh Komitmen Bersama Atasi Bencana Alam

 

Kunyit yang mengandung senyawa metabolit yakni kurkumin dengan potensi terapeutik beragam seperti antibiotik, antiviral, antioksidan, serta antikanker. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Pengembangan nilam

Satu tanaman obat yang bisa menjadi pilihan untuk dikembangkan di tengah pandemi saat ini adalah nilam. Nilam [Pogostemon cablin Benth] adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dinamakan sama [minyak nilam]. 

Bagian nilam yang sering dimanfaatkan adalah daunnya, untuk diekstraksi minyaknya, diolah menjadi parfum, bahan dupa, minyak atsiri, antiserangga, serta untuk industri kosmetik. Minyak atsiri ini bernilai ekspor tinggi yang telah memberikan devisa bagi Indonesia. 

Manfaat nilam juga beragam, sebagai wewangian [pada kosmetik, produk perawatan tubuh], minyak aromaterapi, minyak gosok [untuk masuk angin, penghangat badan, karminatif], pengharum ruangan, penolak serangga, antiseptik, pestisida hayati serta lainnya.

Sebagai gambaran, minyak atsiri yang beredar di pasaran dunia sekitar 70 jenis. Di Indonesia sendiri, terdapat sekitar 40 jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Sebagian besar, minyak atsiri tersebut berasal dari nilam, serai wangi, akar wangi, cengkih, pala, lada, dan lainnya.

Baca juga: Teh Kombucha Dapat Menstimulus Sistem Imun Tubuh dari COVID-19?

 

Cengkih, tanaman rempah yang biasanya digunakan untuk membuat pedas masakan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Tren “kembali ke alam” untuk pengobatan dan perawatan kesehatan alami, sesungguhnya pernah populer di negara-negara maju, khususnya di wilayah Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini berdampak pada meningkatnya permintaan dunia terhadap bahan baku herbal, terutama dari negara-negara penghasil produk herbal seperti China dan India. Saat pandemi ini, permintaan dari dalam negeri pun tidak kalah tingginya dengan permintaan dari luar. 

Meningkatnya permintaan herbal menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya ketahanan tubuh sangat tinggi. Selain itu, ditinjau dari segi ekonomi, budidaya tanaman obat seperti nilam, juga mampu mendorong ekonomi kerakyatan melalui produktivitas petaninya. 

Tentunya, dibutuhkan suatu upaya untuk menjamin ketersediaan bahan-bahan herbal tersebut mudah dijangkau masyarakat. Selain tentunya, ketersediaan bahan-bahan pangan guna menjaga ketahanan pangan, di tengah pandemi yang masih menyelimuti Indonesia.

 

* Mayor Jenderal TNI Kunto Arief Wibowo, S.I.P, Panglima Divisi Infanteri 3/Kostrad. Saat menjabat Danrem 044/Garuda Dempo [2016-2018], menjadi Komando Satgas Penanganan Karhutla Sumatera Selatan. Selama menjabat Kasdam III/Siliwangi [2020-2021], aktif pada program Citarum Harum. Tulisan ini opini penulis.

 

Referensi:

Majalah GATRA review Edisi Desember 2020, “Menjaga Pangan Era Kenormalan Baru”, hlm. 60.

LIPI: Keanekaragaman Hayati Indonesia Belum Banyak Terungkap, dalam http://lipi.go.id/berita/single/Keanekaragaman-Hayati-Indonesia-Belum-Banyak-Terungkap/11555  diakses pada tangal 10 Agustus 2021.

Pedoman Penggunaan Herbal dan Suplemen Kesehatan dalam Menghadapi Covid-19 di Indonesia, Badan POM RI, 2020.

Budidaya Tanaman Nilam, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Pengembangan Sarana dan Prasarana Pembangunan Perkebunan Tahun 2013.

Republika: Permintaan Jamu dan Suplemen Herbal Melejit, dalam https://republika.co.id/berita/q7xslt374/permintaan-jamu-dan-suplemen-herbal-melejit diakses pada tanggal 10 Agustus 2021.

VIVA: Inspirasi Budidaya Tanaman Nilam Bisa Hasilkan Rp 50 Juta, dalam https://www.viva.co.id/gaya-hidup/inspirasi-unik/1300880-inspirasi-budidaya-tanaman-nilam-bisa-hasilkan-rp50-juta diakses pada tanggal 11 Agustus 2021.

 

 

Exit mobile version