Mongabay.co.id

Seekor Lumba-Lumba Mati Terdampar di Flores Timur. Apa Penyebabnya?

 

Seekor lumba-lumba ditemukan oleh anak-anak mati terdampar di pasir di pesisir pantai Desa Kenere, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), padaKamis (9/9/2021).

Lumba-lumba yang diperkirakan berjenis Tursiops truncatus (common bottlenose dolphin) ini, setelah ditemukan dilaporkan kepada kepala desa. Oleh kepala desa, penemuan tersebut pun dilaporkan kepada Yayasan Misool Baseftin.

“Lumba-lumba ini diperkirakan diperkirakan mati terdampar karena terhempas gelombang besar,” kata Monika Bataona, Staf Yayasan Misool Baseftin Flores Timur kepada Mongabay Indonesia, Jumat (10/9/2021).

Monika menyebutkan, tidak ada luka gigitan atau bekas alat tangkap ditemukan sehingga diprediksi terdampar akibat adanya hantaman gelombang tinggi di Perairan Laut Sawu.

Hasil identifikasi, lumba-lumba ini berjenis kelamin betina dengan jumlah gigi 135 dan terdapat luka benturan di tubuhnya. Lumba-lumba ini memiliki panjang 150 cm, panjang ekor 19 cm  dan lebar ekor 22 cm.

Tinggi badan lumba-lumba 22 cm, lebar badan 25 cm, panjang sayap kiri dan kanan 22 cm serta lebar 9 cm. Sayap punggung  memiliki tinggi 12 cm, lebar  12 cm, panjang 22  cm serta panjang moncong 22 cm.

“Lumba-lumba ini dikubur oleh kepala desa bersama beberapa anggota masyarakat di desa tersebut,” ungkapnya.

baca :  Seekor Lumba-lumba Terdampar Mati dengan Usus Terburai di Pantai Yeh Leh Jembrana

 

Lumba-lumba yang terdampar di pesisir pantai Desa Kenere, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Yayasan Misool Baseftin Flores Timur

 

Penyebab dan Penanganan

Lektor Kepala Bidang Keahlian Pengelolaan  Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Chaterina Agusta Paulus, M.Si  kepada Mongabay Indonesia, Minggu (12/9/2021) mengatakan ada beberapa kemungkinan penyebab kejadian mamalia laut terdampar.

Chaterina sebutkan, beberapa kemungkinan diantaranya kelaparan, penyakit, pemangsaan atau predasi, marak alga (harmful algae bloom), cuaca ekstrem dan pencemaran laut.

Selain itu juga disebabkan adanya gempa dasar laut, badai matahari, kebisingan bawah air serta aktivitas perikanan yang tidak ramah lingkungan.

Ia mengatakan pada dasarnya penanganan mamalia laut terdampar hidup baik karena disorientasi dan berpotensi terdampar serta mamalia laut yang terdampar hidup memiliki tahapan penanganannya yang sama.

“Penanganannya dapat dimulai dengan penyampaian informasi, dokumentasi atau pencatatan, stabilisasi mamalia laut, pelepasan (release) dan pemantuan atau monitoring untuk memastikan hewan tersebut tidak kembali terdampar,” ungkapnya.

Dosen pada Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang ini menegaskan pada mamalia laut yang terdampar dan mati, sangat tidak disarankan untuk disentuh dengan alasan kesehatan.

Chaterina menjelaskan,hal pertama yang dilakukan adalah melakukan nekropsi (bedah bangkai hewan) untuk mengetahui penyebab kematian mamalia laut yang dilakukan oleh tim dokter hewan atau tim penolong yang memiliki keahlian dalam melakukan nekropsi.

“Setelah nekropsi, langkah selanjutnya adalah penanganan bangkai hewan tersebut,” ucapnya.

baca juga : Belasan Lumba-lumba Terdampar di Klungkung, Satu Ekor Ditemukan Mati

 

Kondisi lumba-lumba yang terdampar di pesisir pantai Desa Kenere, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Yayasan Misool Baseftin Flores Timur

 

Chaterina jelaskan untuk penjelasan secara detail penanganan kejadian mamalia laut terdampar hidup maupun mati dibahas dalam Buku Pedoman Penanganan Mamalia Laut Terdampar dari Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, KKP RI tahun 2018.

Dalam buku tersebut disebutkan seluruh mamalia laut di Indonesia telah dilindungi sejak tahun 1999. Saat ini telah terdata 35 jenis mamalia laut di perairan Indonesia dari total 89 jenis yang ada di dunia.

Sebanyak 34 jenis termasuk ke dalam ordo Cetartiodactyla dengan sub ordo Cetacea jenis paus,porpoise dan lumba-lumba serta satu jenis dari ordo Sirenia.

 

Spesies Lumba-Lumba

Spesies lumba-lumba yang dapat ditemukan di perairan Indonesia sekitar 16 spesies dari total lebih dari 40 spesies keseluruhan dunia.

Chaterina menjelaskan untuk wilayah Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu di Provinsi NTT, ditemukan 7 spesies lumba-lumba (Ped-Soede, 2002; dan Kahn, 2005).

Ketujuh spesies ini sebut dia yakni Spinner dolphin (Stenella longirostris – lumba-lumba paruh panjang) dan Pan-tropical spotted dolphin (Stenella attenuate – lumba-lumba totol).

Selain itu paparnya, ada spesies Rough-toothed dolphin (Steno bredanensis – lumba-lumba gigi kasar), Risso’s dolphin (Grampus griseus – lumba-lumba abu-abu) serta Bottlenose dolphin (Tursiops truncates – lumba-lumba hidung botol),

“Ada juga spesies Fraser’s dolphin (Lagenodelphis hosei – lumba-lumba fraser), dan Indo-Pacific bottlenose dolphin (Tursiops aduncus),” bebernya.

baca juga : Lumba-lumba Mati Terdampar di Pariaman, Ini Foto dan Videonya

 

Bagian mulut dan mata lumba-lumba yang mengeluarkan darah saat ditemui di pesisir pantai Desa Kenere, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Yayasan Misool Baseftin Flores Timur

 

Chaterina menerangkan, untuk wilayah perairan NTT, kemunculan lumba-lumba ditemukan pada semua zona inti dari TNP Laut Sawu seperti Pulau Dana, Kabupaten Sabu Raijua dan Pulau Batek di Kabupaten Kupang.

Lumba-lumba juga ditemukan di Tanjung Karitamese Kabupaten Manggarai Barat dan Tanambas, Kabupaten Sumba Tengah.

Pada zona pemanfaatan, kemunculan lumba-lumba ditemukan tersebar pada beberapa wilayah perairan seperti Kabupaten Rote Ndao terdapat di Desa Oeseli, Desa Ndaonuse, Desa Inaoe dan Dodaek dan Desa Faifua.

Untuk Kabupaten Sabu Raijua ada di Desa Menia, Kabupaten Kupang terlihat di Desa Lifuleo, Desa Tesabela, Desa Sumlili, Desa Bone, Desa Buraen, Desa Pakubaun dan lainnya.

“Selain itu lumba-lumba juga muncul di Kabupaten Sumba Timur di Desa Praimaditha, Desa Kakaha, Desa Rindi, Desa Tanaraing dan lainnya. Lumba-lumba juga sering muncul di perairan kabupaten lainnya di NTT seperti di Flores Timur,” ungkapnya.

 

Mendominasi Kemunculan

Dalam buku Megafauna Laut di Perairan Solor, Flores Timur hasil penelitian Yayasan Misool Baseftin 2016-2017 ditemukan, kelompok lumba-lumba merupakan megafauna laut yang mendominasi kemunculan di Perairan Solor.

Disebutkan, Stenella longirostris merupakan spesies yang tergolong melimpah secara lokal dengan rata-rata kemunculan 33 individu hingga 300 individu pada setiap kelompok kemunculannya.

baca juga : Serunya Evakuasi Lumba-Lumba Terdampar di Maros

 

Kepala Desa Kenere, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur,NTT (kiri) bersama staf mempersiapkan penguburan lumba-lumba yang mati terdampar.Foto : Yayasan Misool Baseftin Flores Timur

 

Selama 263 hari survei dengan rata-rata 12 hari survei setiap bulannya, berhasil mendokumentasikan setidaknya 32 jenis megafauna laut yang berbeda dengan rincian 26 species hasil dari pengamatan 2016-2017 yang meliputi 7 jenis lumba-lumba.

Sebanyak 7 species Cetacea kecil dari keluarga lumba-lumba (delphindae) yang terdiri dari lumba-lumba paruh pendek (Delphinus delphis) dan lumba-lumba gigi kasar (Steno bredanensis).

Juga ada lumba-lumba fraser (Lagenodelphis hosei), lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba abu-abu (Grampus griseus), lumba-lumba totol (Stenella attenuata) dan Lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) telah teridentifikasi selama periode studi berlangsung.

Sedangkan lumba-lumba paruh paruh pendek menjadi spesies yang sangat jarang dijumpai, dimana selama studi berlangsung hanya 3 kali perjumpaan saja dengan rata-rata 23 individu hingga maksimal 30 individu yang muncul pada setiap kelompok nya.

Berdasarkan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Benjamin Khan pada tahun 2005, jenis lumba-lumba paruh panjang memang merupakan spesies yang mendominasi kelompok Cetacea di Perairan Solor (meliputi Solor-Alor), dimana menyumbang ±28% dari total kemunculan selama studi berlangsung.

 

 

Exit mobile version