Mongabay.co.id

Mereka Terus Suarakan Tolak Tambang di Dairi

Lok ini yang akan jadi gudang bahan peledak. Foto: Ayat s Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

Penolakan atas rencana operasi tambang seng dan timah hitam oleh PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, terus menguat. Berbagai organisasi masyarakat sipil menyerukan agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menolak pengajuan perubahan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) oleh perusahaan tambang seng dan timah hitam ini. Penolakan ini demi keselamatan dan keamanan warga dan lingkungan hidup di Dairi, Sumut.

Komisi penilai analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), adakan pertemuan perubahan (addendum) amdal 29 Mei lalu sesuai pengajuan PT Dairi Prima Mineral.

Tongam Panggabean, Direktur Eksekutif Bakumsu mengatakan, perusahaan tak punya analisis geologi. Berulang kali meminta dokumen itu tetapi mereka tak bisa menunjukkan. Padahal, wilayah mereka beroperasi itu rawan gempa dan bencana alam lain.

“Risiko longsor dan bencana alam ada di depan,” katanya, belum lama ini.

Jadi, kalau sampai KLHK menyetujui usulan perubahan amdal ini akan sangat berbahaya.

Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional mengatakan, potret investasi ekstraktif seperti pertambangan banyak berada di kawasan risiko tinggi bencana, termasuk di Dairi.

Kasus DPM ini, pengambilan keputusan didominasi segelintir orang baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Menurut dia, minim ruang masyarakat memiliki hak veto atau hak mengatakan ‘tidak’ dalam proses pengurusan pertambangan di Indonesia.

“Itu model pengurusan pertama di Indonesia top-down pemerintah pusat yang mendominasi, ” kata Merah.

 

Baca juga: Mereka Desak KLHK Tolak Pengajuan Perubahan Amdal Dairi Prima Mineral

Protes dan penolakan tambang seng di Dairi. Foto: Ayat S Katokaro/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, dari sidang kelayakan amdal di KLHK, terungkap DPM malah belum punya izin dari Kementerian PUPR untuk pembangunan bendungan karena harus ada kajian teknis dahulu. Kalau perusahaan terus membangun, jelas menyalahi aturan dan perlu ada sanksi.

Presiden Joko Widodo, sering dan berulang mengatakan, Indonesia berada di wilayah ring of fire. Juga wilayah yang berada dalam ‘pelukan’ megatrush hingga risiko bencana ini sedemikian tinggi. Di pulau-pulau termasuk Sumatera terutama di Sumatera Utara.

Presiden pernah mengatakan, katanya, harus sensitif dengan berbagai risiko, litigasi risiko harus dilakukan.

Dia mempertanyakan, bagaimana mungkin DPM bisa dapat izin padahal jelas sekali berada di kawasan dengan risiko tinggi bencana, curah hujan tinggi, sejarah banjir bandang dan di atas patahan gempa Sumatera.

Merah mengatakan, mereka pemetaan dengan data antara lain, dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan data pertambangan yang Jatam punya, menemukan, banyak proyek ekstraktif serupa dengan DPM dapat izin, padahal di kawasan risiko bencana baik gempa, banjir bahkan longsor.

Banyak proyek ekstraktif dibangun dalam kawasan risiko gempa dan banjir serta longsor. Beberapa kasus menunjukkan, tinggi gempa berada di atas patahan megatrust, juga di zona merah. Itu belum menghitung daya rusak tambang begitu mengerikan dan dampak bagi masyarakat tinggal di sekitar tambang.

Dia katakan, ada 54 perusahaan tambang di Sumatera berada di kawasan rawan gempa, salah satu DPM.

“Sayangnya, pengurus negara tidak melihat ini hal penting, mereka lebih mengutamakan investor dibanding menjaga lingkungan serta dampak manusia akibat tambang,” katanya.

Jatam mencatat, kurva konflik kriminalisasi rakyat terus meningkat. Warga alami kriminalisasi, ditangkap, orang memprotes dihalangi dan terima intimidasi.

“Praktik pecah belah masyarakat yang mendukung dan menolak tambang berdiri di sana terjadi. Memberikan statement menyerang Juga terjadi dan tak terelakkan, ” kata Merah.

Kabupaten Dairi, khusus di proyek DPM bak bom waktu bencana, detonatornya dipegang KLHK. Kalau kementerian ini meloloskan izin addendum amdal DPM maka yang bertanggung jawab menekan detonator bencana ini.

Teguh Eko Paripurno ahli geologi dan litigasi dari Universitas Veteran Yogyakarta mengatakan, dokumen amdal perusahaan belum menyampaikan soal kajian kebencanaan.

“Ini memungkinkan masalah. Ini sangat disayangkan. Pertambangan masih belum memperhitungkan risiko besar dan tak bisa dipertanggungjawabkan, ” katanya.

Teguh juga ikut dalam pembahasan adendum amdal DPM di KLHK beberapa waktu lalu.

 

Baca juga: Warga Dairi Resah Kehadiran Perusahaan Tambang Seng

Alat berat perusahaan. Foto: Ayat S karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Kalau dalam desain dalam addendum amdal DPM ada pembangunan bendungan, kecenderungan bahaya tinggi.

Perusahaan perlu memastikan informasi risiko atau yang akan hadir kemudian diikuti manajemen risiko. Kalau tidak akan jadi masalah baru dan besar di kemudian hari.

Kalau di hulu ada masalah, katanya, hilir akan kena. Perusahaan beraktivitas di hulu, masyarakat di hilir terancam, mengingat proyek beroperasi di atas patahan gempa rawan bencana. “Ini harus menjadi perhatian semua pihak.”

Dalam pertemuan amdal itu, katanya, tidak terulas dengan baik bagaimana mengelola manajemen risiko oleh perusahaan.

Ada dua sisi yang sekarang terjadi yaitu soal pengembangan tak disertai rencana perusahaan dalam mengelola tailing dan perkembangan berikutnya. Kedua hal ini berpotensi terjadi risiko tambahan dalam tahapan berikutnya.

“Jangan sampai hal seperti ini diputuskan, sementara kejelasan tidak ada.”

Bicara tentang desain bendungan, katanya, di perubahan amdal DPM tak merta boleh digabungkan dengan sebelumnya karena set biologi berbeda.

Ada dugaan desain pedoman masih yang lama. Ketika konsultan perusahaan masih konsultan lama, katanya, ini perlu perhatian bersama-sama.

Dalam berita di Mongabay sebelumnya, Achmad Zulkarnain, Manager External Relation PT. Bumi Resources Mineral, induk PT Dairi Prima Mineral merespon berbagai kekhawatiran dan keberatan atas rencana operasi perusahaan termasuk perubahan amdal dengan memaparkan beberapa hal tanpa memberikan penjelasan detil atas klaimnya.

Dia sebutkan soal adendum amdal itu sebagai bentuk kepedulian perusahaan mengantisipasi dan meminimalisir kerusakan lingkungan di lokasi tambang.

Perusahaan, katanya, sudah bikin amdal pada 2005. Ada perubahan sejak 2017 dan hingga kini KLHK belum menerbitkan amdal perubahan dengan alasan masih dalam kajian mendalam.

Adendum amdal, katanya, ingin mengubah tempat pembuangan tailing atau limbah, awalnya di dalam hutan lindung ke area penggunaan lain, termasuk perubahan mengenai pembangunan mulut portal tambang.

Perusahaan juga ajukan perubahan produk tambang. Awalnya, tambang emas, setelah survei dan penelitian, ternyata tidak ada emas hingga ubah pengajuan produk pertambangan jadi tambang seng dan timah hitam.

Pada Juni lalu, DPR melalui Komisi II bersama Polda dan Gubernur Sumut serta manajemen DPM sepakat tambang seng dan timah hitam tak beroperasi, selama belum ada kejelasan soal amdal.

 

 

***

Belum lama ini di Pondok Santai, Sidikalang, Dairi, puluhan pemuda menamakan diri pejuang tani tolak tambang menggelar aksi mimbar bebas sembari memainkan musik. Temanya, perlawanan dan penolakan tambang DPM.

Rikayani Sihombing, pemudi Dairi mengatakan, muda mudi adalah pewaris bumi, keberlangsungan lingkungan, sungai, tanah, hutan dan sumber air. Berbagai hal itu, katanya, harus terus dipertahankan dan dijaga. Untuk itu, katanya, peran pemuda sangat besar mencegah kehancuran.

Pertanian dan perkebunan, jadi sektor unggulan di Dairi. Hasil bumi melimpah seperti padi, durian, coklat, kopi, gambir, manggis, duku dan lain-lain.

Dobes Sinambela, pemuda adat dari Dairi mengatakan, ada delapan lagu dinyanyikan berjudul, berjuanglah kawanku, alamku, hongkar, berita kepada kawan, marohha, tolak tambang, tambak garam dan kulihat ibu pertiwi.

Dia bicara soal semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, pada 2006 yang menciptakan bencana hingga kini. Peristiwa ini, katanya, jadi bukti sejarah bagi bangsa dan negara ini bahwa tambang hanya mensejahterakan sekelompok orang, lebih banyak menyengsarakan masyarakat.

“Pemuda-pemudi Dairi tak menginginkan itu terjadi di daerah mereka hingga ada penolakan sebelum musibah datang, ” kata Sinambela.

 

Kakao, salah satu tanaman pertanian warga Dairi. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

******

Foto utama:Lok ini yang akan jadi gudang bahan peledak. Foto: Ayat s Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version