Mongabay.co.id

Mengapa Gajah Berbulu Perlu Dibangkitkan Kembali?

 

 

Bayangkan, kita sedang menikmati musim salju di Siberia, Rusia bagian timur. Tiba-tiba, dikejauhan kita melihat kawanan mamalia raksasa sedang berjalan santai. Makin dekat, makin terlihat bahwa mereka adalah sekawanan gajah, yang membedakaan adalah gajah ini berbulu. Mammoth, sang gajah purba, mengaum kencang laksana terompet. Tanah di sekitar kita bergetar, saat kawanan tersebut menjejakkan kakinya. 

Tentu saja, adegan ini tidak terjadi saat ini. Namun bisa jadi, jika berhasil, mammoth berbulu ini akan kembali ke alam liar. Sebuah perusahaan biotek bernama Collosal sedang berusaha untuk  menghidupkan kembali spesies tersebut dan memperkenalkan kembali ribuan mammoth ke tundra Siberia, sebuah wilayah yang dulu mereka jelajahi sebelum punah sekitar 10.000 tahun silam.

Para ilmuwan akan menggunakan teknologi rekayasa genetika dan DNA mammoth yang diekstraksi dari fosil beku berusia ribuan tahun. Mereka berharap dapat menciptakan hibrida mammoth dan gajah Asia, yang paling mendekati mammoth sebenarnya, dan kemudian menempatkan hewan-hewan itu di hamparan Siberia.

Baca: Upaya Para Ilmuwan Membangkitkan Gajah Purba dari Tidur Panjangnya

 

Ilustrasi mammoth yang pernah hidup sekitar 10 ribu tahun silam. Foto: Science Photo Library/L. Calvetti

 

Masih belum jelas bagaimana dan mengapa mammoth punah, tetapi kemungkinan besar hewan-hewan itu mati karena perubahan lingkungan yang drastis dan tiba-tiba. Dengan pemanasan global, terjadi pencairan es, peningkatan curah hujan, dan perubahan besar pada vegetasi. Megafauna besar seperti mammoth berbulu, yang memiliki lapisan lemak penyekat tebal, akan sulit beradaptasi dengan cepat.

Selain itu, mammoth juga merupakan mangsa berharga bagi para pemburu, yaitu manusia. Mammoth tidak hanya menjadi sumber utama daging, tetapi mantel berbulunya dibuat menjadi pakaian, lemaknya digunakan untuk minyak atau lemak, dan tulang besar mereka digunakan sebagai bahan konstruksi tempat tinggal manusia, di masa itu. Jika mereka tidak diburu manusia, para peneliti memperkirakan bahwa spesies tersebut mungkin bertahan hingga 4.000 tahun lebih lama.

Begitu populasi mammoth  global mulai berkurang, keadaan menjadi semakin buruk. Dengan pilihan pasangan potensial yang semakin menyusut, reproduski beralih ke perkawinan sedarah genetik yang dekat. Kondisi ini meningkatkan tingkat penyakit keturunan dan mempengaruhi jumlah sperma secara negatif. Dengan populasi kecil, mammoth inses yang tersisa di beberapa habitat di seluruh dunia, kepunahan mereka tak terelakkan.

Mammoth berbulu adalah kandidat unik untuk eksperimen yang mirip di film Jurassic Park. Karena ukurannya yang raksasa, populasi yang pernah besar, dan kepunahan yang relatif baru, para ilmuwan tidak kekurangan fosil, dan yang paling penting, sampel DNA dapat digunakan untuk memeriksanya. Kumpulan data ini memungkinkan para peneliti untuk mempelajari gaya hidup, pola makan, dan migrasi mammoth, serta aspek-aspek lain.  

Baca: Tak Sengaja, Fosil Gajah Purba Ini Ditemukan

 

Spesimen mammoth yang berada di Royal Victoria Museum, Victoria, British Columbia, Canada, 2018. Foto: Wikimedia Commons/Thomas Quine/CC BY 2.0

 

Pada September tahun 2020, sekelompok ilmuwan dan pengusaha mengumumkan pembentukan sebuah perusahaan bernama Colossal, yang misinya adalah menghidupkan kembali mammoth  berbulu dan menghidupkan kembali ribuan di antaranya di Siberia. 

Dipimpin oleh ahli genetika Harvard George Church dan pengusaha Ben Lamm [keduanya dari Amerika], Collosal telah mengumpulkan lebih dari $15 juta untuk membawa kembali spesies tersebut menggunakan teknologi penyuntingan gen CRISPR [clustered regularly interspaced short palindromic repeats]. Teknologi CRISPR CAS-9 adalah suatu produk bioteknologi moderen yang mampu menjadikan proses rekayasa genetika organisme semakin presisi, semakin mudah dan semakin murah. Teknologi ini memudahkan merubah susunan DNA alami organisme.

Collosal berencana menggunakan CRISPR, sebagaiman dikutip dari Big Think, untuk mengubah gen gajah Asia, kerabat terdekat yang masih hidup dengan mammoth berbulu, menjadi sel induk yang mampu membawa DNA mammoth. Perusahaan tersebut kemudian berencana mengekstrak bagian tertentu dari genom mammoth, bagian penting dari hewan tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Terdiri dari rambut, lapisan lemak, dan adaptasi iklim dingin lainnya – menambahkannya ke dalam sel induk yang lebih akomodatif.

Dari sini tim berharap bisa menghasilkan telur. Inti sel telur akan digantikan oleh inti yang mengandung gen baru. Tahap terakhir adalah menggunakan gajah Asia sebagai pengganti telur, atau mungkin mengembangkan jenis baru rahim buatan. Maka jika nanti benar mammoth ‘lahir’ kembali, maka yang akan lahir nanti bukan sepenuhnya mammoth  dalam arti harfiah, melainkan  bagian dari mammoth yang menyatu dengan gajah Asia yang ada saat ini.

Ada banyak hipotesa dan spekulasi untuk proses ini, dan beberapa ilmuwan skeptis bisa berhasil, apalagi dengan anggaran yang hanya $15 juta. Teknologi pengeditan gen [gene editing] adalah ilmu yang masih muda dan prosesnya lama dan melelahkan. Untuk membangkitkan mammoth  berbulu akan sangat sulit. Meski begitu, perlu diingat bahwa sebelumnya para ilmuwan telah berhasil menciptakan rahim buatan untuk janin domba 4 minggu. Tentu mammoth bukanlah domba. Mamalia raksasa ini bayinya saja seberat 90 kilogram dan masa kehamilannya 2 tahun.

Beberapa ilmuwan juga berpendapat, membangkitkan kembali hewan yang sudah punah adalah pemborosan sumber daya. Namun, hal ini dibantah ilmuwan lain yang berpendapat bahwa upaya ini penting dan akan berdampak luas pada perkembangan ilmu pengetahuan di masa depan, terutama  bagaimana pengeditan gen dapat berpotensi memperkuat populasi spesies yang berisiko punah. Begitu banyak hal-hal yang kita anggap remeh hari ini, begitu banyak teknologi penting yang menentukan hidup kita, dimulai sebagai impian-impian besar seperti ini.

 

Perbandingan tinggi tubuh manusia dengan mammoth. Sumber: prehistoric-wildlife.com

 

Kepala peneliti di Collosal, Dr. Church mengatakan keyakinannya bahwa mammoth juga dapat membantu memulihkan keseimbangan ekologis. Pemanasan global telah menyebabkan peningkatan suhu di tundra Siberia dan Amerika Utara, yang mempercepat pelepasan karbon dioksida dalam volume besar.

Di sebagian besar wilayah tundra hari ini, hanya lumut yang tumbuh, tetapi pada zaman ketika mammoth masih hidup, ada padang rumput; dan beberapa ahli biologi percaya bahwa mammoth berperan sebagai penjaga ekosistem. Mereka menyokong padang rumput dengan merobek lumut, memecahkan pohon, dan meninggalkan kotoran berlimpah yang menyuburkan tanah.

Menurut Church, kawanan mammoth dapat memulihkan padang rumput di tundra, melindungi tanah dari erosi, dan pada akhirnya membantu mengunci karbon dioksida. “Semoga, 6 tahun ke depan, anak mammoth sudah lahir,” paparnya dilansir dari CNBC. 

Sedangkan Ben Lamm, sang penyokong dana bagi Colossal, menyatakan bahwa saat ini hampir satu juta spesies tumbuhan dan hewan di Bumi terancam punah atau hancur. Jika proyek Colossal berhasil, akan membuka jalan menuju keselamatan genetik [genetic salvation].

Istilah ini merujuk pada proses untuk meningkatkan keragaman genetik spesies yang terancam punah, melalui rekayasa genetika atau kloning individu baru dalam upaya memperluas gene pool atau kolam gen. [Berbagai sumber]

 

 

Exit mobile version