Mongabay.co.id

Parasetamol Cemari Teluk Jakarta, Apa Tindakan KLHK?

Sebuah kapal nelayan melintas di perairan Teluk Jakarta, Muara Angke, Jakarta Utara. Teluk Jakarta mengalami tekanan lingkungan yang tinggi, salah satunya karena proyek reklamasi. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

 

 

Sebuah studi mengungkapkan, air laut di Teluk Jakarta terkontaminasi obat-obatan, antara lain parasetamol. Kadar parasetamol paling tinggi di Angke dan Ancol. Menyikapi ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akan memanggil perusahaan-perusahaan farmasi dan merumuskan kebijakan baru atas contaminants of emerging concern.

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, KLHK akan memantau industri farmasi dan merumuskan kebijakan baru dalam pengaturan limbah parasetamol yang termasuk emerging pollutant. KLHK akan memanggil 27 perusahaan farmasi dalam dua minggu ke depan.

“Akan kami panggil dan cek bagaimana pengelolaan limbah, juga obat-obatan bekas kadaluarsa,” kata Vivien.

Dia bilang, hingga kini parasetamol belum ada baku mutu air. Jadi, parasetamol masih emerging polutant atau bahan pencemar baru yang belum memiliki baku mutu.

Parasetamol, katanya, yang jadi bahan penelitian itu merupakan bagian dari berbagai upaya dunia untuk penelitian terhadap contaminants of emerging concern (CEC).

CEC adalah bahan kimia sintetis atau alami yang biasa tak terpantau di lingkungan, tetapi memiliki potensi memasuki lingkungan dan menyebabkan efek terhadap ekologis dan, atau kesehatan manusia.

Vivien mengapresiasi penelitian ini dan memastikan pemerintah juga memiliki perhatian sama atas temuan ini.

Direktorat PSLB3 bersama Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, juga BRIN akan menindaklanjuti kajian ini. Mereka akan membentuk kelompok kerja pengelolaan CEC, bekerjasama dengan kementerian teknis terkait dan perguruan tinggi.

KLHK juga berkerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan dan pembuangan obat-obatan ini, terutama obat yang dapat dijual bebas.

 

Baca juga: Ada Paracetamol di Perairan Teluk Jakarta?

Sekumpulan cikalang yang bertengger di bambu di Teluk Jakarta. Foto: Fransisca N Tirtaningtyas/Mongabay Indonesia

 

Berbicara mengenai tantangan penanganan pencemaran di Teluk Jakarta, Sigit Reliantoro, Plt. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) mengatakan, Teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai. Kalau lihat dari segi daya dukung dan daya tampung memang sebagian besar dari Jakarta, juga dipengaruhi daerah sekitar.

“Upaya paling efisien untuk penanganan sejak dari sumber. Jadi masing-masing daerah identifikasi sumber pencemarnya. Kunci utama kolaborasi untuk perbaikan kualitas air laut di Jakarta.”

 

***

Penelitian soal parasetamol ini termuat dalam jurnal Science Direct berjudul High Concentrations of Paracetamol in Effluent Dominated Waters of Jakarta Bay, Indonesia pada Agustus 2021 ini.

Mereka yang terlibat dalam penelitian ini, dua dari Indonesia, yakni, Wulan Koagouw dan Zainal Arifin, peneliti dari LIPI (Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN). Lainnya, dari School of Pharmacy and Biomolecular Sciences, University of Brighton, Lewes Road, Brighton, United Kingdom Centre for Aquatic Environments, University of Brighton, Lewes Road, Brighton, United Kingdom, dan Research Center for Oceanography.

Penelitian ini melaporkan, konsentrasi parasetamol di Angke mencapai 610 nanogram per liter dan Ancol mencapai 420 ng/L, keduanya di Teluk Jakarta.

Zainal Arifin, peneliti Oseanografi BRIN mengatakan, riset parasetamol dan bahan pencemar lainn sejak 2o17 hingga 2020. Ada lima lokasi penelitian, di Angke, Ancol, Tanjung Priuk, Cilincing dan Pantai Eretan. Angke dan Ancol lokasi yang memiliki kandungan paracetamol paling tinggi.

Dalam penelitian itu, katanya, beberapa indikator diteliti, seperti parameter fisik suhu air dan kandungan logam berat yang terlarut masih aman bagi biota.

“Ada yang melebihi baku mutu yaitu nutrien seperti amonia, nitrat dan total fosfat. Untuk policlorobifenili (pcb) dan pestisida di bawah ambang baku mutu (aman bagi biota laut),” katanya.

Ini merupakan studi pertama yang menganalisa gambaran kualitas air laut terkait kontiminasi parasetamol di perairan pesisir Indonesia.

Zainal bilang, studi ini dapat jadi gambaran awal dan membutuhkan analisis lebih lanjut.

“Mengingat pertimbangan obat-obatan sebagai kontaminan yang muncul, data ini menunjukkan perlu penyelidikan lebih lanjut.”

BRIN menduga, ada tiga sumber pencemaran ini, yakni konsumsi rumah tangga berlebihan, limbah rumah sakit dan limbah industri farmasi.

 

Sampah plastik yang bertebaran di Teluk Jakarta. Foto: Fransisca N Tirtaningtyas/Mongabay Indonesia

 

Berlanjut, bisa berdampak

Etty Riani, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University mengatakan, temuan konsentrasi parasetamol pada kadar tidak mematikan, jnamun ika terus bertahan berpotensi memberikan dampak buruk.

”Kalau melihat dari 610 nanogram per liter, (senyawa) itu memang non-akut. Ini tidak akan langsung mematikan dalam kandungan segini,” kata pakar ekotoksikologi ini.

Meski demikian, katanya, kalau kadar parasetamol terus dibiarkan tanpa ada penanganan serius akan berdampak terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan gangguan. “Ini tetap harus diperhatikan karena lingkungan merupakan suatu sistem yang saling terkait antara satu dengan yang lain,” katanya.

Selain itu, katanya, penting ada sosialisasi kepada masyarakat soal peredaran dan penggunaan obat, salah satu, parasetamol.

“Kita harus mengubah paradigma serba instan, yang perlu dilakukan sosialisasi, jika mau sehat, dan nyaman harus peduli lingkungan.”

 

******

Foto utama: Perairan Teluk Jakarta, Muara Angke, Jakarta Utara. Riset menyebutkan Teluk Jakarta, tercemar parasetamol . Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

Exit mobile version