- Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan kawasan perairan Teluk Jakarta tercemar senyawa Parasetamol dengan tingkat konsentrasi yang cukup tinggi. Lokasi tersebut yaitu muara sungai Angke dan muara sungai Ciliwung Ancol
- Kandungan Parasetamol di Teluk Jakarta, berasal dari tiga sumber di daratan yaitu ekskresi atau proses pembuangan sisa metabolisme dan benda tidak berguna lainnya, akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan, serta limbah dari medis rumah sakit, dan industri farmasi
- Dari hasil penelitian didapatkan fakta bahwa beberapa parameter nutrisi seperti Amonia, Nitrat, dan total Fosfat, sudah melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia. Kemudian, di dua muara sungai Teluk Jakarta, Parasetamol terdeteksi dengan konsentrasi cukup tinggi. Pada jangka panjang jangka waktu panjang, kondisi itu bisa mengancam kesehatan biota laut
- Pemprov DKI Jakarta hasil menindaklanjuti hasil penelitian itu melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang telah mengambil sampel dari perairan di Teluk Jakarta. Hasilnya perlu waktu 14 hari
Ancaman kerusakan lingkungan semakin mengintai kawasan perairan laut Teluk Jakarta yang secara administrasi masuk wilayah Provinsi DKI Jakarta. Ancaman itu muncul, setelah sejumlah peneliti dari dalam dan luar negeri menemukan kandungan parasetamol di dua titik lokasi.
Penemuan yang dihasilkan melalui proses riset secara bersama itu, sudah dipublikasikan secara resmi dalam tiga karya ilmiah dan diterbitkan oleh jurnal ilmiah yang masuk dalam kelompok quartile 1 (Q1). Kelompok tersebut merujuk pada 25 jurnal ilmiah paling berpengaruh di dunia.
Dua lokasi yang menjadi titik ditemukannya limbah farmasetika tersebut, adalah muara sungai Angke dengan kadar mencapai 610 nanogram per liter (ng/L) dan muara sungai Ciliwung Ancol dengan kadar mencapai 420 ng/L. Keduanya berlokasi di Teluk Jakarta yang masuk wilayah Laut Jawa.
Selain dua lokasi tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga menyebutkan kalau kegiatan riset dilaksanakan di tiga lokasi lainnya, yaitu di Tanjung Priok, dan Cilincing di Jakarta, serta di pantai Eretan di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Namun, ketiga lokasi perairan tersebut tidak ditemukan kandungan parasetamol.
Peneliti Oseanografi BRIN Prof Zainal Arifin pada Senin (4/10/2021) memaparkan bahwa kandungan yang ada pada dua muara sungai di Teluk Jakarta termasuk dalam kategori konsentrasi tinggi. Hasil tersebut didapat setelah tim peneliti meneliti kontaminan air yang ada pada kerang biru di lima lokasi.
baca : Gubernur DKI Jakarta Langgar Aturan di Teluk Jakarta?
Dari hasil penelitian didapatkan fakta bahwa beberapa parameter nutrisi seperti Amonia, Nitrat, dan total Fosfat, sudah melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia. Kemudian, di dua muara sungai Teluk Jakarta, Parasetamol terdeteksi dengan konsentrasi cukup tinggi.
“Itu meningkatkan kekhawatiran tentang risiko lingkungan yang terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta,” jelas dia.
Zainal Arifin menyebutkan, Parasetamol adalah salah satu kandungan yang berasal dari produk obat atau farmasi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum secara bebas, tanpa melalui resep dari dokter.
Penemuan tersebut menjadi bagian dari hasil penelitian awal yang dilakukan tim peneliti dari BRIN dengan University of Brighton (UoB), Inggris. Selain Zainal Arifin, BRIN juga diwakili oleh Wulan Koagouw yang saat ini masih menempuh studi lanjutan di UoB. Sementara, dari UoB diwakili George Olivier, dan Corina Ciocan.
“Hasil penelitian awal yang kami lakukan ingin mengetahui apakah ada sisa parasetamol yang terbuang ke sistem perairan laut. Kosentrasi Parasetamol tertinggi ditemukan di pesisir Teluk Jakarta, sedangkan di Teluk Eretan tidak terdeteksi alat,” papar dia.
Dengan fakta seperti di atas, Zainal Arifin mengingatkan kepada masyarakat untuk bisa lebih berhati-hati dan waspada dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Terutama, untuk mewaspadai konsentrasi seperti Parasetamol yang sudah ditemukan di Teluk Jakarta.
Terlebih, di perairan pantai lain juga sudah diketahui ada kandungan Parasetamol, seperti di Brebes dan Pekalongan (Jawa Tengah). Namun, kandungan Parasetamol di kedua pantai di dua daerah tersebut diketahui tidak setinggi di Teluk Jakarta.
Adapun, dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, diketahui kalau parameter baku Mutu Air Laut Indonesia harus mencakup 38 jenis. Selain warna, parameter juga harus mencakup kecerahan, kekeruhan, kebauan, padatan tersuspensi total, dan juga sampah.
Kemudian, parameter berikut adalah suhu, lapisan minyak, tingkat keasaman (pH), salinitas, oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biokimia, amonia, ortofosfat, nitrat, sianida, sulfida, hidrokarbon petroleum total, senyawa fenol total, poliaromatik hidrokarbon, poliklor bifenil, surfaktan, minyak, dan lemak.
Parameter lainnya, adalah pestisida (BHC, aldrin/dieldrin, chlordane, DDT, heptachlor, lindane, methoxy-chlor, endrin dan toxaphan), tri buti tin, raksa, kromium heksavalen, arsen, cadmium, tembaga, timbal, seng, nikel, fecal coliform, coliform total, pathogen, fitoplankton, dan radioaktivitas.
Sumber Asal
Tentang kandungan Parasetamol di Teluk Jakarta, Zainal Arifin mengungkapkan bahwa itu bisa dipastikan berasal dari daratan dan berasal dari tiga sumber, yaitu ekskresi atau proses pembuangan sisa metabolisme dan benda tidak berguna lainnya, akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan.
“(Juga) dari rumah sakit, dan industri farmasi,” sebut dia.
Alasan disebutkan ketiga sumber tersebut, tidak lain karena Teluk Jakarta menjadi muara sungai yang saling terhubug dengan sungai dan anak sungai di sekitar kawasan aglomerasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Dengan jumlah penduduk yang banyak, Jabodetabek sangat potensial menjadi konsumen besar untuk obat farmasi yang dijual bebas tanpa melalui resep dari dokter. Hal tersebut membuat Teluk Jakarta memiliki potensi sebagai sumber kontaminan di perairan.
Sementara, sumber potensi yang berasal dari rumah sakit dan industri farmasi bisa ada, diakibatkan sistem pengelolaan air limbah yang tidak berfungsi secara optimal. Dengan demikian, sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat kemudian masuk ke sungai, dan berakhir ke perairan pantai.
Menurut dia, sisa atau limbah obat-obatan ataupun farmasi memang tidak seharusnya ada di dalam air sungai dan juga air laut. Oleh itu, diperlukan kesadaran semua pihak untuk bisa sama-sama menjaga bagaimana ancaman tersebut tidak sampai semakin buruk, sampai mengancam kesehatan manusia.
“Tugas setiap kita, baik industri maupun masyarakat, untuk menjaga kesehatan manusia dan juga kesehatan lingkungan termasuk laut. Semua itu agar kita dapat hidup lebih bermakna,” ucap dia.
perlu dibaca : 7 Fakta Penting Sungai Ciliwung yang Harus Kita Ketahui
Dalam penilaian dia, Pemerintah Indonesia perlu melakukan penguatan regulasi tata kelola pengelolaan air limbah, baik untuk rumah tangga, komplek apartemen, dan industri. Sedangkan, dalam pemakaian produk farmasi (obat, stimulan), publik perlu lebih bertanggung jawab.
“Misalnya tidak membuang sisa obat sembarangan. Ini yang nampaknya belum ada, perlu ada petunjuk pembuangan sisa-sisa obat,” pungkasnya.
Lebih rinci tentang kandungan Parasetamol juga dipaparkan oleh Peneliti Oseanografi BRIN lainnya, Wulan Koaguow pada kesempatan yang sama. Menurut dia, walau sudah terbukti ada kandungan bahan tersebut, namun dia tidak berani memastikan secara mendetail bahayanya untuk lingkunan, karena memerlukan riset yang lebih lanjut.
Saat ini, dia menyebut kalau hasil penelitian tersebut masih berupa tahap awal. Itu artinya, jika ingin mengetahui lebih jauh lagi dampak dari kandungan Parasetamol di Teluk Jakarta, maka diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan peralatan yang dibutuhkan.
“Namun, jika konsentrasinya selalu tinggi dalam jangka panjang, hal ini menjadi kekhawatiran kita, karena memiliki potensi yang baru bagi hewan-hewan laut,” jelas dia.
Wulan Koaguow mengungkapkan, dari hasil penelitian yang dilakukan tim di laboratorium, diketahui kalau pemaparan Parasetamol dengan konsentrasi 40 ng/L bisa mengakibatkan atresia pada kerang betina dan reaksi pembengkakan.
“Penelitian lanjutan masih perlu dilakukan terkait potensi bahaya Parasetamol atau produk farmasi lainnya pada biota-biota laut,” tambah dia.
Jika dibandingkan dengan pantai yang ada di belahan dunia lain, konsentrasi Parasetamol di perairan Teluk Jakarta termasuk tinggi konsentrasinya. Fakta tersebut merujuk pada kandungan yang sama di pantai yang ada di Brasil dengan konsentrasi mencapai 34 ng/L.
Di sisi lain, walau memerlukan penelitian lanjutan, namun beberapa hasil penelitian yang dilakukan di negara Asia Timur seperti Korea Selatan, diketahui kalau zooplankton yang sudah terpapar Parasetamol akan mengalami peningkatan stres, dan stres oksidatif, yakni ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan sistem antiosidan, yang berperan dalam mempertahankan homeostasis.
baca juga : Riset: Kerang, Air dan Sedimen di Pulau Sanrobengi Takalar Tercemar Mikroplastik
Ditindaklanjuti Pemprov DKI
Menanggapi hasil temuan itu, Ketua Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, hasil penelitian BRIN ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi (pemprov) DKI belum cukup serius melakukan perlindungan terhadap Teluk Jakarta.
“Kalo kita sendiri cukup terkejut dengan temuan ini, itulah kenapa kita bilang pemprov (DKI Jakarta) lalai, karena selama ini temuan tersebut luput dari pantauan pemerintah,” kata Bagus seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (4/10/2021).
Kelalaian ini dianggap mengkhawatirkan karena revitalisasi Teluk Jakarta sebenarnya merupakan salah satu kegiatan stategis daerah. Seharusnya, di tengah menyusun upaya revitalisasi, pencegahan terhadap beban pencemaran dilakukan terlebih dahulu, termasuk juga menginventarisir segala jenis atau parameter pencemaran.
Sedangkan Wakil Gubernur atau Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menindaklanjuti hasil penelitian BRIN tersebut melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang telah mengambil sampel dari perairan di Teluk Jakarta yang dinyatakan mengandung parasetamol. Menurut Riza seperti dikutip dari metro.tempo.co, perlu waktu 14 hari untuk dapat disampaikan hasil penelitian sampel tersebut.
Namun, hingga kini, Riza belum dapat memastikan penyebab tingginya kandungan parasetamol di perairan Tanjung Priok dan Pantai Ancol itu. “Apakah kelalaian, ada yang membuang dengan sengaja atau tidak sengaja. Ini harus menjadi perhatian kita,” kata Riza di Balai Kota pada Senin, 4 Oktober 2021.
Dari penelitian sampel itu Riza mengatakan Pemprov akan tahu sudah sejauh mana pencemaran parasetamol di Teluk Jakarta. Setelahnya, Pemprov DKI, kata Riza, dapat membersihkan titik-titik yang sudah tercemar.
Yang pasti, kata Wagub DKI, warga Ibu Kota harus menjaga kondisi lingkungannya. Pembuangan sampah dalam bentuk apapun, kata dia, tidak diperkenankan. “Jangan membuang sampah apalagu di tempat umum, sungai, danau, waduk, apalagi laut,” tambah Riza.