Mongabay.co.id

Tradisi Merehatkan Laut dengan Nyepi Segara di Desa Kusamba

 

Warga Desa Kusamba, Kabupaten Klungkung, Bali, melestarikan peringatan Nyepi Segara di tengah pandemi Covid-19 ini. Ritual penghormatan pada pesisir pantai dan ekosistem laut dengan merehatkannya sehari ini awalnya dimulai oleh nelayan dan petani garam laut tradisional. Sebuah kearifan lokal dalam manajemen perikanan tangkap.

Nyepi berasal dari kata sepi, sunyi, hening. Segara artinya laut. Tradisi ini kemudian dirayakan seluruh warga termasuk bukan warga adat di Desa Kusamba setiap tahun pada penanggalan kalender Bali, Purnama Kalima. Tahun ini jatuh pada 21 Oktober 2021.

Warga perkampungan yang didominasi muslim di Kampung Kusamba pun menghormati tradisi ini dengan cara tidak melakukan aktivitas apapun mulai sepanjang sempadan pantai sampai laut. Ketika memotret area dermaga kapal barang di kampung ini, beberapa orang yang sedang duduk berteriak memanggil. Mereka memberi informasi jika hari ini adalah Nyepi Segara, warga dilarang masuk ke area sempadan pantai, misalnya mulai menginjak pasirnya.

Pesisir Desa Kusamba termasuk padat aktivitas, misalnya untuk transportasi laut makin banyak dermaga-dermaga penambatan kapal barang dan penumpang menuju ke Nusa Penida. Pesisirnya juga jadi penambatan perahu jukung nelayan dan lokasi pembuatan garam laut secara tradisional.

Mengistirahatkan laut satu hari adalah upaya mengingatkan betapa berharganya pesisir bagi warga dan penghidupan mereka. Kadek Suardika, Wakil Pecalang Desa Adat Kusamba mengatakan tradisi ini sudah diikuti oleh leluhur namun tidak tahu sejarah pastinya. Ia pernah merasakan berkah laut ketika jadi nelayan. Namun, makin tingginya biaya melaut membuatnya beralih jadi buruh bangunan.

“Jadi nelayan sekarang makin sulit, biaya melaut makin mahal karena makin jauh,” keluhnya. Ia menyontohkan beli kapal, mesin, dan jaring minimal biayanya Rp60 juta. Sedangkan penghasilan melaut makin tidak stabil.

baca : Nyepi Segara, Ketika Laut Rehat di Bali

 

Jalan raya Desa Kusamba saat prosesi purnama dan nyepi segara. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Suardika dan rekan-rekannya sedang bertugas menjaga Pantai Pura Segara, lokasi persembahyangan warga selama dua pekan prosesi upacara di desa. Termasuk Nyepi Segara. Sejumlah dermaga sunyi, jukung-jukung nelayan parkir, dan laut nampak sunyi.

Pengguna laut dari pesisir pulau tetangga seperti Nusa Penida juga menghormati ritual ini dengan tidak melakukan penyeberangan ke Desa Kusamba. Mereka bisa mengamati area yang sedang merehatkan diri dengan petunjuk khusus.

Cara menandai wilayah yang sedang diistirahatkan adalah dengan memasang penjor di dua titik garis batas yakni Karangdadi dan Pesinggahan. Penjor dibuat dari batang bambu dengan hiasan janur, buah, dan hasil bumi lain. Dua batang penjor dipasang di tengah laut, sekitar 50 meter dari pantai, di wilayah pesisir desa adat Kusamba. Panjang area pesisirnya sekitar 2 kilometer, saat Nyepi, penjagaan atau patroli di pantai dilakukan oleh Pecalang, tim keamanan desa adat.

Ribuan warga mengikuti prosesi Purnama Kalima dengan persembahyangan secara bergiliran ke Pura Segara, pura yang biasanya dibangun dekat laut untuk penghormatan. Prosesi puncaknya adalah jelang tengah malam sebelum Nyepi Segara, warga dan pimpinan ritual melarung persembahan ke tengah laut. Disebut Mapakelem. Kemudian diakhiri dengan Nunas Tirtha atau mengambil air laut yang kemudian disucikan dan dibagi-bagi ke warga, secara simbolik.

baca juga : Begini Pengaruh Nyepi terhadap Laut dan Penghuninya

 

Petugas keamanan adat berjaga di pantai Desa Kusamba saat nyepi segara. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Mengutip laman Desa Kusamba, dalam catatan sejarah desanya disebutkan pantai atau laut berperan sangat penting. Dahulu Desa Kusamba merupakan Ibu kota ke dua Kerajaan Klungkung ketika dipimpin Ida I Dewa Agung Putra Kusamba.

Untuk mendukung pemerintahannya, Ida Idewa Agung Putra Kusamba pun mendirikan istana di desa ini dengan nama Kusanegara. Selain membangun istana, Kusamba dijadikan sebagai pelabuhan dan benteng kerajaan. Masyarakat di Kusamba kala itu juga mahir dalam membuat keris dan berbagai senjata tajam yang lain. Keahlian ini pun masih diteruskan oleh masyarakat Banjar Pande. Sedangkan masyarakat Kusamba lebih terkenal dengan nelayan dan petani garamnya.

Bendesa Adat Desa Kusamba Anak Agung Gede Swastika mengatakan prosesi Nyepi ini adalah bagian dari upacara agama di desanya, Ngusaba, sehari sebelumnya. Saat puncak ritual, pimpinan agama melakukan ritual Mulang Pakelem jelang tengah malam. Sesajen atau banten yang dipersembahkan dalam bentuk segala bentuk hasil bumi (pala bungkah, pala gantung). Simbolisasi satwa laut dilakukan dengan membuat sarana sesajen berbentuk ikan, penyu, dan lainnya. Semua sarana upacara itu dipersembahkan ke laut saat bulan purnama. Esok harinya, warga merayakan Nyepi Segara dengan pemasangan penjor penanda di laut bagian barat dan timur.

Saat rehat laut satu hari ini, warga memanfaatkan waktu untuk rapat besar bersama di Pura Segara. Nyepi dan prosesi ritual lainnya diyakini sebagai bentuk pengingat betapa pentingnya laut bagi warga.

“Hampir semua masyarakat bermata pencaharian dari laut seperti petani garam, nelayan, dan lainnya,” kata Swastika. Harapan dan keyakinan warga, usai Nyepi, warga diberkahi hasil laut yang lebih melimpah. “Dulu orang tua saya yakin ikan lebih banyak, sekarang masalahnya ada perubahan iklim dan perubahan pola penangkapan ikan,” lanjutnya.

Warga menyadari hal ini, karena hasil ikan tak melimpah lagi. “Masih ada tapi tidak seperti dulu,” sebut Swastika.

baca juga : Kegelisahan Saras Dewi pada Rusaknya Lingkungan Bali

 

Penutupan pintu masuk pantai saat nyepi segara di Desa Kusamba. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pengelolaan kawasan perikanan Desa Kusamba

Salah satu daerah penghasil tongkol adalah Kabupaten Klungkung. Jumlah produksi tongkol pada tahun 2017 dan 2018 yaitu sebesar 1.194 ton dan 1.642,3 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2018).

Sejumlah peneliti menilai efektivitas manajemen perikanan di Desa Kusamba dalam Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis, Desember 2020, Volume 4 Nomor 2. Tajuk risetnya adalah Pendekatan Ekosistem pada Pengelolaan Perikanan Tongkol Skala Kecil Melalui Penilaian Domain Penangkapan Ikan di Perairan Kusamba, Bali dikerjakan oleh I Gusti Agung Bagus Arya Pradnya Pratama, I Wayan Arthana, dan Made Ayu Pratiwi dari Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.

Dikutip dari jurnal tersebut, ada sejumlah temuan dalam praktik perikanan tangkap di Desa Kusamba. Dari 6 domain pada pengelolaan perikanan dengan EAFM, dipilih salah satu domain yaitu domain teknik penangkapan ikan. Domain tersebut dipilih karena beberapa nelayan mengatakan semakin lama mereka semakin sulit untuk memperoleh ikan dan menentukan daerah penangkapan ikan.

Jika stok ikan yang sudah menipis namun laju penangkapan ikan masih terus meningkat maka dikhawatirkan akan menimbulkan konflik perebutan sumberdaya ikan. Armada penangkapan ikan di Pantai Segara Kusamba yaitu perahu jukung berukuran kurang dari 5 GT dengan mesin motor tempel berukuran 15 PK. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan tersebut yaitu jaring insang (gillnet) dan juga pancing ulur. Pelayaran yang dilakukan oleh nelayan di Pantai Segara Kusamba yaitu one day fishing.

Indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan dinilai secara tidak langsung dengan membandingkan rata-rata ukuran ikan target yang tertangkap dengan ukuran Lm ikan target tersebut. Lm ikan target yang digunakan mengacu pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, jumlah ikan tongkol yang diukur sebanyak 171 ekor.

baca juga : Kedonganan, Kampung Nelayan yang Bertahan di Pusat Turisme Bali

 

Segerombolan ikan di perairan di bawah dermaga di Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Hasil analisis menunjukkan bahwa 131 ekor (77%) sampel ikan yang diukur belum matang gonad atau memiliki panjang kurang dari Lm serta yang sudah matang gonad adalah sebanyak 40 ekor (23%). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jayanti et al. (2020), Lm ikan tongkol krai di sekitar perairan Kusamba yaitu 34,8 cm. Ikan tongkol yang paling banyak tertangkap memiliki ukuran panjang 29,1–31,1 cm yaitu sebanyak 44 ekor (25,7%), sedangkan ikan tongkol yang paling sedikit tertangkap memiliki ukuran panjang 22,8–24,8 cm yaitu sebanyak 4 ekor (2,3%). Berdasarkan hasil tersebut, maka indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan memperoleh skor 1 di mana lebih dari 50% target spesies berukuran kurang dari Lmnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tangkap di perairan Kusamba termasuk kategori perikanan skala kecil (tradisional). Perikanan skala kecil atau tradisional ditandai dengan armada penangkapan yang menggunakan kapal jukung berukuran <5GT serta menggunakan mesin motor tempel. Alat tangkap yang digunakan tergolong selektif yakni jaring insang (gillnet) dan pancing ulur. Nelayan di Pantai Segara Kusamba juga tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan di daerah yang dilarang yaitu zona inti Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa perlu dilakukannya manajemen hasil tangkapan yang lebih baik lagi yaitu meningkatkan ukuran mesh size jaring insang agar memperoleh ikan tongkol krai yang berukuran diatas Lmnya. Upaya penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan masih tergolong undercapacity sehingga kecil kemungkinan dapat terjadinya eksploitasi yang berlebih.

Namun perlu adanya kontrol dalam upaya penangkapan agar tidak terjadi penurunan stok ikan di alam dan kerusakan ekosistem yang dapat menyebabkan timbulnya konflik perikanan. Penilaian EAFM pada domain teknik penangkapan ikan di Pantai Segara Kusamba mendapatkan nilai komposit sebesar 80,4 dengan deskripsi baik sekali.

Pada indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan memperoleh skor 1 dengan kondisi buruk atau berwarna merah. Sehingga, diperlukan suatu upaya pengelolaan pada indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan. Misalnya pembatasan ukuran minimal alat tangkap yang boleh dipergunakan oleh nelayan agar ikan yang didapatkan sudah berukuran matang gonad. Selain itu kegiatan penangkapan yang dilakukan di luar musim pemijahan akan mengurangi jumlah ikan matang gonad yang didapatkan oleh nelayan Pantai Segara Kusamba.

Exit mobile version