Mongabay.co.id

Daun Simpor, Bermanfaat untuk Tubuh dan Melawan Plastik

 

 

Daun simpor [Dillenia suffruticosa] bukan nama daun, tapi tumbuhan semak berbunga yang akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Tanaman ini biasa digunakan sebagai pembungkus makanan, obat tradisional, serta penangkal binatang buas. Daun simpor bukan hanya ditemukan di Kepulauan Bangka Belitung, juga tersebar di Asia dan Australia.

“Sejak dulu, masyarakat di sini menggunakan daun simpor sebagai pembungkus beragam makanan kukus, seperti lemet ubi, tape, ketan, lontong dan pepes ikan. Jarang yang menggunakan daun pisang, seperti daerah lain. Mungkin, dulu daun simpor lebih mudah ditemukan di sekitar hutan atau kebun warga,” kata Yunus [71] warga desa Pangkalniur, keturunan Suku Maras yang tersebar di sekitar Kabupaten Bangka, kepada Mongabay Indonesia, Kamis [16/12/2021].

Baca: Laut Belitung yang Selalu Diperebutkan

 

Bunga tumbuhan simpor mempunyai warna beragam, mulai merah, putih, dan kuning. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Digusur plastik

Sukardi [51], tokoh adat Suku Mapur di Dusun Tuing, Kabupaten Bangka, mengatakan sebelum adanya kantong plastik, daun simpor yang kini juga menjadi inspirasi motif batik khas Belitung, dimanfaatkan warga sebagai wadah bungkusan, saat membeli ikan dari nelayan yang baru pulang melaut.

“Daunnya yang lebar, lentur, dan tidak mudah patah, serta mudah ditemui kerap dimanfaatkan sebagai wadah untuk memetik buah-buahan di sekitar kebun. Namun kini, daun simpor tergantikan kantong plastik,” ujarnya.

Budi Afriansyah, etnobiolog sekaligus pengajar di Universitas Bangka Belitung mengatakan, pembungkus makanan alami di Kepulauan Bangka Belitung, selain daun simpor ada juga pandan wangi [Pandanus amaryllifolius] dan jelutuk [Pandanus furcatus]. Tapi, yang sering digunakan daun simpor.

“Jenis tumbuhan yang daunnya digunakan sebagai pembungkus makanan tradisional sangat penting untuk dibudidayakan. Ini merupakan upaya melestarikan sumber plasma nutfah,” katanya.

Beragam pembungkus makanan alami di Kepulauan Bangka Belitung merupakan pengetahuan turun temurun yang merupakan bentuk pelestarian, penghormatan, dan penghargaan terhadap pengetahuan leluhur.

“Penggunaan daun sebagai pembungkus makanan, juga dapat menjadi komitmen kita bersama dalam upaya pengurangan sampah plastik yang sudah menjadi permasalahan global,” lanjutnya.

Dikutip dari databoks.katadata.co.id, pada 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] mencatat, Indonesia telah menghasilkan sampah sebanyak 67,8 juta ton.

Dari jumlah tersebut, sekitar 37,4% sampah berasal dari aktivitas rumah tangga. Sumber sampah terbesar berikutnya dari pasar tradisional [16,4%], kawasan [15,9%], sumber lain [14,6%], perniagaan [7,29%], fasilitas publik [5,25%], dan perkantoran [3,22%].

Data yang sama juga menyebutkan, jika dibagi berdasarkan jenisnya, sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia berasal dari sisa makanan sebanyak 39,8%, sedangkan urutan kedua ada sampah plastik sebanyak 17%.

Baca: Asam Jawa, Obat Tradisional Nusantara yang Berasal dari Afrika

 

Buah tumbuhan simpor [Dillenia suffruticosa] yang mekar berwarna kemerahan bisa langsung dimakan dan juga disukai burung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Manfaat medis

Dalam kehidupan masyarakat Bangka Belitung, daun simpor ada dua jenis, yakni simpor bini [perempuan] dan simpor laki [laki-laki]. Daun simpor bini lebih sering digunakan untuk pengobatan.

“Ciri utamanya, daunnya lebih lebar. Biasanya, untuk obat luka atau memar, pereda demam, serta rematik. Untuk luka, daun cukup diremas hingga mengeluarkan cairan, lalu ditempelkan di titik luka. Sedangkan untuk demam dan rematik, daun direbus dan airnya diminum,” lanjut Sukardi.

Berdasarkan jurnal Pharmaceutical Biology berjudul “Dillenia species: A review of the traditional uses, active constituents and pharmacological properties from pre-clinical studies” oleh Latifah Saiful Yazan & Nurdin Armania, dijelaskan bahwa jenis ini merupakan satu dari 100 spesies tanaman berbunga yang ada di daerah tropis dan subtropis di Asia Selatan, Australasia, dan Kepulauan Samudra Hindia.

Namun, hingga saat ini hanya delapan spesies Dillenia yang dilaporkan digunakan secara tradisional di berbagai negara untuk keperluan medis. Dari delapan spesies tersebut, terdapat tiga spesies yang sudah dilaporkan dan telah digunakan untuk mengobati pertumbuhan kanker, yakni Dillenia pentagyna, Dillenia  indica, dan Dillenia suffruticosa.  Sementara spesies Dillenia papuana dan Dillenia meliosmifolia, terbukti secara ilmiah potensi terapeutiknya dalam studi pra-klinis.

Baca: Jengkol, Tumbuhan Kaya Manfaat Asli Indonesia

 

Simpor memiliki daun lebar, lentur, dan tidak mudah patah, sehingga sangat mudah dijadikan pembungkus makanan atau wadah hasil kebun. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Jurnal yang sama menyebutkan, buah Dillenia suffruticosa [daun simpor] sering digunakan dalam praktik etno-medis oleh komunitas Rungus di Kudat, Borneo, sebagai pengobatan kanker.

Sementara ekstrak methanol akar Dillenia suffruticosa mempunyai sitoksitas [tingkat merusak pada suatu sel] yang paling tinggi terhadap sel kanker usus besar, kanker payudara, kanker ovarium, kanker paru-paru, dan kanker serviks, dibandingkan bagian tanaman lainnya, seperti bunga, buah, atau daun.

Selain itu, ekstrak air dari akar Dillenia suffruticosa menunjukkan sifat anti kanker usus besar serta menekan perkembangan kanker serviks.

“Beberapa spesies Dillenia telah mengalami isolasi dan karakterisasi senyawa dengan asam lupeol dan betulinic yang memiliki potensi farmakologis luar biasa. Spesies Dillenia memerlukan studi lebih lanjut tentang potensi terapeutik, yang pada akhirnya dapat mengarah pada pengembangan kandidat obat baru untuk pengobatan berbagai penyakit,” tulis jurnal tersebut.

Baca juga: Buah Nangka dan Cempedak, Serupa tapi Tak Sama

 

Daun simpor bini, yang digunakan masyarakat Bangka Belitung sebagai pembungkus makanan tradisional, juga mempunyai beragam kandungan zat antikanker. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Penangkal hewan buas

Selain digunakan sebagai bahan pembungkus makanan, bagi masyarakat Belitung, kayu dari tumbuhan simpor laki dipercaya sebagai penangkal hewan buas atau berbisa. Seperti buaya, ular, hingga harimau.

“Dalam kepercayaan masyarakat kami, kayu simpor laki kegunaannya mirip kayu tas, untuk mengusir hewan buas,” kata Ratno [44], pengurus Hutan Adat Tukak di Desa Pangkal Niur, Kabupaten Bangka.

Antara simpor bini dan simpor laki ini, menurut dia, perbedaanya sangat jauh, mulai dari daun, hingga bentuk fisik batang.

“Simpor laki, daunya lebih kecil dibandingkan simpor bini, selain itu batangnya lumayan keras, tegak lurus seperti kayu pada umumnya, dan berwarna agak kemerahan.”

Namun, simpor laki mulai sulit ditemukan di sekitar hutan dPulau Bangka. “Yang masih mudah dicari ya simpor bini,” lanjut Ratno.

Kepercayaan terhadap kemampuan kayu simpor laki sebagai pengusir hewan buas, tertuang dalam cerita rakyat serta petikan karya sastra lisan dari Belitung yang dikutip dari situs bangkabelitungkite.blogspot.com.

Alu segiok going
Segale-gale ubi
Sekucak-sekucong
Tentong kayu bingkok, bingkok demakan api
Alu ukan sembarang alu
Alu tebuat dari simpor laki
Sifat nok beikor
Amun tepelasa kan simpor laki
Tentu mati.

 

 

Exit mobile version