Mongabay.co.id

Begini Komitmen Pemkab Lembata Jaga Ekosistem dan Rekonsiliasi Laut

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengajak Bupati Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) Thomas Ola Langoday untuk bersama-sama menjaga kelestarian ekosistem pesisir. Ini penting untuk mewujudkan laut Indonesia yang sehat hingga tercapai kesejahteraan masyarakat pesisir.

Hal tersebut disampaikan saat audiensi Bupati Lembata di Kantor KKP pada Kamis (16/12/2021).

“Kelestarian ekosistem pesisir ini harus dijaga bersama-sama, agar prinsip ekonomi biru, dimana tujuannya itu pada kesehatan laut dan kesejahteraan masyarakat pesisir dapat kita wujudkan,” jelas Menteri Trenggono dalam rilis KKP.

Hal ini sejalan dengan kebijakan penangkapan terukur yang menjadi salah satu program prioritas (KKP) pada tahun 2021-2024.

Dengan mengendalikan penangkapan ikan melalui penerapan sistem kuota, maka overfishing dapat dihindari sehingga populasi perikanan terjaga dan sekaligus menghapus stigma tingginya praktik illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) di Indonesia dan berubah menjadi legal, reported, and regulated fishing (LRRF).

Kabupaten Lembata hanya terdiri dari satu pulau saja dengan jumlah penduduk sebanyak 145.685 jiwa. Daerah lautnya tiga kali lebih luas dari daratan serta memiliki sebanyak 91 desa pesisir dari total desa sebanyak 114.

baca : Kembali Ditangkap, Nelayan Pengebom Ikan di Flores Timur

 

Bupati Lembata, NTT, Thomas Ola Langoday bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di Kantor KKP, Jakarta,Kamis (16/12/2021). Foto : KKP

 

Selain membahas kelestarian ekosistem pesisir, Menteri Trenggono juga menginginkan Lembata menjadi salah satu model dari Kampung Nelayan Sehat karena memiliki potensi perikanan yang besar.

Salah satunya ikan ekor kuning yang dihasilkan Lembata, di mana pasarnya telah merambah ke seluruh wilayah di NTT.

“Potensinya besar, ini mesti dijadikan model kampung nelayan sehat,” sebutnya. Dia meminta para jajarannya untuk mencari tahu potensi lain serta masalah yang dihadapi oleh nelayan di Kabupaten Lembata.

“Harus dicari tahu persis, agar tidak salah cara pandang kita. Nelayannya butuh apa, sarana apa yang diperlukan,” terangnya.

Pada kesempatan itu, Menteri Trenggono mendengarkan penjelasan Bupati Thomas, mulai dari potensi perikanan yang dimiliki, wisata bahari, hingga adat istiadat yang sangat kental pada masyarakat nelayan di Kabupaten Lembata.

  

Prosesi Rekonsiliasi

Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday saat dihubungi Mongabay Indonesia, Kamis  (23/12/2021) menyebutkan, Kabupaten Lembata sedang mengalami krisis , konflik antara manusia dengan alam yang sangat tinggi.

Thomas sebutkan, terkait dengan pertemuannya dengan menteri KKP di kantornya, ia mengaku mau melapor bagaimana nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Lembata mau diangkat ke permukaan untuk kelesatrian alam baik laut,darat dan udara.

“Kita punya kearifan lokal yang namanya Muro,larangan untuk tidak merusak lingkungan laut baik mangrove, terumbu karang dan anak-anak ikan.Ini yang akan kita terapkan di Lembata secara keseluruhan,” ucapnya.

Thomas mengatakan, penangkapan ikan dengan pukat harimau misalnya membuat semua ikan tersapu habis. Terumbu karang pun rusak karena adanya penggunaan bom dan potas oleh nelayan.

baca juga : Nelayan NTT Masih Miskin, Apa Penyebabnya?

 

Nelayan Desa Lamatokan, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata,NTT sedang membuka ikan yang terjaring di pesisir pantai desa tersebut usai pulang melaut. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Dia katakan, kabupatennnya dulu kaya dengan ikan teri, baronang, tuna, tembang dan ikan-ikan kecil. Kekayaan laut ini kini sudah mulai menipis sebab tempat ikan bertelur di mangrove di rusak bukan saja oleh masyarakat tetapi juga oleh pengusaha.

Selain itu tambahnya, masyarakat juga menyemprot pestisida berlebihan di kebun dan saat hujan air pun mengalir dan membawa pestisida tersebut ke laut sehingga menimbulkan pencemaran di laut.

“Dampak yang ditimbulkan, telur ikan mati, anak ikan mati, terumbu karang hancur, mangrove yang seharusnya tumbuh subur menjadi layu,” ucapnya.

Karena itu Thomas memberi tahu Menteri KKP agar bisa berbuat sesuatu di Lembata, sebuah wilayah pinggiran di negeri ini.

Ia beralasan, kalau tidak diambil tindakan maka suatu saat anak cucu kita melarat padahal laut kita kaya akan hasilnya. Makanya kata dia, kita harus berbuat sesuatu.

Pemerintah Kabupaten Lembata akan membuat prosesi rekonsiliasi, proses Sare Dame yang mengusung nilai-nilai kedamaian. Perdamaian antara orang Lembata dengan orang Lembata, antara orang Lembata dengan Allah, antara orang Lembata dengan leluhur dan antara orang Lembata dengan alam sekitarnya.

“Kita akan laksanakan tanggal 7 Maret 2022 guna mengenang kembali spirit yang diwariskan leluhur kami supaya memberikan keberkahan kepada masyarakat saat ini dan yang akan datang,” ucapnya.

Thomas menegaskan bumi ini kan pinjaman dari anak cucu kita sehingga harus dikembalikan dalam keadaan utuh. Dirinya juga memberitahu Menteri KKP terkait kebutuhan peralatan tangkap dan pengamanan laut yang jumlahnya tidak besar tetapi sangat dibutuhkan masyarakat.

 Terkait dengan kebijakan penangkapan terukur, Bupati Lembata mendukung hal itu dan dia berharap kebijakan tersebut dapat menjadikan nelayan sejahtera dan makmur.

“Kita memahami, maka memang betul, tangkap ikan juga secukupnya, tidak boleh berlebih. Tujuannya nelayan bisa lebih makmur dan sejahtera,” pungkasnya.

baca juga : Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022

 

Ikan kombong hasil tangkapan nelayan Desa Lamatokan, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata,NTT di Teluk Hadakewa menggunakan jaring. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Menjaga Ekosistem

Direktur LSM Barakat Kabupaten Lembata, Benediktus Bedil saat dihubungi Mongabay Indonesia, Kamis (23/12/2021) mengatakan penyangga perikanan berkelanjutan ada tiga yakni mangrove, terumbu karang dan padang lamun.

Ben sapaannya menegaskan, apabila ketiga ekosistim ini rusak maka ketersediaan ikan menjadi sangat terbatas.

Dirinya mengakui, banyak masyarakat yang belum menyadari ini sehingga pihaknya sementara berjuang melakukan rehabilitasi ketiga ekosistem ini.

“Harus ada pembatasan teknologi agar tidak mengambil kekayaan laut seperti ikan dan lainnya dalam jumlah banyak dan merusak eksosistemnya,” tegasnya.

Ben katakan, Muro, larangan secara adat untuk merusak ekosistem laut sangat efektif karena membatasi penangkapaan ikan secara berlebihan dan hanya menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.

Dia menjelaskan, Muro melarang merusak tiga ekosistem tersebut dan dibuat ritual adat serta disumpah di tempat terlarang. Bila ada warga atau nelayan dari luar yang melanggar maka akan dikenai sanski berat.

“Kami telah menerapkan penangkapan ikan terukur dengan adanya Muro. Wilayah tempat ikan berkembangbiak dilarang untuk ditangkap. Penangkapan ikan di zona pemanfaatan pun dilakukan dengan alat tangkap ramah lingkungan,” ucapnya.

Ben mengakui, mengaktifkan kembali kearifan lokal Muro yang lama sempat hilang berdampak besar terhadap ketersediaan ikan yang mulai melimpah di beberapa wilayah laut.

perlu dibaca : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara

 

Ilustrasi. Penjual ikan eceran di TPI Alok Maumere kabupaten Sikka,NTT yang sedang menanti pembeli yang tampak sepi semenjak merebaknya pandemi COVID-19. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Batasi Penangkapan

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere, Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba, SPi,MSi  kepada Mongabay Indonesia, Kamis (23/12/2021) mengatakan, penangkapan terukur terkait dengan konsep keberlanjutan.

Barnabas menyebutkan, menangkap ikan bisa maksimal tapi stok ikan yang disisakan di laut pun harus tetap lestari. Perhitungannnya bertujuan untuk pengelolaan.

“Penangkapan terukur terkait dengan keberkelanjutan agar anak cucu bisa menikmati ikan yang sama dan jumlahnya ikannya pun tetap mencukupi,” ungkapnya.

Untuk itu kata Barnabas, harus berimbang antara stok dan upaya penangkapan dalam bentuk alat tangkap. Menurutnya, kalau alat tangkapnya semakin banyak maka stok ikan semakin sedikit sehingga regenerasi ikan bisa lambat.

Bahkan kalau sudah terlalu dikuras atau eksploitasi maka stok ikannya sangat tidak memungkinkan. Dampaknya,  banyak kapal ikan yang pulang dengan tangan hampa.

Ia menyarankan, untuk wiayah-wilayah tertentu yang alat tangkapnya sudah banyak maka harus dikurangi. Caranya salah satunya dengan tidak menerbitkan surat izin berlayar bagi kapal ikan. Kalau nelayan kecil, tidak memakai izin pun bisa melaut.

“Ada banyak cara untuk membatasi upaya penangkapan termasuk menggunakan kuota dan membatasi subsidi. Tujuannya supaya ikannya dibiarkan beregenerasi dan berkembangbiak terlebih dahulu,” jelasnya.

 

Exit mobile version