Mongabay.co.id

2022, Sektor Kelautan dan Perikanan Ingin Berlari Cepat

 

Berbagai upaya akselerasi dilakukan Pemerintah Pusat agar sektor kelautan dan perikanan bisa berlari dengan kencang di awal 2022 ini. Selain melakukan penataan kembali pada subsektor perikanan tangkap, hal yang sama juga dilakukan pada subsektor lainnya.

Tetapi upaya tersebut mendapatkan kritik tajam dari Dekan Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan IPB University Fredinan Yulianda. Seharusnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa melakukan akselerasi dengan cara memperbaiki masalah yang ada di dalam intansi.

Permasalahan tersebut, paling banyak adalah berkaitan sinkronisasi program antar kelembagaan direktorat jenderal (ditjen) dan setingkat. Sejauh ini, upaya tersebut masih belum terlihat dilakukan oleh KKP di bawah kepemimpinan Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Semua komponen harus terintegrasi dengan baik. Dari SDM (sumber daya manusia), perencanaan, konservasi, kebijakan, dan penatan ruang laut,” jelas Fredinan kepada Mongabay, Jumat (8/1/2022).

Dengan melihat semua permasalahan tersebut, maka seharusnya yang dilakukan oleh KKP adalah melakukan pemetaan masalah dengan detail dan mencari akar masalahnya sampai tuntas. Jika itu sudah diatasi, maka berikutnya yang bisa dilakukan adalah akselerasi program kerja untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.

Perlunya melakukan sinkronisasi, karena itu akan mencegah terjadinya tumpang tindih program kerja antara yang digulirkan oleh KKP secara langsung dan atau oleh masing-masing lembaga ditjen KKP dan setingkat. Cara itu juga akan bisa mencegah munculnya ego sentris yang sebelumnya ada.

baca : Catatan Akhir Tahun : Pemerintah Jangan Fokus pada Satu Persoalan Kelautan dan Perikanan Saja

 

Penjual ikan melakukan transaksi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jatim. Dampak yang ditimbulkan dari wabah virus COVID-19 ini yaitu harga ikan turun drastis. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Fredinan mengungkapkan, dengan berjalannya sinkronisasi antar lembaga internal, maka itu juga bisa membangun sistem koordinasi menjadi lebih baik. Kalau sudah demikian, maka itu akan bisa menghindari potensi masalah hingga mencapai 80 persen.

Salah satu contohnya, program yang digulirkan pada 2022 oleh KKP, yakni penangkapan ikan secara terukur. Program tersebut menurutnya merupakan program yang sama dan digulirkan pada periode kepemimpinan KKP sebelumnya.

“Hanya saja, program tersebut diberi nama yang baru. Padahal itu sama saja,” tuturnya.

Di samping itu, pembenahan yang tak kalah pentingnya, adalah bagaimana KKP bisa melakukan penyusunan program kerja dengan berlandaskan pada data dan riset. Jangan sampai, pembuatan program kerja dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan dan keinginan saja.

Adapun, data yang dimaksud tidak lain adalah tentang kajian stok perikanan yang akan menjadi data mendasar bagi KKP sebelum menentukan program kerja apa yang tepat untuk digulirkan. Data tersebut juga seharusnya menjadi dasar untuk melaksanakan program penangkapan ikan secara terukur.

“Itu bicara data, ada ikan di sana. Perencanaan tidak berbasis data,” sebutnya.

Hal lainnya yang juga dinilai mendasar dan menjadi tantangan berat bagi KKP, adalah bagaimana menjawab keraguan banyak pihak tentang upaya meningkatkan kesejahteraan bagi nelayan kecil dan masyarakat pesisir.

Menurut Fredinan, KKP harus berkomitmen karena saat ini upaya untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga terus didorong pemerintah. Oleh karenanya, harus diperhitungkan dengan detail apa kebutuhan yang bisa menaikkan kesejahteraan nelayan kecil.

baca juga : Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022

 

Data Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menjelaskan para perempuan nelayan mampu memberikan kontribusi ekonomi lebih dari 60 persen bagi perekonomian keluarga. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Diketahui, salah satu yang mendapatkan perhatian besar adalah kegiatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (PSDKP). Kegiatan tersebut mulai 2022 akan dilakukan dengan terintegrasi agar bisa mengawal berbagai program terobosan KKP.

Direktur Jenderal PSDKP KKP Adin Nurawaluddin menjelaskan, yang dimaksud dengan pengawasan terintegrasi, itu tidak hanya fokus pada penindakan aktivitas penangkapan ikan dengan cara ilegal dan merusak. Melainkan, juga menata para pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan.

Menurut dia, perlunya dilakukan terintegrasi dalam melaksanakan kegiatan pengawasan, karena itu akan menjadi benteng dan tangan kanan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam melaksanakan pengawalan seluruh terobosan program KKP.

Dengan peran tersebut, PSDKP sudah menyiapkan rencana pengawasan dari sisi pemantauan operasi armada, pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan, pengawasan pengelolaan sumber daya perikanan, dan penanganan pelanggaran.

“Kita sebagai benteng KKP dalam menjaga kedaulatan pengelolaan perikanan dan sekaligus implementasi akselerasi program terobosan,” ungkap Adin akhir pekan lalu di Jakarta.

perlu dibaca : Pengawasan Terintegrasi untuk Penangkapan Ikan Terukur Mulai Awal 2022

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono (dua dari kiri) dan Dirjen PSDKP KKP Adin Nurawaluddin melakukan inspeksi kesiapan aparat PSDKP KKP. Foto : KKP

 

Pengawasan Terpadu

Untuk melaksanakan pengawasan di laut, PSDKP tak hanya fokus pada armada kapal laut yang sudah ada saat ini, namun juga melalui pengawasan patroli udara. Selain itu, juga ada unit reaksi cepat PSDKP yang siap merespon kapan saja laporan dugaan pelanggaraan.

Dia menjanjikan bahwa unit reaksi cepat akan didukung dengan armada perahu cepat (speedboat) dengan kecepatan mencapai 55 knot. Armada tersebut diharapkan bisa menjadi senjata untuk mengejar kapal pelaku pelanggaran perikanan atau kelautan.

Selain armada perahu cepat, akan ada juga penambahan dua unit kapal pengawasan, tiga unit prasarana pengawasan, dan empat unit speedboat pengawasan yang akan dibangun untuk memperkuat pengawasan. Kemudian, peran masyarakat juga akan diperkuat melalui pembinaan terhadap 1.100 Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS).

Di bawah kepemimpinan Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Adin Nurawaluddin mengungkapkan bahwa pengawasan kelautan menjadi salah satu fokus penting yang akan dilaksanakan dari sekarang hingga akan datang.

Selain mengawasai praktik pengawasan ikan ilegal dan atau dengan cara merusak, dia menyebutkan kalau pengawasan juga akan fokus pada potensi pelanggaran pemanfaatan ruang laut. Misalnya saja, pelanggaran pada kegiatan reklamasi.

Selain itu, pengawasan pada penggelaran kabel dan/atau pipa bawah laut, jasa kelautan, serta pemanfaatan pulau-pulau kecil yang sekarang sedang marak baik di tingkat pusat maupun daerah. Semua kegiatan tersebut dinilai berpotensi besar terjadi pelanggaran.

“Terutama terkait kepatuhan terhadap dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) atau terhadap dokumen Konfirmasi Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL),” papar dia.

baca juga : Mematangkan Payung Hukum untuk Penangkapan Ikan Terukur

 

Panorama udara pelabuhan perikanan terintegrasi. Foto : KKP

 

Dari sisi pelaku usaha, pengawasan akan dilakukan dengan meningkatkan kepatuhan melalui terhadap 21.750 kapal perikanan dan 700 pelaku usaha pembudidaya ikan. Cara tersebut diyakini akan bisa mendorong akselerasi berjalan baik.

Terakhir akselerasi penanganan pelanggaran akan dilakukan melalui percepatan pemanfaatan barang bukti berupa kapal pelaku illegal fishing yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), penyelesaian kasus-kasus tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan (TPKP), hingga optimalisasi penggunaan teknologi informasi (IT) untuk monitoring kasus TPKP.

Selain dari pengawasan, akselerasi juga dilakukan dari program riset kelautan dan perikanan yang dipimpin langsung Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP). Selain riset, penguatan kapasitas SDM juga menjadi fokus yang dilakukan saat ini.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BRSDM KP KKP Kusdiantoro mengatakan, keterbatasan anggaran yang pada 2022 tidak boleh menjadi hambatan dalam bekerja. Untuk itu, menggandeng berbagai pihak menjadi solusi dengan tetap mengacu peraturan perundangan yang berlaku.

Sementara, subsektor perikanan tangkap yang menjadi ujung tombak di atas laut, juga berkomitmen untuk mewujudkan ekonomi biru melalui aktivitas penangkapan ikan. Kegiatan tersebut akan dilakukan dengan cara terukur, agar kegiatan ekonomi dan ekologi bisa berjalan imbang.

baca juga : Menata Ruang Laut, Menyeimbangkan Ekonomi dan Ekologi

 

Aktivitas pendaratan ikan tuna hasil penangkapan oleh nelayan. Foto : KKP

 

Demi mewujudkan semua itu, sejumlah program kegiatan telah disiapkan untuk berjalan pada 2022. Di antaranya pembagian zona penangkapan ikan terukur di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), implementasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pasca produksi, dan sistem kontrak penangkapan ikan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menjelaskan bahwa penangkapan ikan akan diatur berdasarkan kuota tangkapan (catch limit), dan pengendalian dilakukan dengan perizinan melalui pertimbangan kuota per kapal perikanan (ouput control).

Menurut, pihaknya sudah menyiapkan sebanyak 79 pelabuhan perikanan sebagai tempat pangkalan kapal perikanan yang mendapatkan izin dari pusat. Semua pelabuhan tersebut akan dikembangkan dengan sarana dan prasarana, serta SDM agar dapat menerapkan PNBP pasca produksi.

Di samping itu, juga pengembangan empat pelabuhan perikanan berwawasan lingkungan (eco fishing port), 10 lokasi integrated fishing port and international fish market (IFPIFM) fase I dan 10 lokasi IFPIFM fase II.

“Sedangkan dari dana alokasi khusus (DAK) kelautan dan perikanan pengembangan pelabuhan perikanan dilakukan pada 66 lokasi di 23 Provinsi. Juga, 120 kampung nelayan maju disiapkan untuk mendukung penangkapan ikan terukur,” jelas dia.

Di luar itu, peningkatan kompetensi dan perlindungan nelayan juga dilakukan KKP melalui sertifikasi 23.600 awak kapal perikanan, sertifikasi hak asasi manusia (HAM) perikanan pada 60 badan usaha, perjanjian kerja laut pada 12.350 awak kapal perikanan, dan peningkatan kompetensi 6.490 nelayan.

 

Ilustrasi. Seorang nelayan melempar jaring ikan di perairan di Thailand. Foto : shutterstock

 

Exit mobile version