Mongabay.co.id

Menanti Adanya Kawasan Bentang Alam Karst di Aceh

Kars Pucok Krueng yang berpotensi sebagai kars kelas 1. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Bentang alam karst sungguh unik. Kawasan ini terjadi akibat proses pelarutan batuan karbonat atau batu gamping, yang menghasilkan berbagai bentuk di wilayah permukaannya.

Ketua Karst Aceh, Abdillah Imron Nasution, yang juga pemerhati gua mengatakan, karst merupakan bentukan khas bentang alam yang berwujud bukit, lembah, dolina [lekukan], dan gua.

“Karst memiliki karakteristik relief dan drainase unik, disebabkan larutnya batuan di air. Relief pada bentang alam ini berada pada areal berbatu yang mudah larut,” terangnya, Selasa [28/12/2021].

Kawasan karst rentan rusak ketika ada kegiatan di sekitarnya, seperti pertambangan. Ini dikarenakan, batuan dasarnya yang mudah larut menyebabkan terbentuknya gua-gua bawah tanah dari celah dan retakan.

“Terlebih, karst merupakan sumber daya alam tidak terbarukan, artinya ketika rusak tidak bisa diperbaiki. Semua kawasan karst di Aceh harus dijaga,” ujarnya.

Wilayah karst tidak hanya penting untuk kehidupan manusia, sebagai penyimpan air, tetapi juga bermanfaat sebagai habitat [gua] satwa liar seperti kelelawar dan burung walet.

“Kelelawar penting sebagai pengendali hama pertanian dan juga membantu penyerbukan durian,” ujarnya.

Taufiqurrahman Setiawan, dari Balai Arkeologi Sumatera Utara dalam makalahnya, Potensi Hunian Gua dan Ceruk di Kabupaten Aceh Besar menjelaskan, Aceh adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki wilayah karst terluas.

Risetnya di Jurnal Berkala Arkeologi edisi Mei 2020, menyebutkan, karst di Aceh terbagi dua kelompok besar, yaitu karst bagian barat dan karst bagian tengah.

“Karst bagian barat tersebar sepanjang pesisir barat Aceh dan terputus yang terdiri Karst Lam Badeuk, Karst Mata Ie, Karst Lampuuk, Karst Lhok Nga, Karst Leupung, Karst Lamno, Karst Teunom, Karst Labuhan Haji, dan Karst Tapak Tuan.”

Taufiqurrahman juga menyebutkan, bentang alam karst bagian tengah ini terbentang dari Laweung, Gunung Peut Sagoe, Danau Laut Tawar, Isaq, Pining, Serbajadi, hingga Tamiang Hulu.

“Pada kedua bentang alam karst tersebut telah diperoleh informasi adanya sejumlah gua, antara lain Lhok Mata Ie, Apamani, Mon, Kameng, Landak, Celah, Kemenyan, dan Gua Atu Janggut,” tulisnya.

Foto: Pucok Krueng, Karst Potensial Kelas 1 di Aceh Besar yang Sepi Perhatian

 

Karst Pucok Krueng di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, berpotensi sebagai karst kelas 1. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Survei

Lembaga swadaya masyarakat Kawasan Ekosistem Mangrove Pantai Timur Aceh [Kempra], sebelumnya pada 1 Agustus 2021 menyebutkan, karst sepanjang 1.140 meter ditemukan di Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang.

“Dari survei yang kami lakukan, gua terpanjang yang ditemukan adalah Gua Sarang Burung karena di dalamnya banyak sarang walet. Namun, dalam rencana induk pengembangan pariwisata daerah [Rippda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah [Bappeda] Kabupaten Aceh Tamiang, disebut gua karst,” sebut Manajer Riset Kempra, Andi Nur Muhammad, baru-baru ini.

Andi menambahkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang telah merencanakan kawasan bentang alam karst tersebut sebagai kawasan cagar alam geologi, bagian kawasan lindung geologi.

“Tertuang dalam rencana tata ruang wilayah [RTRW] Kabupaten Aceh Tamiang 2012-2032 yang telah ditetapkan dalam qanun atau peraturan daerah. Luas bentangan karst itu mencapai 37 ribu hektar lebih. Di wilayah ini banyak ditemukan satwa dan juga spesies dilindungi,” jelasnya.

Baca: Keluarkan Izin di Kawasan Ekosistem Leuser, Bupati Aceh Tamiang Digugat

 

Udara sejuk dan air yang dingin terpancar dari Karst Pucok Kreung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Karst terancam

Sebagian kawasan karst di Aceh terancam keberadaannya, terutama rencana pembangunan pabrik semen.

Di Kampung Kaloy, Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, pada 2016 dan 2017 direncanakan pembangunan pabrik semen PT. Tripa Semen Aceh, seluas  2.549,2 hektar. Nilai investasinya  mencapai Rp2,5 triliun dengan target produksi 1,5 juta ton semen curah per tahun.

Di Laweung, Kabupaten Pidie, pada 2017 juga direncanakan pembangunan pabrik semen. Namun, karena konflik lahan yang tak kunjung selesai, proyek investasi tersebut tidak terlaksana.

Di Kabupaten Aceh Selatan, juga direncanakan pembangunan pabrik semen. Beberapa tempat yang dalam proses penelitian adalah Kecamatan Kluet Tengah dan Pasie Raja. Sementara di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, pengambilan batu gamping untuk bahan baku semen terus dilakukan.

Tahun 2017 lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh mendesak diberlakukannya perlindungan kawasan bentang alam karst di Aceh. Tujuannya, menjaga kelestarian karst dari eksploitasi industri yang berlebihan.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh Muhammad Nur, saat itu menyampaikan, luas kawasan karst di Aceh sekitar 800.000 hektar.

“Dari luasan itu, belum ada yang ditetapkan sebagai kawasan bentang alam karst [KBAK]. Padahal, adanya penetapan menjadi landasan dalam menyusun rencana tata ruang daerah menyangkut pelestarian alam. Ini penting guna menjaga sumber air masyarakat dan satwa di sekitar,” ungkapnya.

 

Kegiatan pertambangan yang ada di wilayah Lhoknga dikhawatirkan berdampak pada kelestarian Karst Pucok Kreung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang sendiri, melalui Dinas Lingkungan Hidup, pada 2019 telah mengusulkan penetapan KBAK di Aceh Tamiang.

“Tujuan penetapan agar pemanfaatan karst terkendali, karena berfungsi sebagai pengatur alami tata air. Karst juga penting sebagai objek penelitian,” terang Sekretaris Daerah Aceh Tamiang, Basyaruddin, baru-baru ini.

Basyaruddin mengatakan, perilaku manusia sangat berperan dalam perlindungan karst dan dan pelestarian lingkungan

“Harapan kami, kawasan bentang alam karst di Kabupaten Aceh Tamiang, dapat ditetapkan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,” paparnya.

 

 

Exit mobile version