Mongabay.co.id

Kisah Pilu Kuda-kuda Penambang Batubara Bawah Tanah

 

 

Manusia telah lama mengeksploitasi dan menggunakan batubara. Batubara adalah bahan bakar fosil yang mulai terbentuk pada Zaman Karbon 359 juta hingga 299 juta tahun silam selama Era Paleozoikum.

Beberapa kali kapak batu dari Zaman Perunggu dan Zaman Batu ditemukan tertanam dalam bongkahan-bongkahan batubara, bukti bahwa manusia menggunakannya untuk bahan bakar jauh sebelum zaman Romawi.

Pada abad ke-13, lapisan batubara ditemukan di sepanjang garis pantai utara Inggris. Masyarakat kemudian menggalinya dan terus menggali hingga di bawah tebing atau perbukitan. Inilah awal mula terjadinya drift mining [penambangan yang dilakukan di atas permukaan tanah karena bukit yang mengandung bahan galian hampir sejajar dengan lapisan permukaan tanah].

Ketika revolusi industri terjadi secara masif abad ke-18 hingga 19, pertambangan batubara meledak, karena batubara menyediakan bahan bakar untuk mesin uap, transportasi, dan pemanas rumah. Di era itu, terutama tahun-tahun awal, laki-laki, perempuan dan anak-anak, bekerja di pertambangan untuk menggali sebanyak mungkin bongkahan batubara yang dibutuhkan oleh sektor industri.

Namun, hal ini berubah cepat ketika pada suatu hari di tahun 1838 di tambah batubara di Barnsley, Inggris utara, kebanjiran dan terendam. Kejadian ini menewaskan 26 anak-anak berumur rata-rata dibawah 10 tahun.

Baca: Kisah Tragis Unta-unta Pertama Penjelajah Keringnya Pedalaman Australia

 

Tugu peringatan 26 anak yang meninggal di lubang tambang tahun 1938. Foto: HUSKAR180 via BBC

 

Pada tahun 1842, parlemen Inggris menerbitkan undang-undang baru, Mines Act of 1842, yang melarang mempekerjakan anak-anak di bawah umur, dan juga wanita. Ketika produktivitas diharapkan tetap tinggi dan kebutuhan pengangkutan bawah tanah meningkat, kuda dan kuda poni lah yang kemudian mengisi peran pengangkutan tersebut.

Kuda-kuda ini, mengutip Hourse Journals, pertama kali digunakan pada 1750-an. Puluhan bahkan ratusan ribu kuda bekerja di bawah tanah, bahkan banyak dari mereka yang dibuatkan kandang di dalam lubang, hanya keluar beberapa bulan sekali. Kuda-kuda ini harus berjam-jam bekerja tanpa henti, dalam kondisi berat tak kenal ampun.

Mengangkut gerobak berat di kedalaman, kepengapan, dan gelapnya tambang batubara dan antrasit, menghirup jelaga beracun adalah tugas kuda. Ukurannya yang kecil membuat mereka bisa muat di lubang tambang yang sempit dan terowongan kecil.

Di beberapa tambang, kuda poni hidup dekat pintu masuk tambang, sementara di tempat lain mereka dikandangkan di bawah tanah agar lebih praktis dieksploitasi. Sementara, beberapa tambang memiliki terowongan yang miring, sehingga kuda poni harus diturunkan ke lubang.

Baca: Setan Ini Memusnahkan Populasi Penguin di Sebuah Pulau di Australia

 

Kuda ini diturunkan dengan lift tradisional ke tambang bawah tanah. Foto: Wikimedia Commons/Unknown author/Public Domain

 

Selama abad berikutnya, kuda poni dan kuda menjadi bagian integral dari pertambangan batubara. Beberapa perkiraan mengelompokkan jumlah kuda poni di tambang Inggris pada tahun 1913 sebanyak 70.000 ekor. Kuda-kuda poni ini juga digunakan di berbagai tambang, terutama di negeri-negeri koloni Inggris.

Nova Scotia adalah daerah penghasil industri batubara utama di Kanada, dan tambang batubara paling awal pada akhir 1700-an, berada di Pulau Cape Breton dan Pictou di Nova Scotia. Di Pulau Vancouver, batubara ditambang secara sistematis dari pertengahan 1800-an dan seterusnya. Setelah munculnya rel kereta api menjelang akhir 1800-an, penambangan batubara semakin masif dilakukan di tempat-tempat baru yang lebih jauh di pedalaman British Columbia, Alberta, dan Saskatchewan.

Kuda-kuda ini dipekerjakan tanpa batas waktu tertentu, karena para pekerja tambang bawah tanah dibayar berdasarkan produktivitas mereka. Semakin banyak bongkahan batubara dibawa ke permukaan, semakin besar penghasilan mereka. Tidak terbayangkan bagaimana kuda-kuda tersebut menerima konsekuensi hal ini.

Tahun 1982, Majalah Cape Breton’s Ronald Caplan menerbitkan sebuah artikel viral berjudul  ‘Horses in the Coal Mines’ yang menampilkan wawancara dengan para penambang, mengingat kondisi kerja kuda dan keadaan mengerikan yang mereka hadapi di pertambahan bawah tanah.

Para penambang menceritakan bagaimana kuda-kuda luka di bagian atas kepalanya, karena sepanjang waktu tergerus dengan langit-langit terowongan tambang yang rendah, sehingga dagingnya terkelupas dan tergantung, tulangnya terlihat. Di terowongan yang sangat rendah, luka-luka juga akan memenuhi bagian punggung kuda.

Luka-luka itu akan makin parah karena terinfeksi di udara kotor dan memerlukan perawatan dokter hewan. Atau, perawatan yang lebih “dramatis” seperti penggunaan minyak tanah yang disemprotkan, diharapkan menyerap nanah dan mengeluarkan cairan.

Kadang-kadang, seekor kuda terkena infeksi bakteri yang menyebabkan tetanus. Jika sembuh, tanpa ampun kuda-kuda tersebut dipekerjakan kembali seperti semula, dan kadang ada juga yang ditembak mati jika terjadi cedera parah seperti patah kaki atau tulang. Jika tidak, kuda-kuda yang tak lagi diinginkan akan dijual kepada penduduk setempat.

Memang, kuda-kuda tersebut dirawat hati-hati oleh penjaganya. Pemilik tambang memahami bahwa produktivitas kerja tambang secara langsung berkaitan dengan kesehatan kuda-kuda mereka. Selain itu, jika kuda-kuda ini terluka permanen atau mati, maka pemilik tambang perlu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membeli dan melatih kuda-kuda baru.

Meski begitu, kondisi mereka benar-benar tak bisa dikatakan baik dengan jam kerja dan jenis pekerjaan yang begitu berat. Apalagi, bagi kuda-kuda yang bekerja di penambangan vertikal bawah tanah. Di Inggris, kuda poni tambang hidup di bawah tanah dari kedalaman 125 meter hingga lebih 150 meter. Lubang terdalam tempat kuda dipekerjakan adalah di Wales yang memiliki kedalaman hingga 700 meter.

Baca juga: Studi: Manusia Memiliki Andil Punahnya Jenis Burung Tidak Terbang

 

Kuda poni ini digunakan untuk mengangkut batubara di tambang New Aberdeen, NS, Agustus 1946. Foto: National Film Board of Canada/Library & Archives Canada/PS-116676

 

Pada tahun 1870-an, diperkirakan ada 200.000 kuda poni yang bekerja di tambang-tambang bawah tanah di Inggris Raya. Kehidupan mereka sangat sulit, banyak yang bekerja hingga 16 jam sehari, sering tanpa makanan atau air. Sebagian besar tidak pernah melihat matahari hingga kematiannya di bawah tanah. Banyak laporan tentang kekerasan pada mereka, cedera, dan juga berbagai penyakit.

Tahun 1876, Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals [RSPCA] berkampanye untuk perlindungan kuda poni dan mendesak pemerintah mempertimbangkan penderitaan hewan yang tersembunyi dari pandangan itu, jauh di bawah tanah di tambang batubara. Pada 1914, RSPCA melaporkan bahwa dari 70.396 kuda dan kuda poni yang bekerja di tambang Inggris, 2.999 menderita luka-luka yang mengakibatkan kematian, sementara 10.878 ekor terluka tetapi selamat. Tidak termasuk dalam angka-angka ini adalah yang harus di-euthanasia karena usia tua dan tak bisa dibawa naik.

Banyak kuda poni yang matanya rusak, cedera akibat tertimpa batu atau benda tajam. Usia tua terkadang menyebabkan kebutaan. Mereka memiliki masalah parah di paru-paru dengan banyaknya debu batubara, seperti halnya menimpa para penambang.

Undang-Undang Coal Mines Regulations Act of 1887, mewajibkan setiap tambang memiliki inspektur tambang yang bertugas memantau bagaimana kuda dan kuda poni diperlakukan di bawah tanah. Juga, memastikan terowongan bawah tanah yang dilewati kuda harus cukup besar untuk memungkinkan kuda poni berjalan tanpa bergesekan dengan dinding maupun langit-langit terowongan.

Undang-undang tersebut terus diperbaiki sepanjang waktu hingga tahun 1950-an untuk memastikan perbaikan atas perawatan kuda, jam kerja dan shift, usia minimum sebelum bekerja di bawah tanah, pemeriksaan tahunan, dan penyediaan kandang berukuran cukup dengan jerami bersih atau tempat tidur sesuai. Semua kandang harus dibersihkan setiap hari, dan kuda-kuda itu dijadwalkan dibawa ke permukaan secara berkala.

Berakhirnya penggunaan kuda poni di tambang-tambang bawah tanah datang seiring mekanisasi proses penambangan dan luasnya kampanye tentang animal welfare. Kuda-kuda itu diganti dengan mesin pengangkat yang menarik gerbong penuh bongkahan batubara dari bawah tanah ke permukaan, menggunakan sistem konveyor yang digerakkan dengan tali.

 

Di Distrik Chakwal Pakistan, ribuan keledai masih bekerja keras di tambang batubara, di Pegunungan Salt Range. Foto: Freya Dowson/Brooke/Hourse Journals

 

Secara bertahap, penggunaan kuda poni terus berkurang dan makin berkurang mulai 1970-an. Meski begitu, di seluruh Inggris Raya, kuda poni terakhir yang pensiun adalah yang bekerja di tambang Panty Gasseg, di Wales pada 1999.

Tentu saja, penggunaan hewan di tambang-tambang bawah tanah masih terjadi.  Di Distrik Chakwal Pakistan, ribuan keledai masih bekerja keras di tambang batubara, di Pegunungan Salt Range. Keledai tidak menarik gerobak beroda berisi batubara, melainkan membawa karung-karung batubara yang berat di punggung, keluar melalui terowongan sempit. [Berbagai sumber]

 

 

Exit mobile version