Mongabay.co.id

Perdagangan Liar Penyu Hijau di Sulsel Berhasil Digagalkan

 

Tim gabungan Polda Sulawesi Selatan berhasil mengamankan pelaku penangkapan penyu hijau (Chelonia mydas) di Pulau Gondong Bali, Desa Mattiro Matae, Kecamatan Liukang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan.

Dari hasil pemeriksaan, penyidik menetapkan enam orang tersangka dan berhasil mengamankan barang bukti berupa empat ekor penyu hijau dalam kondisi hidup, potongan tubuh penyu, satu unit perahu warna putih-hijau dengan memiliki dua mesin diesel dong feng (24 PK) dan satu unit alat tangkap berupa jaring.

Kepala Bidang Hubungan Kabid Humas Polda Sulsel, Komisaris Besar Komang Suartana, dalam jumpa pers di Mapolda Sulsel, Selasa (11/1/2022), menjelaskan terdapat enam pelaku yang telah ditangkap, berasal dari dua TKP berbeda.

“Di TKP pertama pelaku yang ditangkap berjumlah empat orang, yaitu S (49), Z (18), B dan R yang berasal dari Takalar,” jelasnya.

Sedangkan dua pelaku lainnya, R (53) dan K (34) diamankan oleh Ditreskrimsus Polda Sulsel hasil dari pengembangan kasus. R dan K selaku penadah ditangkap pada 1 Januari 2022, di Jl. Tentara Pelajar, Makassar.

Kasus ini terungkap saat petugas Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang meringkus 4 nelayan asal Takalar, yakni S (49), Z (18), B (54), dan R (71) yang sedang menangkap penyu hijau di perairan Pulau Gondong Bali, Pangkep, pada 9 Desember 2021.

Menurut Komang, di TKP pertama diamankan lima penyu hijau di mana satu sudah dalam kondisi mati dan empat masih hidup. Sementara di TKP kedua, di sebuah rumah makan di Makassar diperoleh bagian tubuh diduga penyu hijau seberat 93 kilogram. Potongan daging penyu hijau itu rencananya dijual seharga Rp250.000/kg ke beberapa rumah makan di kota Makassar.

baca : Puluhan Ekor Penyu Hijau Hasil Penyelundupan Akhir Tahun Siap Dikembalikan ke Laut

 

Kabid Humas Polda Sulsel, Komisaris Besar Komang Suartana, dalam jumpa pers di Mapolda Sulsel, Selasa (11/1/2021), menjelaskan kasus perdagangan dan penyelundupan penyu hijau yang dilindungi. Polisi berhasil mengamankan 6 pelaku. Foto: Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan.

 

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Komisaris Besar Widoni Fedri mengatakan bagian tubuh penyu tersebut dijual di Kota Makassar, bukan untuk diekspor.

“Ini memang bagus untuk kesehatan, tapi menjadi masalah perbuatan ini karena melanggar Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam. Kasus ini merupakan pengembangan kasus yang awalnya dilakukan kawan-kawan dari KKP,” ungkap Widoni sebagaimana dikutip dari merdeka.com.

Para pelaku terancam dijerat pasal 40 ayat 2 dan pasal 21 ayat 2 huruf a UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE). Ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.

 

Larangan Konsumsi Daging Penyu

Sebelum rilis kasus, pada 4 Januari 2022 telah dilakukan identifikasi terhadap barang bukti berupa potongan tubuh penyu di Kantor Balai KSDA Sulawesi Selatan.

Identifikasi dilaksanakan oleh fungsional, tenaga teknis, analis dan dokter hewan bersama dengan Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin dan Penyidik Dit. Reskrimsus Polda Sulsel didampingi oleh Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan.

Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan oleh tim, barang bukti berupa potongan bagian satwa setengah kering yang diiris kecil, terdiri dari 38,9 kg daging kulit punggung, 45,20 kg daging kulit abdomen, 1,86 kg daging kulit ventral kiri dan kanan 2,595 kg daging kulit leher, 2,435 kg daging kulit kepala di bawah paruh, 0,4 kg daging kulit empat tungkai depan dan belakang dan 0,465 kg daging lainnya dengan total 91,54 kg. Berdasarkan morfologi kulit, teridentifikasi bahwa potongan penyu tersebut merupakan jenis penyu hijau (Chelonia mydas).

baca juga : Puluhan Penyu Hijau yang Dilindungi Ditemukan dalam Penangkaran Di Pulau Karamian Madura

 

Hasil identifikasi yang dilakukan oleh tim, barang bukti berupa potongan bagian penyu hijau setengah kering yang diiris kecil. Foto: Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan.

 

Penyu hijau adalah penyu laut besar yang termasuk dalam keluarga Cheloniidae. Lemak berwarna hijau yang terletak di bawah cangkang menjadi asal nama “Penyu Hijau”.

Perburuan untuk diambil karapaks dan plastron sebagai hiasan menjadi faktor utama berkurangnya jumlah penyu hijau di alam. Selain itu, anggapan bahwa daging penyu berkhasiat baik bagi kesehatan menjadi penyebab meningkatnya aktivitas penangkapan dan perdagangan penyu sebagai bahan konsumsi.

Menurut Daftar Merah IUCN, semua jenis penyu berstatus rentan kepunahan, terancam atau sangat terancam punah. Status perdagangan penyu secara internasional masuk dalam Appendiks I CITES yang artinya seluruh jenis perdagangan penyu dalam bentuk apa pun dilarang.

Kepala Balai Besar KSDA Sulsel, Thomas Nifinluri, menjelaskan bahwa penyu hijau termasuk dalam status terancam punah oleh Badan konservasi Dunia IUCN sehingga dilarang untuk konsumsi.

“Dari tujuh jenis penyu di dunia enam di antaranya berada di perairan Indonesia, di mana jenis yang terbanyak adalah penyu hijau dan penyu sisik.”

perlu dibaca : Penyelundupan Penyu Hijau ke Bali Kembali Marak

 

Ilustrasi. Penyelundupan sejumlah penyu hijau di perahu jukung yang berhasil ditangkap aparat dari Pangkalan TNI AL (Lanal) Denpasar pada Kamis (30/12/2021). Foto : arsip Lanal Denpasar

 

Penyu hijau adalah jenis penyu laut besar yang termasuk dalam keluarga Cheloniidae, dengan habitat di seluruh laut tropis dan subtropis. Penyu Hijau merupakan  satu-satunya penyu yang herbivora dengan makanan utamanya lamun dan alga laut.

Menurut Thomas, berbagai upaya penyelamatan satwa dilindungi telah dilakukan oleh Balai Besar KSDA Sulsel diantaranya dengan memberikan informasi kepada masyarakat yang berada di pesisir pantai mulai dari Mamuju sampai Takalar agar tidak mengonsumsi daging penyu karena merupakan kegiatan yang melanggar undang-undang.

Perlindungan penyu sudah diatur dalam UU No.5/1990 tentang KSDAE dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/Menlhk /Setjen/Kum.1/ 12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Permen LHK Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Beberapa aturan itu merupakan dasar regulasi yang menetapkan status perlindungan enam dari tujuh jenis penyu yang ada Indonesia, dimana setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan penyu.

menarik dibaca : Penyu Hijau, Si Hewan Purba Penjelajah

 

Ilustrasi. Penyu hijau [Chelonia mydas] di Pulau Derawan, Kalimantan Timur. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Selain penyu hijau yang paling banyak ditangkap untuk diperdagangkan, Indonesia merupakan wilayah migrasi enam dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia. Juga lokasi peneluran (nesting site) dari penyu lekang (Lepidichelys olivaceae), penyu belimbing (Dermochelys coriaceae), penyu pipih (Natator depressus), penyu tempayan (Caretta caretta), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

Kasus penyelundupan dan perdagangan penyu hijau masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Sebelumnya, TNI Angkatan Laut melalui Koarmada II Pangkalan TNI AL (Lanal) Denpasar berhasil menggagalkan upaya penangkapan dan penyelundupan puluhan ekor penyu hijau di sekitar pantai dan perairan Serangan, Denpasar, Bali, 30 Desember 2021 silam.

Dalam operasi ini terdapat 32 ekor penyu hijau yang berhasil diamankan dan disita. Dari 32 ekor penyu yang diamankan, 31 berukuran besar dan sedang dalam kondisi hidup, dan satu ekor penyu ukuran sedang dalam kondisi sudah mati.

Sebelumnya, pada April 2021, seorang warga Banjar Pebuahan Desa Banyubiru, Jembrana, Bali, berinisial SA (38) ditangkap pihak kepolisian karena menangkap dan memperjualbelikan penyu hijau. Ditemukan bukti berupa 4 ekor penyu hijau dalam kondisi masih hidup.

 

Exit mobile version