Mongabay.co.id

Mereka Menolak Rencana Pembangunan PLTN di Kepulauan Bangka Belitung

Seorang penambang menunjukkan bongkah batuan yang mengandung timah. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

 

Pemerintah Indonesia berencana membangun PLTN [Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir] di Kepulauan Bangka Belitung dan Kalimantan. Bagaimana reaksi masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung?

“Kami jelas tidak setuju. Nuklir itu sumber energi yang memiliki dampak kurang baik bagi manusia dan lingkungan. Kalau ada yang mengatakan perkembangan ilmu dan teknologi terbarukan mampu mengelola nuklir dengan baik, mengapa beberapa negara maju menolaknya, dan mengapa di Indonesia PLTN itu dibangun,” kata Hermawan, warga Desa Badau, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung, kepada Mongabay Indonesia, Selasa [18/01/2022].

Terkait energi, kata Hermawan, masih banyak sumber energi di Indonesia. “Tenaga surya, angin, arus laut, merupakan sumber energi yang melimpah di Indonesia, yang saat ini belum optimal dimanfaatkan. Kita butuh energi, tapi ya harus juga memikirkan dampaknya,” kata Hermawan yang juga kepala desa ini.

Sebelumnya Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi [EBTKE] Kementerian ESDM, dikutip dari detik.com, menjelaskan Kepulauan Bangka Belitung dan Kalimantan digadang-gadang sebagai lokasi pembangunan PLTN, berdasarkan studi Badan Tenaga Nuklir Nasional [Batan].

Tapi, lanjutnya, hingga saat ini belum ada keputusan resmi mengenai lokasi pembangunan PLTN, termasuk di Kepulauan Bangka Belitung dan Kalimantan. “Memang belum ada penunjukan lokasinya itu di mana, sampai sekarang belum,” kata Dadan.

Baca: Pembangkit Nuklir Bukan Solusi, Belajar dari Tragedi Fukushima

 

Seorang penambang menunjukkan bongkah batuan yang mengandung timah. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Penolakan juga disampaikan Deby Nasrullah, warga Desa Pangkal Niur, Kabupaten Bangka Barat.

“Itu rencana yang sudah lama kami dengar. Sejak dulu kami menolaknya. Banyak kisah mengenai bencana pembangkit nuklir di dunia, yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah untuk tidak mewujudkannya di Indonesia.”

Dijelaskan Deby, masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung sudah lama menderita terkait penambangan mineral, seperti timah.

“Belum juga kami selesai dari penderitaan oleh penambangan timah, kini keberadaan LTJ [Logam Tanah Jarang] membuat kami juga harus hidup dengan ancaman bencana nuklir jika PLTN dibangun,” kata Sekretaris FNPTKD [Forum Nelayan Pecinta Teluk Kelabat Dalam].

Ansor Sumin, warga Dusun Pulau Nangka, menuturkan, “Rencana inisangat mencemaskan. Jangan sampai ada PLTN di Bangka atau di Belitung. Pemerintah coba pikirkan cara lain untuk mendapatkan energi. Jangan pakai nuklir,” ujarnya.

Baca: Bukan Hanya Jembatan Bangka-Sumatera, Ada Juga Rencana Pembangunan PLTN di Sebagin

 

Tower pemancar dan bangunan ini diperkirakan lokasi pembangunan PLTN di Desa Sebagin, Bangka Selatan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Indonesia tidak layak

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Kepulauan Bangka Belitung sejak 12 tahun terakhir menolak rencana pembangunan PLTN.

“Kami menolak rencana pembangunan PLTN di Kepulauan Bangka Belitung sejak isu itu mencuat sekitar tahun 2011 lalu,” kata Jessix Amundian, Direktur Wahana lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Kepulauan Bangka Belitung, Selasa [18/01/2022].

“Bukan hanya untuk di Kepulauan Bangka Belitung, juga untuk di Indonesia,” lanjutnya.

Adapun dasar penolakannya, PLTN tidak cocok dibangun di wilayah rawan bencana, seperti Indonesia. Contohnya seperti yang terjadi di PLTN Fukushima Daiichi, Jepang.

“Indonesia ini rawan tsunami, gempa bumi, dan lainnya,” kata Jessix.

Jika sebuah PLTN itu meledak maka bencana yang akan dirasakan bangsa Indonesia akan berlangsung selama ratusan tahun. Baik udara, laut, dan darat. “Sebab radioaktif yang berbahaya itu akan bertahan selama 240 ribu tahun,” ujarnya.

Selain itu, jika mencari energi terbarukan yang bersih masih banyak di Indonesia. Misalnya tenaga surya itu melimpah, kemudian angin, arus laut, dan lainnya.

“Saya pikir masyarakat Kepulauan Bangka Belitung akan menolak kehadiran PLTN. Jika ada yang menerima, mungkin karena tidak paham bagaimana berbahayanya PLTN, terutama dampak dari limbah nuklir berupa radioaktif berbahaya tersebut,” kata Jessix.

Baca juga: Energi Bersih dan Aman Melimpah, Kalbar Mau Pakai Nuklir?

 

Peta Kajian Calon Tapak PLTN di Bangka Selatan. Peta: Badan Tenaga Nuklir Nasional

 

Perusahaan USA

PT. Thorcon International, Pte. Ltd, sebuah perusahaan dari Amerika Serikat, pada 20 April 2021 lalu, menemui Gubernur Kepulauan Bangka Belitung. Perusahaan tersebut menawarkan rencana membangun PLTN.

Dikutip dari tempo.co, David Devanney [CEO PT. Thorcon International, Pte. Ltd], mengungkapkan teknologi PLTN yang ditawarkannya memiliki tingkat keamanan yang tinggi, dan berbiaya lebih murah dari teknologi konvensional sebelumnya.

“Thorcon Molten Salt Reactor [Thorcon MSR] ini jenis PLTN generasi ke-4 yang dirancang menggunakan bahan bakar dan menggunakan garam cair untuk pendinginnya, beroperasi pada temperatur tinggi, dan tekanannya mendekati tekanan atmosfer,” ujar David kepada Erzaldi Rosman Djohan [Gubernur Kepulauan Bangka Belitung].

Lanjut David, konsep keamanan yang tinggi ini menjadi salah satu keunggulan Thorcon MSR, dan diyakini dapat mengurangi global warming. Konsep keselamatan Thorcon ditandai dengan tekanan operasi yang lebih rendah. Jika terjadi kecelakaan nuklir di reaktor Thorcon, radionuklida tidak akan cepat lepas ke lingkungan karena tekanan operasionalnya hampir sama dengan tekanan atmosfer.

Diktakan David, penerimaan masyarakat akan PLTN masih rendah. Kecelakaan PLTN Fukushima di Jepang menjadi salah satu penyebab masyarakat merasa PLTN tidak aman. Untuk itu, dia dan timnya melakukan survei dan sosialisasi ke daerah di Indonesia, termasuk ke Kepulauan Bangka Belitung.

 

 

Exit mobile version