Mongabay.co.id

Warga Sejumlah Desa Tolak Pembangunan PLTP Dieng, Kenapa?

 

Tahun 2016 silam, tepatnya 13 Juni telah terjadi ledakan dari sumur pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Dieng yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng). Ledakan itu menjadi salah satu peristiwa yang membuat trauma warga, karena waktu itu ada korban tewas. Selain itu, material yang tersebar ke areal pertanian juga berdampak panjang. Selama berbulan-bulan, warga tidak bisa menanami areal setempat.

“Peristiwa ledakan itu sungguh membuat warga traumatik. Di sisi lain, warga di sekitar ledakan, tidak dapat menanami arealnya, karena terdampak,” ungkap Haikal Fatih (23) pemuda Desa Bakal, Kecamatan Batur, Banjarnegara saat berbincang dengan Mongabay pada Selasa (25/1/2022).

Haikal mengatakan itulah yang menjadi salah satu alasan penolakan warga terhadap proyek PLTPb Geo Dipa di Dieng. Penolakan itu merupakan respons dari adanya rencana penambahan masterplan Unit 2 PLTP Dieng. Mengapa? Karena lokasinya sangat dekat dengan pemukiman warga. Bahkan, ada rumah warga yang menempel dengan tembok proyek.

“Jelas saja, warga sangat khawatir dengan adanya proyek tersebut. Sebab, sangat dekat dengan pemukiman penduduk. Inilah mengapa kemudian warga Desa Karangtengah terus melakukan aksi,” katanya.

baca : Pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi Baturraden Harus Perhatikan Lingkungan

 

Poster-poster penolakan pembangunan PLTPb Dieng yang dipasang oleh warga sebuah desa di Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jateng. Foto : istimewa/warga/Walhi Jateng

 

Selama Januari 2022, sudah beberapa kali aksi dilaksanakan oleh warga. Baik dalam bentuk aksi di lapangan maupun aksi penempelan poster yang hingga kini masih dilakukan. “Aksi sempat dilaksanakan pada 12 Januari lalu. Respons warga jelas, menuntut supaya proyek dibatalkan. Karena warga sangat khawatir akan terjadi berbagai persoalan,” ujarnya.

Tak hanya warga Karangtengah yang menolaknya, Haikal yang merupakan penduduk Desa Bakal juga menegaskan penolakannya. Sebab, proyek PLTPb rakus akan air, sehingga bisa menyedot stok air yang ada di mata air Sethulu.

“Mata air Sethulu itu letaknya sekitar 200 meter dari proyek power plant, sehingga hal itu akan mengancam keberadaan mata air. Padahal, mata air Sethulu yang berada di Desa Karangtengah tidak hanya dimanfaatkan oleh warga sini. Tetapi juga diambil untuk keperluan air bersih di desa-desa sekitarnya seperti Desa Condongcampur dan Gembol, Kecamatan Pejawaran,”paparnya.

Warga, katanya, secara tegas telah melakukan penolakan. Bahkan, beberapa kali telah melaksanakan aksi. “Yang terakhir, warga menempelkan berbagai macam poster dan berisi penolakan terhadap pembangunan power plant karena sangat dekat dengan pemukiman penduduk. Kami inginnya, pembangunan ditinjau ulang dan dipindahkan proyeknya. Selain itu, harus ada Amdal yang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif,” tegasnya.

Haikal mengungkapkan, aksi bakal terus dilakukan warga sampai proyek benar-benar dihentikan. Sebab, dampaknya akan sangat terasakan oleh penduduk, apalagi yang paling dekat.

baca juga : Ruang Hidup Orang Wae Sano Terancam Proyek Panas Bumi

 

Aksi spanduk penolakan pembangunan PLTPb Dieng yang ditempelkan di depan rumah warga. Foto : istimewa/warga/Walhi Jateng

 

Warga Beraksi

Tekad yang telah bulat menolak pembangunan power plant unit 2 PLTP Dieng membuat di sejumlah desa untuk terus bergerak. Bahkan, mereka menempelkan spanduk-spanduk yang berisi beragam tulisan. Di antaranya adalah, Jauhkan Pengeboran dari Warga, Kami Menolak Karena Berdempetan, Ditinjau Ulang Bos!!!, Tolak Geothermal, Musibah Dijauhkan Bukan Didekatkan, Jauhkan Power Plant dari Pemukiman.

Masih ada juga poster-poster yang ditempel di sekitaran rumah-rumah warga. Tulisannya berbunyi di antaranya, Bahkan, Nikmat Udara yang Gratis Saja Kalian Renggut #dihyanglestari, Sebelum Mata Air Kami Menjadi Air Mata, Sebelum Cerobong Besi Menjadi Lagu Wajib Keseharian Kami, Bagaimana Nasib Anak Cucu Kami, dan lainnya.

Poster dan spanduk tersebut mulai dipasang sejak Senin (17/1/2022) lalu. Aksi poster dan spanduk merupakan bagian respons atas rencana dibangunnya power plant unit 2 PLTP Dieng.

Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jateng Iqbal Alma Ghosan Altofani mengatakan Walhi mulai melakukan pendampingan kepada warga di kawasan sekitar pembangunan power plant 2 PLTP Dieng untuk menyerukan protesnya.

“Keberadaan PLTP di tengah-tengah mayoritas masyarakat Dieng yang menggantungkan hidup pada pertanian jelas akan merampas hidup mereka. Apalagi ditambah dengan rencana pembangunan power plant unit 2 yang hanya berjarak 2 meter dari pagar terluar dengan pemukiman warga jelas sangat berdampak besar dan berbahaya bagi kehidupan mereka kedepan,”tegas Iqbal kepada Mongabay pada Selasa (25/1/2022) malam.

baca juga : Keluhan Seputar Pembangkit Panas Bumi, Ada Omnibus Law Khawatir Perburuk Kondisi

 

Lokasi proyek power plant 2 PLTP Dieng, Jawa Tengah. Foto : istimewa/warga/Walhi Jateng

 

Iqbal menyatakan bahwa aksi protes warga karena ada ancaman serius terhadap sumber kehidupan mereka dari mulai air, udara, tanaman, tanah hingga kenyamanan akibat operasional PLTP.  Bahkan, saat sekarang sudah ada sekitar 31 wellpad (petak/tapak sumur), yang disetiap wellpad-nya terdapat 2-4 sumur bor panas bumi.

Tak hanya Desa Karangtengah, warga Desa Bakal juga menyatakan penolakannya. Pasalnya, kata Iqbal, ada ancaman terhadap sumber mata air. Sebab kebutuhan air PLTP cukup rakus, berdasarkan perkiraan ada 40 liter/detik  atau sekitar 6.500 – 15.000 liter air untuk setiap MWh.

“Kalau seperti itu, maka ada ancaman terhadap penghidupan warga, tidak saja kebutuhan air bersih, melainkan irigasi untuk tanaman mereka. Bahkan, ada salah satu warga di Desa Bakal, Mas Rizal, mengatakan begini, tanpa listrik kami bisa hidup, tapi tanpa air kita bisa mati,”ungkapnya.

Menurutnya, air yang tersedot untuk mencukupi kebutuhan PLTP Dieng tentu akan berdampak luas bagi masyarakat biasa. Sumber air dari Tuk atau mata air serta sumur artesis akan mengalami kekeringan. Jika air telah mengering, maka bencana untuk warga datang. “Bagaimana mereka akan mencukupi kebutuhan air bersih keseharian mereka, bagaimana dengan nasib tanaman mereka,”kata dia.

Bahkan, saat sekarang sudah ada dampak yang ditimbulkan. Misalnya saja, atap rumah dari seng milik penduduk yang gampang keropos akibat karatan. Juga beberapa sumber air yang biasa dimanfaatkan warga berasa asin dan berwarna. “Ini sederet alasan mengapa warga melakukan penolakan terhadap proyek tersebut,”tegas dia.

baca juga : Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030 Lebih Hijau, Benarkah?

 

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng, Jawa Tengah. Foto : istimewa/warga/Walhi Jateng

 

Iqbal menyatakan pihaknya akan terus mendampingi perjuangan warga yang menolak pembangunan power plant unit 2 Dieng. Bahkan, selama ini menurut warga, komunikasi penduduk dengan PT Geo Dipa Energi selaku pengelola PLTP Dieng selalu tidak sampai. Mereka paling hanya ditemui oleh petugas keamanan atau humas saja. Yang pasti, warga bertekad untuk terus memperjuangkan apa yang mereka tuntut sampai berhasil.

Sementara berdasarkan situs resmi Geo Dipa Energi menyebutkan bahwa Dieng merupakan salah satu lokasi proyek PLTP Geo Dipa Energi. Dengan kontur pegunungan, sumber air panas, solfatara, fumarole serta bebatuan mengindikasikan bahwa Dieng merupakan lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber energi panas bumi. Total potensi energi panas bumi di sekitar Dieng diperkirakan sebesar 400 MW.

 

Exit mobile version