Mongabay.co.id

Bhusana, Solusi Memilah Pakaian Bekas Berkualitas Karya Mahasiswa ITS

 

 

Sampah masih menjadi persoalah serius di Indonesia. Limbah pakaian bekas merupakan jenis sampah yang banyak dihasilkan dari gaya hidup masyarakat saat ini.

Data Bappenas pertengahan 2021 mengenai potensi ekonomi, sosial, dan lingkungan pada penerapan ekonomi sirkular di Indonesia, menyebutkan terdapat 323 perusahaan garmen yang terdaftar di Kementerian Perindustrian. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil dan juga eksportir tekstil terbesar di dunia.

Sementara, informasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menunjukkan sampah tekstil merupakan masalah sekaligus potensi yang dapat dimanfaatkan. Data Agustus 2021 menjelaskan, terdapat 1,7 juta ton sampah tekstil per tahun yang dihasilkan dari 292 kabupaten di seluruh Indonesia.

Keadaan ini juga yang mendasari diciptakannya sebuah model daur ulang dan distribusi pakaian oleh mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember [ITS] Surabaya. Prototipe bernama “Bhusana” ini dibuat oleh Fitria Urbach dan Aprilia Susanti, mahasiswa Departemen Matematika, serta Fairuz Hasna Rofifah, mahasiswa Departemen Teknik Informatika dengan bantuan Riko, mahasiswa Teknik Elektro, dan Zahra dari Teknik Informatika. Hadziq Fabroyir, dosen Departemen Teknik Informatika, bertindak sebagai pembimbing.

Baca: Esti Asih Nurdiah dan Penelitian Bambunya

 

Pakain merupakan kebutuhan utama yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Foto: Pixabay/Public Domain/congerdesign

 

Menurut Fitria Urbach, sistem cerdas bank daur ulang pakaian terpadu ini muncul karena adanya keresahan terhadap industri fesyen yang turut menyumbang limbah bagi lingkungan.

“Baik itu di pabrik atau di masyarakat, setelah pakaian tidak lagi digunakan mau dikemanakan? Umumnya, berakhir di tempat pembuangan akhir [TPA]. Padahal, banyak yang bisa didaur ulang atau diberikan kepada yang membutuhkan, misalnya kepada korban bencana,” ulasnya, akhir Januari 2022.

Bhusana merupakan kotak pengumpulan dan pemilahan pakaian bekas, dilengkapi sistem cerdas yang dapat mengidentifikasi apakah pakaian itu layak pakai atau tidak.

Prototipe ini rencananya akan diletakkan di setiap kelurahan di Surabaya, sehingga setiap warga yang memiliki pakaian bekas berkualitas, dapat dikirimkan ke Bhusana. Mereka akan mendapatkan poin sebagai reward, yang nantinya bila telah memenuhi ketentuan dapat ditukarkan dengan sembako.

“Ketimbang dibuang, lebih baik diletakkan di kotak Bhusana,” ujar Fitria.

Caranya? Warga langsung menunjukkan pakaian itu di depan kamera yang ada di kotak Bhusana. Pakaian diidentifikasi oleh kamera untuk menentukan atasan atau bawahan. Setelah itu, akan keluar kertas bukti setoran dan tertera QR code tentang pakaian yang disetorkan. Kemudian, pakaian diletakkan dalam kotak yang terbuka otomatis.

Baca: Buah Jamblang Dibentuk Tablet, Hasil Inovasi Mahasiswa Universitas Surabaya

 

Pakaian yang akan dimasukkan ke kotak Bhusana, akan diidentifikasi dan dipilah oleh mesin buatan ini. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Ditambahkan Aprilia, kotak Bhusana yang penuh akan dibawa ke bank daur ulang untuk dikelompokkan antara bagian atas dan bawah. Nantinya, bisa diberikan ke BPBD ketika terjadi bencana.

“Ada proses pemasangan atasan dan bawahan, sehingga ketika berikan kepada korban bencana melalui BPBD, sudah dikelompokkan berdasarkan gender dan usia,” terangnya.

Untuk pakaian dengan kerusakan kecil, akan dikirim ke UMKM yang mengolah kain untuk dijadikan bahan kerajinan. Sedangkan pakaian tidak layak, akan dikirim ke pabrik daur ulang untuk diolah menjadi benang.

“Sudah ada UMKM yang membuat benang baru dari pakaian bekas. Ada juga yang memanfaatkan kain dari pakaian bekas untuk kerajinan, tas, dan produk lainnya,” kata Aprilia.

Kedepan, lanjutnya, akan dikembangkan lagi tempat terpisah untuk jenis-jenis pakaian yang layak pakai serta yang rusak. Semua data akan terteta di QR code, yang juga dipasang pada pakaian terpilah.

“Semoga, pemerintah setempat menyediakan kotak seperti ini di banyak tempat, agar limbah tekstil tidak menjadi beban berat TPA. Sehingga, bisa dimanfaatkan masyarakat maupun komunitas,” imbuhnya.

Baca juga: Inovasi Mahasiswa ITS, Bikin Kantong Plastik Ramah Lingkungan Berbahan Kentang

 

Layar di kotak Bhusana memberikan petunjuk serta mengidentifikasi pakaian layak pakai hasil sumbangan masyarakat. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Fitria juga berharap, ide ini dapat diimplementasikan di tempat lain. Selain itu, masyarakat juga bisa mengubah budaya menimbun dan membuang pakaian sembarangan, menjadi memilah dahulu untuk disumbangkan.

Sedangkan bagi industri, adanya big data melalui kotak Bhusana dapat menjadi referensi industri guna membuat pakaian dari jenis bahan berkualitas dan ramah lingkungan.

“Industri jangan lagi membuat pakaian yang nantinya menjadi sampah. Untuk masyarakat, semoga membeli pakaian berkualitas yang hanya dibutuhkan. Bukan semata mengikuti tren,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version