Mongabay.co.id

Cabut Izin Tak Hentikan Perusahaan Sawit Buka Hutan Papua, Ini Foto dan Videonya

 

 

 

 

Rosita Tecuari, sedang hamil delapan bulan. Meskipun begitu, tidak menghentikan dia bergerak menuju hutan Marga Tecuari. Dia mendengar kabar, PT. Permata Nusa Mandiri (PMN) mulai membuka jalan di hutan sepanjang jalan aspal antar Kali Sermuai dan Kali Kau, Kampung Beneik, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Papua. Izin pelepasan kawasan hutan perusahaan ini, salah satu yang dicabut pemerintah awal Januari lalu.

Rosita adalah Ketua Organisasi Perempuan Adat (Orpa) Namblong. Organisasi ini aktif menyuarakan hak masyarakat adat terutama perempuan di wilayah Namblong, Kabupaten Jayapura.

Belum semua marga pemilik sepakat dengan pelepasan hak ulayat kepada perusahaan, termasuk Marga Tecuari.

Rosita heran, karena informasi yang dia peroleh izin pelepasan kawasan hutan sudah dicabut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 5 Januari 2022.

“Kalau dicabut, baru yang dia mulai bikin jalan-jalan di dalam hutan ini atas dasar apa?” katanya saat ditemui 26 Januari lalu.

Perusahaaan memang sedang membuka jalan. Di sisi kiri dan kanan jalan aspal masih berhutan, tampak ada jalur-jalur jalan yang dibuat. Menurut Rosita, jalur-jalur itu seperti membentuk blok-blok sawit. Mobil, alat berat dan para pekerja mondar-mandir di situ. Camp perusahaan yang hampir dua tahun terakhir ditinggalkan mulai tampak ramai kembali. Sebuah truk bermuatan penuh drum yang diperkirakan berisi bahan bakar terparkir di sana.

Setelah pernah melakukan pembersihan lahan (land clearing) pada 2019 dan berhenti, perusahaan ini mulai terlihat beraktivitas kembali sejak awal Januari 2022. Alat-alat berat perusahaan yang dipakai membongkar hutan diangkut dari pelabuhan Jayapura.

“Itu kalau tidak salah 5 Januari 2022” kata Rosita.

Karel Jarangga, Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Papua saat ditemui di Jayapura 29 Januari 2022 kaget dengan adanya pembukaan jalan PMN ini. Aktivitas ini dia pastikan tanpa laporan ke Dinas Perkebunan.

“​​Kita belum ada informasi. Saya juga belum tahu persis, belum ada laporan bahwa dia ada buka lahan. Artinya, kalau ada aktivitas kita pasti dapat informasi. Tapi belum ada,” katanya.

 

Baca juga: Presiden Cabut Izin Jutaan Hektar, Saatnya Kembali ke Rakyat dan Pulihkan Lingkungan

 

Pemerintah Papua di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sedang mengevaluasi perizinan kebun sawit di Papua.

Jarangga bilang, PMN masuk dalam daftar perusahaan yang tidak patuh dalam melaporkan aktivitas perusahaan kepada pemerintah.

Berbeda dengan Papua Barat, sudah sampai tahap pencabutan izin perusahaan sawit yang tidak patuh. Papua, masih tahap klarifikasi data.

“Ini masih proses. Kita masih pada tahap klarifikasi atas izin-izin hasil review kemarin. Berdasarkan tipologi permasalahan dari setiap perusahaan. Kita masih dalam tahap verifikasi. Cuma karena kemarin situasi COVID, kita belum lanjut.”

PNM mendapat izin lokasi melalui Surat Keputusan Bupati Jayapura Nomor 213/2011, izin lingkungan pada 20 Februari 2014 melalui Keputusan Bupati Jayapura Nomor 62/2014. Izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian kehutanan Nomor SK680/Menhut-II/2014. Perusahaan ini mendapat hak guna usaha pada 2018 dengan keputusan nomor 100/HGU/KEM-ATR/BPN/2018.

 

Baca juga: Bupati Sorong Cabut Izin Kebun Sawit Perusahaan di Wilayah Adat Moi

Ja lokasi yang baru dibuka. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Pada 5 Januari 2022, izin pelepasan kawasan hutan dicabut. Belum diketahui apakah HGU perusahaan ini juga dicabut. Meski sudah ada pengumuman pencabutan HGU, hingga kini pemerintah masih belum membuka data perusahaan yang dicabut. Izin lokasi dan izin lingkungan PMN belum dicabut karena masih tahapan evaluasi di Papua.

Pada 2019, PMN sudah sempat pembersihan lahan, tetapi terhenti dan tidak lanjut menanam. Kala itu, Alex Waisimon, pegiat ekowisata pemantauan burung cenderawasih di Lembah Grime protes pembukaan lahan ini.

Di dalam wilayah izin PMN diketahui terdapat spot pemantauan burung cenderawasih bernama spot Jalan Korea. Spot ini dikunjungi wisatawan pencinta burung dunia selama hampir 30 tahun terakhir.

Alex menyayangkan, keputusan pemerintah memasukkan wilayah itu dalam konsesi perusahaan sawit. Meski pohon-pohon besar di hutan ini sudah habis ditebang PT You Liem Sari, yang mendapat izin hak pengelolaan hutan (HPH), cenderawasih masih ada di hutan tersisa. Masyarakat adat hendak mengelola sekaligus menjaga hutan ini lewat ekowisata.

Kini, dengan PMN mulai membangun jalan di hutan, diperkirakan riwayat spot ini akan musnah.

Seperti Rosita, Alex juga heran mengapa izin dicabut tetapi perusahaan tetap beraktivitas. Namun, Alex memastikan perusahaan tidak akan melewati Kali Kau. Wilayah itu, katanya, sudah mereka rencanakan masuk dalam kawasan pengembangan ekowisata.

“Itu di sebelah Kali Kau kita punya Suku Waisimon dan sembilan suku lain termasuk Tecuari. Perusahaan tidak boleh menyeberang Kali Kau,” katanya, saat ditemui di Campi Isio Hill’s Bird Watching, tak jauh dari lokasi perusahaan Januari lalu.

 

Baca juga: Belasan Izin Kebun Sawit di Papua Barat Dicabut

Pohon ditandai di jalur-jalur pembukaan jalan. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Perusahaan berkali-kali datang meminta persetujuan pelepasan lahan namun dia tolak. Alex yakin, sawit hanya akan menyingkirkan masyarakat pemilik ulayat dari tanah dan hutan. Harapannya, dengan ekowisata bisa jadi salah satu cara hutan tetap menjadi milik masyarakat adat dan bisa mendapat manfaat dari sana.

Abner Tecuari, pimpinan Marga Tecuari mengatakan, perusahaan mulai mengarah ke wilayah adat Marga Tecuari. Pimpinan marga sebelumnya mengizinkan perusahaan masuk tetapi tidak semua anggota marga setuju termasuk dirinya.

Pimpinan marga sebelumnya sudah meninggal dunia. Kini tanggungjawab kepemimpinan marga pindah ke tangan Abner.

“Saya sebagai ondoafi Suku Marga Tecuari tidak menerima. Saya mau bangun sesuatu itu harus transparan dan terbuka di tengah masyarakat. Iya atau tidak, yang menentukan masyarakat.”

“Saya sebagai ondoafi hanya hak pelindung umum. Semua kesepakatan harus di forum. Bukan disembunyi-sembunyikan di hotel, di mana, di mana, tidak. Ini mereka pertemuan sembunyi-sembunyi.”

Abner mengatakan, sudah meminta perusahaan untuk memberikan copian perjanjian yang sudah pernah ditandatangani Marga Tecuari. Dia hendak melihat isi perjanjian antar marga dengan perusahaan. Hingga kini, perusahaan tidak kunjung memberikan.

 

Baca juga: Rumah Burung Endemik Papua di Nimbokrang Terancam Ekspansi Sawit

Jalan yang dibuat perusahaan sawit dengan membuka hutan di Kampung Beneik, Distrik, Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Papua. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Hutan yang hendak perusahaan masuki merupakan wilayah adat satu-satunya Marga Tecuari. “Kami Suku Tecuari tak menerima sawit masuk di hutan kami. Hutan tinggal itu saja, untuk suku Marga Tecuari. Kalau diambil perusahaan, kami mau ke mana lagi?”

Ridwan, dari PMN belum memberikan respon saat dihubungi 31 Januari lalu hingga kini.

Tigor Hutapea, Divisi Advokasi Yayasan Pusaka mengatakan, tata kelola sumberdaya alam, evaluasi dan sanksi pencabutan izin usaha perusahaan, harus diikuti tindakan konkret dan penegakan hukum demi pemulihan hak-hak masyarakat dan restorasi lingkungan. Tindakan itu, katanya, harus transparan dan melibatkan organisasi masyarakat sipil.

Pemerintah daerah dan nasional seharusnya mengambil langkah-langkah proaktif menindaklanjuti hasil evaluasi dan putusan sanksi pencabutan izin usaha perusahaan, dengan melarang aktivitas perusahaan, menegakkan hukum dan memberikan sanksi pidana. “Juga membayar denda dan kompensasi ganti rugi untuk masyarakat terdampak dan restorasi lingkungan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.”

 

 

********

Exit mobile version