Mongabay.co.id

Masyarakat Tolak Kapal Angkut Alat Perusahaan Tambang Emas Masuk Sangihe

 

 

 

 

Satu Kapal landing craft tank (LCT) Artha Bumi Sabit (Kapal ABS) berisi alat berat perusahaan tambang emas, PT Tambang Mas Sangihe (TMS) berusaha masuk ke pelabuhan di Pulau Sangihe. Awalnya, kapal berlabuh di Teluk Tahuna pada 3 Februari lalu, sebelum masuk Pelabuhan Pananaru untuk menurunkan alat berat. Masyarakat menghadang, keras menolak alat berat antara lain bor perusahaan turun dari kapal. Belakangan, kapal yang akan turunkan alat berat ternyata tak berizin sandar di Pelabuhan Pananaru.

Sore itu, masyarakat dari beberapa kampung langsung bergerak ke Tahuna. Karena jarak kapal dengan boulevard Tahuna agak jauh, mereka berdiri di pinggir jalan memegang spanduk penolakan TMS.

Kapal ABS masuk ke Pelabuhan Tahuna. Sekitar, pukul 19.00 diperoleh infomasi, kapal akan berangkat ke Pelabuhan Pananaru untuk menurunkan alat berat TMS.

“Muatannya yang sempat tertangkap kamera adalah mesin bor, kontainer bertuliskan Indo Drill yang dimuat dalam truk, serta dua truk lain, muatan lain ditutup terpal,” kata Jull Takaliuang dari Save Sangihe Island (SSI) dalam rilis kepada media 4 Februari lalu. Save Sangihe Island adalah gerakan gabungan masyarakat dan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang menolak tambang di Sangihe.

Pada pukul 22.00, kapal berangkat dari Teluk Tahuna menuju Pananaru. Masyarakat dari Kampung Menggawa, Bowone, Salurang dan Binebas langsung naik pick up masing bergerak menuju Pananaru.

Ada juga warga yang mengikuti dengan perahu pamo guna memastikan haluan kapal berbelok ke Pananaru atau ke Malebur.

Pukul 01.00 dini hari, kapal memasuki Pelabuhan Pananaru. Di dalam kompleks pelabuhan sudah banyak aparat kepolisian dari Polres Sangihe. AKBP Denny Wely Wolter Tompunuh, Kapolres Sangihe, bersama wakapolres dan jajaran ada di sana.

Dari surat tugas yang ditunjukkan Kapolres Sangihe kepada Koordinator SSI Tamako, Ridwan Lahopang, personil ada 100 orang, ditambah dari polsek-polsek terdekat, total sekitar 150 petugas.

Hampir bersamaan, katanya, warga sekitar 50 orang dari Tahuna tiba di Pelabuhan Pananaru.

Sumber: Jatam

 

 

Dia nilai, Polres Sangihe beri pengawasan berlebihan atas permintaan pengawalan dan pengamanan TMS sejak 26 Januari 2022.

“Masyarakat tetap bersikeras menolak diturunkannya alat berat dari kapal meskipun sudah sandar di Pelabuhan Pananaru.”

Robison Saul, aktivits SSI asal Kampung Sowaeng, mendekati petugas dari Syahbandar Tahuna untuk menanyakan surat izin ABS berlabuh. Ternyata kapal tidak ada izin labuh.

Jull bilang, saat itu petugas tidak bisa memberikan jawaban, hanya menyarankan masyarakat menanyakan ke Kepala Dinas Perhubungan Sangihe.

Jan Takasihaeng, aktivis SSI bicara lantang. “Demi tanah Sangihe tercinta,….karena kami berjuang menyelamatkan ruang hidup dan masa depan anak cucu kami. Meski jumlah kami sedikit, kami tidak takut.”

Mendengar tidak ada dokumen berlabuh, Editon Siringan, nelayan Kalinda didampingi petugas syahbandar naik ke atas kapal menemui kapten kapal bersama anak buahnya. Mereka menanyakan surat izin dan memang tidak ada. Syahbandar pun melarang kapal itu membuka pintu dan tak boleh turunkan alat berat.

Sekitar pukul 04.00 subuh ABS keluar dari Pelabuhan Pananaru.

Pada 5 Februari, beberapa aktivis SSI terpaksa tidur di pelabuhan. Mereka mendengar kabar kalau kapal terlihat di depan Tamako, mengarah ke utara. Mereka mengira akan masuk ke Pananaru lagi.

“Ternyata LCT menuju Tahuna, hanya untuk meminta surat izin berlayar dari Tahuna untuk kembali ke Bitung,” katanya.

Margaretha Mananohas, asal Kampung Salurang berada dalam barisan warga penolak TMS. Dia protes pelanggaran kapal ABS masuk tanpa izin tetapi tak ada proses hukum.

“Kenapa dibiarkan pergi begitu saja, bukan diproses hukum? Mengapa kapal itu diberikan izin berlayar lagi dari Tahuna ke Bitung? Sementara dari Bitung ke Tahuna tidak ada izin?”

 

Baca juga: Ketika Pulau Sangihe Terancam Tambang Emas

Warga Sangihe yang protes melihat kapal membawa alat berap perusahaan tambang emas akan masuk Sangihe. Foto: Save Sangihe Island

 

Dia bilang, hukum di negara ini seperti kue ongol-ongol. “Goyang ke mana-mana. Aparat penegak hukum tidak jelas. Tebang pilih.”

Perusahaan tambang emas ini mendapatkan penolakan tak hanya dari masyarakat juga Pemerintah Sangihe. Tahun lalu, sebelum meninggal dunia, Helmud Hontong, Wakil Bupati Sangihe, menyatakan penolakan bahkan berkirim surat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Jabes Gaghana,  Bupati Sangihe, pun menolak TMS, bahkan sejak 2017 sebelum ramai penolakan terhadap perusahaan ini. Dia juga nyatakan tak pernah menandatangani satu pun surat izin mengenai pertambangan di Kepulauan Sangihe.

Upaya perlawanan Masyarakat Sangihe terus menguat. Masyarakat Sangihe menggugat KESDM dan PT Tambang Mas Sangihe melalui jalur hukum ke PTUN Jakarta, sampai saat ini masih proses persidangan.

 

Baca: Warga Gugat Hukum Izin PT Tambang Mas Sangihe

Satu Kapal landing craft tank (LCT) Artha Bumi Sabit (Kapal ABS) berisi alat berat perusahaan tambang emas, PT Tambang Mas Sangihe (TMS) berusaha masuk ke pelabuhan di Pulau Sangihe. 3 Februari 2022. Masyarakat Sangihe menolak keras kapal sandar dan bongkar alat berat buat perusahaan tambang emas. ini. Foto: Save Sangihe Island

 

Perusahaan tambang emas ini mendapatkan izin kontrak karya No. 163/MB.04/DJB/2021 seluas 41.810 hektar, meliputi 80 desa dan tujuh kecamatan.

Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, Januari lalu mengatakan, kehadiran tambang emas TMS di Sangihe berpotensi melanggar beberapa peraturan, seperti dengan UU Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kepulauan Sangihe.

“Ini akan berimplikasi pada kerusakan hutan mangrove, biota laut dan terumbu karang,” katanya.

Operasi penambangan emas, katanya, juga berpotensi merusak sumber kehidupan 145.000 rakyat Sangihe dan masalah lain.

Save Sangihe Island menyayangkan, pencabutan ribuan Izin usaha pertambangan oleh Presiden Joko Widodo awal Januari lalu tak memberikan titik terang bagi masyarakat Sangihe.

“Pemerintah [pusat] justru terlihat terang-terangan terus menggelar karpet merah untuk TMS dengan tidak mengikutsertakan pencabutan IUP tambang emas ini dalam agenda pencabutan izin.”

Exit mobile version