Mongabay.co.id

Mengapa Izin Pertambangan Emas Masuk Kawasan Lindung di Trenggalek Tak Dicabut?

 

 

Masyarakat Kabupaten Trenggalek, terutama warga Desa Karangrejo dan Ngadimulyo, Kecamatan Kampak kembali resah. Perusahaan tambang emas yang mengantongi izin eksploitasi tengah mengincar ruang hidup warga. Padahal, selama ini sebagian besar warga menggantungkan hidup dengan bertani.

Tak hanya itu, ekosistem karst yang selama ini mampu memberikan jasa lingkungan untuk ekonomi warga, menyediakan pangan, udara sehat dan sumber air yang jadi tumpuan pasokan air bersih akan hancur serta tercaplok aktivitas tambang.

PT Sumber Mineral Nusantara (SMN), merupakan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi emas dan mineral pengikut (DMP) berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur (Jatim) No P2T/57/15.02/VI/2019 tertanggal 24 Juni 2019.

Proyek pertambangan tahap eksplorasi perusahaan ini mulai 28 Desember 2005 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Trenggalek Nomor 702/2005 tertanggal 28 Desember 2005 dengan luas wilayah IUP (WIUP) 17.586 hektar.

Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Trenggalek memberikan perpanjangan kuasa pertambangan dan perluasan wilayah eksplorasi kepada SMN seluas 30.044 hektar.

WIUP ini berlaku hingga 2012 setelah Pemkab Trenggalek membuat ketetapan baru dengan keluarnya Keputusan Bupati Trenggalek Nomor 188.45/963/406.004/2012 tentang Perubahan atas Keputusan Bupati Trenggalek Nomor 188.45/715/425.013/2009.

Keputusan bupati 3 Desember 2012 itu menyebutkan, “luas areal dalam Diktum Kesatu diubah hingga berbunyi luas areal : 29.969 hektar.”

Pada 28 Mei 2013, dibuat ketetapan perubahan kedua atas keputusan Bupati Trenggalek Nomor 188.45.715/425.013/2009 berbunyi “pemegang IUP eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua keputusan bupati ini diberikan penggantian waktu yang hilang untuk eksplorasi dan studi kelayakan dalam WIUP selama tiga tahun terhitung mulai 2 November 2013”.

Baca juga: Was-was Tambang Emas Rusak Trenggalek [1]

Pada 2014, masyarakat Desa Sumberbening, Kecamatan Dongko aksi penolakan kegiatan SMN. Penolakan paling kencang datang dari warga Dusun Pelem, Krajan dan Mloko.

Kesadaran masyarakat terhadap ancaman kerusakan lingkungan kalau ada aktivitas tambang menjadi dasar penolakan. Selain itu, saat pemasangan kabel dan patok penanda lokasi survei SMN, tanpa pemberitahuan kepada masyarakat dan aparat desa.

Pada 21 Februari 2014, Bupati Trenggalek Mulyadi, membuat Surat Bupati Trenggalek Nomor 545/172/406.027/2014 soal penghentian sementara rencana pengeboran SMN.

 

Air karst dari sumber Ndas Kali yang ditampung masyarakat Dusun Tanjung, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kampak ini terancam hilang kalau renacana penambangan PT. SMN tetap dilakukan. Foto. Mukti Satiti

 

Setelah perizinan beralih ke provinsi

Dalam dokumen, pada 8 September 2015 direktur SMN bersurat kepada Badan Penanaman Modal P2T Jawa Timur untuk permohonan rekomendasi teknis penambahan jangka waktu IUP eksplorasi perusahaan. Hal ini dilakukan karena pengalihan kewenangan dari bupati ke gubernur.

Surat itu direspon dengan keluarnya Keputusan Gubernur Jatim Nomor P2T/70/15.01.III/2016 tentang perubahan jangka waktu izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi atas nama SMN, tertanggal 22 Maret 2016 dan berlaku mulai 22 Maret 2016–2 November 2018 seluas 29.969 hektar.

Keputusan itu dibuat setelah ada rekomendasi teknis Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur dengan dokumen bernomer 545/605/119.2/2016 tertanggal 29 Februari 2016.

Dalam proses peralihan kewenangan perizinan itu, Bupati Trengalek, Emil Elestianto Dardak menerbitkan lagi izin lingkungan eksplorasi emas DMP untuk SMN melalui Keputusan Bupati Nomor: 188.45/519/406.004/2016 tertanggal 29 Agustus 2016. Pada 10 hari sebelumnya, bertempat di Gedung Bhawarasa, bupati bersama perusahaan menyosialisasikan perihal izin lingkungan eksplorasi potensi emas di Trenggalek itu.

Sebagaimana yang dikutip dari situs prokopim.trenggalekkab.go.id, bupati mengatakan “terus terang sebenarnya acara ini adalah inisiatif kami, karena selama ini masyarakat bila mendengar yang namanya tambang itu biasanya alergi…. sehingga saya tidak akan nyusahin ataupun ribetin, tetapi pastikan masyarakat mendukung dengan lakukan pendekatan.”

 

Baca juga: Presiden Cabut Izin Jutaan Hektar, Saatnya Kembali ke Rakyat dan Pulihkan Lingkungan

Aksi berbagai elemen masyarakat menolak rencana pertambangan emas di Trenggalek. Foto: A.Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

***

Bertempat di Hotel Elmi Surabaya pada 14 November 2017, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Timur mengadakan pembahasan studi kelayakan IUP eksplorasi SMN serelah perusahaan menyampaian laporan studi kelayakan IUP eksplorasi dengan nomer surat 178/07/SMN/TRG/GSF/2017 tertanggal 17 Juli 2017.

Selanjutnya, melalui surat bernomer 185/12/SMN/TRG/GSF/2017 tertanggal 5 Desember 2017, perusahaan mengajukan permohonan persetujuan atas laporan studi kelayakan dan kegiatan eksplorasi SMN.

Secara berturut-turut pada tanggal sama, 31 Agustus 2018, Dinas ESDM mengeluarkan persetujuan dokumen laporan eksplorasi, persetujuan dokumen studi kelayakan dan persetujuan dokumen rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).

Kemudian, pada 5 September 2018, keluar dua persetujuan yaitu, persetujuan dokumen rencana reklamasi dan dokumen rencana pasca tambang.

 

Baca juga: Bupati Trenggalek Siap Pasang Badan Tolak Tambang Emas

Rencana penambangan emas oleg PT. SMN dikhawatirkan mengganggu ekosistem karst yang banyak bertebaran di Kabupaten Trenggalek. Tampak salah satu pegunungan karst di Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Foto: Widya Andriana

 

Proses peningkatan status

Proses itu berlanjut hingga Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim mengeluarkan rekomendasi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) atas nama SMN. Ia tertuang dalam dokumen 660/511/111.2/2018 perihal Penetapan Kelayakan Lingkungan Hidup Studi Amdal Tambang Emas DMP di Kabupaten Trenggalek tertanggal 19 September 2018.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Jatim atas nama gubernur juga menerbitkan Keputusan Gubernur Jatim Nomor P2T/34/17.05/01/IX/2018 tentang Izin Lingkungan pada 28 September 2018.

Pada 21 Juni 2019, Dinas ESDM Jatim mengeluarkan rekomendasi teknis IUP operasi produksi atas nama SMN sebagai tindak lanjut dari surat Dinas PMPTSP 11 Oktober 2018 tentang permohonan rekomendasi teknis IUP operasi produksi.

Kemudian pada 24 Juni 2019, Dinas PMPTSP atas nama Gubernur Jawa Timur mengeluarkan IUP operasi produksi dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor P2T/57/15.02/VI/2019 tentang IUP Operasi Produksi.

Dalam lampiran Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim Nomor 40/2016 disebutkan, syarat teknis pengurusan IUP operasi produksi baru antara lain, salinan persetujuan WIUP dilengkapi peta dan koordinat serta salinan IUP eksplorasi.

Selanjutnya, peta dan koordinat permohonan WIUP operasi produksi yang terkoreksi sesuai hasil eksplorasi dan penguasaan atas tanah. Penguasaan atas tanah dibuktikan dengan melampirkan bukti kepemilikan tanah atau kesepakatan dan perjanjian hak atas tanah untuk lahan masyarakat.

Dalam dokumen studi amdal kegiatan pertambangan emas DMP oleh SMN di Kabupaten Trenggalek 2018, disebutkan mereka baru akan mengajukan WIUP operasi produksi  seluas 12.833,57 hektar. Luas pengajuan itu meliputi sembilan prospek yaitu Sentul-Buluroto, Singgahan, Jerambah, Torongan, Ngerdani, Bogoran,Timahan, Sumberbening dan Dalangturu.

Berdasarkan studi kelayakan, prospek pertama dilakukan penambangan adalah pada wilayah prospek Sentul-Buluroto yang teridentifikasi beberapa tubuh bijih, antara lain, Buluroto Selatan, Sentul Barat dan Sentul Timur. Untuk wilayah lain akan eksplorasi lanjutan.

Ada beberapa hal yang jadi catatan penting dari proses keluarnya IUP operasi produksi SMN ini.

Saat eksplorasi WIUP SMN mengalami perubahan, bermula sejak 2005 seluas 17.586 hektar, tahun 2007 seluas 30.044 hektar dan pada 2012 jadi 29.969 hektar yang berakhir pada 2 November 2018.

Lokasi IUP eksplorasi yang terakhir ini secara administrasi mencakup sembilan wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Tugu, Karangan, Suruh, Pule, Gandusari, Dongko, Kampak, Munjungan, dan Watulimo.

Pada PP No 22/2010 Pasal 22 disebutkan, untuk penetapan WIUP harus memenuhi kriteria antara lain, kaidah konservasi, daya dukung lingkungan dan tingkat kepadatan penduduk.

Dari hasil overlay IUP operasi produksi perusahaan seluas 12.833,57 hektar dalam studi amdal 2018 dengan rencana pola ruang Peraturan Daerah Kabupaten Trenggalek Nomor 15/2012 menunjukkan, terdapat tumpang tindih pada kawasan lindung berupa hutan lindung seluas 2.779 hektar. Kemudian, kawasan lindung karst 1.000 hektar, kawasan rawan longsor 209 hektar, sempadan mata air 91 hektar, sempadan sungai 33 hektar, dan sempadan embung 24 hektar.

Ketentuan umum pengaturan zonasi (KUPZ) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Trenggalek Nomor 15/2012 Pasal 84, menetapkan beberapa hal. Pertama, soal KUPZ kawasan hutan lindung, kedua,KUPZ kawasan lindung karst dan ketiga, KUPZ kawasan rawan longsor.

Berdasar ketentuan itu, diketahui kegiatan yang akan dilakukan SMN ini berada pada kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian lingkungan hidup pada kawasan pengendalian ketat. Ia sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80/2014 tentang Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional di Jawa Timur.

Karena itu, tambang SMN wajib mengurus izin pemanfaatan ruang sebagai syarat pengajuan IUP.

Dari informasi yang didapat dalam rapat koordinasi permohonan izin pemanfaatan ruang yang dihadiri antara lain Bappedalitbang dan Dinas PUPR Trenggalek di Kantor UPT Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T), 14 Mei 2018, disepakati agar SMN memperbaiki atau revisi permohonan izin pemanfaatan ruang sesuai persyaratan yang berlaku.

Permohonan izin pemanfaatan ruang harus mengajukan permohonan informasi tata ruang berdasarkan RTRW Kabupaten Trenggalek dan harus memenuhi pertimbangan teknis lain.

Sampai terbit IUP operasi produksi belum ada permohonan informasi kesesuaian tata ruang kepada Pemerintah Kabupaten Trenggalek sebagaimana hasil kesepakatan dalam rapat itu.

Kalau peraturan dan kesepakatan dengan para pemangku kepentingan saja dikangkangi, bagaimana bisa IUP operasi produksi itu tetap lolos, sementara persyaratan teknis pengurusan WIUP belum terpenuhi.

Salah satu contoh lagi adalah izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), sebagaimana dijelaskan perusahaan dalam dokumen studi amdal bahwa mereka baru akan mengurusnya. Hingga keluar IUP operasi produksi, IPPKH belum mereka dapatkan.

Hal ini baru diketahui ketika mereka akan melakukan pertemuan di Hotel Hayam Wuruk Trenggalek pada 25-27 Oktober 2021. Dalam suratnya, Dinas Kehutanan Jawa Timur menyebutkan kegiatan itu menindaklanjuti surat dari SMN nomer 013/EXT/SMN/VII/2021 perihal permohonan pertimbangan teknis persetujuan penggunaan kawasan hutan.

Peraturannya, IUP diberikan setelah WIUP. Dalam Pergub Jatim Nomor 40/2016 untuk pengurusan IUP operasi produksi baru, syarat teknis peta dan koordinat permohonan WIUP operasi produksi yang telah terkoreksi sesuai hasil eksplorasi dan penguasaan atas tanah. Penguasaan atas tanah dibuktikan dengan melampirkan bukti kepemilikan tanah atau kesepakatan dan perjanjian hak atas tanah untuk lahan masyarakat.

Karena itu jadi janggal dan mustahil, perusahaan akan memiliki penguasaan atas tanah dari sembilan kecamatan yang masuk wilayah IUP operasi produksi sedang didalamnya terdapat begitu banyak masyarakat yang hidup yang jadi penguasa tanah. Lahan yang dikuasai negarapun mereka belum mendapatkan izinnya.

Dari begitu banyak kejanggalan pada proses IUP operasi produksi keluar, status clean and clear (CNC) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga patut dipertanyakan.

Dalam tayangan live di akun Youtube Sekretariat Presiden pada 6 Januari 2022, Presiden Joko Widodo mengatakan, “izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut.”

Dengan pernyataan itu masyarakat Trenggalek merasa akan mendapat dukungan dan menduga, surat bupati untuk evaluasi IUP operasi produksi SMN ditanggapi dan termasuk dalam daftar pencabutan.

Apalagi, saat sela kegiatan peresmian Bendungan Tugu pada 30 November 2021,  presiden juga sempat mencicipi durian lokal unggulan yang merupakan hasil alam daerah ini. Sayangnya, dalam daftar izin yang dicabut, IUP operasi produksi SMN tidak termasuk.

 

Baca juga: Menyoal Izin Tambang Emas di Trenggalek [2]

Lahan pertanian nan subur, karst yang menyediakan simpanan air, terancam kalau tambang emas Trenggalek, beroperasi. Foto: A.Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

 

* Penulis: Mukti Satiti adalah Koordinator Aliansi Rakyat Trenggalek. Tulisan ini merupakan opini penulis.

 

******

Exit mobile version