Mongabay.co.id

Beresiko Tinggi, Laut Harus Dikelola dengan Rencana Zonasi

 

Pemanfaatan ruang laut yang tepat dan sesuai, dinilai akan bisa memastikan pengelolaan ruang laut bisa berjalan dengan baik hingga masa yang akan datang. Untuk mencapainya, diperlukan rencana zonasi yang sesuai dengan fungsi setiap dari setiap wilayah perairan laut di Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan, penyusunan rencana zonasi menjadi sangat penting untuk dilakukan, karena ada fungsi yang tidak bisa digantikan, yaitu dalam hal pemberian prasyarat perizinan berusaha di ruang laut yang beresiko tinggi.

Atas dasar pertimbangan itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menginisiasi penerbitan kebijakan (beleid) berupa peraturan Presiden Republik Indonesia. Inisiasi tersebut diyakini bisa membawa dampak signifikan untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional dari pesisir laut.

“Juga bisa berdampak signifikan pada geliat investasi sektor kelautan dan perikanan,” jelas dia awal pekan ini di Jakarta.

Adapun, inisiasi beleid dilakukan untuk rencana zonasi kawasan antarwilayah (RZ KAW) yang ada di perairan Laut Jawa, Laut Sulawesi, dan Teluk Tomini di pulau Sulawesi. Ketiganya dinilai menjadi lokasi penting untuk penataan dilaksanakan penataan ruang laut dengan baik.

Menurut Sakti Wahyu Trenggono, ketiga kawasan tersebut kemudian ditetapkan secara resmi di awal 2022 melalui penerbitan Perpres RZ KAW. Momen tersebut menjadi penting, karena itu bisa sekaligus mendorong upaya pemulihan ekonomi nasional setelah pandemi COVID-19.

baca : Zonasi Laut, Kunci Mengelola Wilayah Laut Nusantara

 

Nelayan sedang menangkap ikan di perairan Lamongan, Jawa Timur yang merupakan bagian dari Laut Jawa. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Adapun, ketiga beleid itu adalah Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Jawa, Perpres No.4 Tahun 2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Sulawesi, dan Perpres No.5 Tahun 2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Teluk Tomini.

“Ketiganya diundangkan pada 5 Januari 2022,” sebut dia.

Kehadiran tiga aturan tersebut, diyakini akan bisa mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui pasca pandemi COVID-19 melalui percepatan kegiatan investasi di sektor kelautan dan perikanan. Karenanya, ketiganya akan berperan sangat penting untuk pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut.

Trenggono menerangkan, RZ KAW menjadi penting untuk dibuat, karena bisa menjadi acuan bagi Menteri KP untuk menerbitkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang menjadi prasyarat perizinan berusaha.

Prasyarat tersebut menjadi rujukan sesuai Pasal 37 Ayat (1) PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Sementara, penetapan RZ KAW dilakukan merujuk pada amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Dengan terbitnya tiga aturan tersebut, maka tugas KKP berikutnya adalah bagaimana memastikan pengelolaan ruang laut bisa berjalan baik dan tepat. Juga, bagaimana mewujudkan pusat pertumbuhan kelautan yang efektif, berdaya saing, dan ramah lingkungan di tiga wilayah tersebut.

baca juga : Pengaturan Zonasi Laut Tujuh Provinsi Masih Abu-abu

 

Panorama di salah satu pesisir di Indonesia. Foto : KKP

 

Resiko Tinggi

Di sisi lain, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Pamuji Lestari berpendapat bahwa tanpa penerbitan aturan RZ KAW, maka itu akan bisa menghambat penerbitan KKPRL yang sudah menjadi tugas KKP.

Padahal menurutnya, tanpa kehadiran KKPRL itu bisa menghambat perizinan kegiatan berusaha di ruang laut yang memiliki resiko tinggi. Karenanya, kehadiran tiga aturan Perpres yang diterbitkan di awal 2022 menjadi sangat penting dan berperan untuk kelancaran investasi di ruang laut.

Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto menjelaskan tentang tiga beleid yang sudah terbit tersebut. Menurutnya, kehadiran tiga aturan tersebut melengkapi aturan sebelumnya yang sudah diterbitkan pada 2020.

Dengan demikian, total kini sudah ada empat aturan Perpres tentang RZ KAW, termasuk Pepres No 83 Tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Selat Makassar. Sementara, sisanya sebanyak 16 RZ KAW masih belum diundangkan sebagai perpres.

“Itu terdiri dari selat, teluk, dan laut lintas provinsi,” terang dia.

Suharyanto berharap, seluruh lokasi tersisa yang masih menunggu untuk diundangkan, paling lambat pada 2024 mendatang sudah selesai minimal 80 persen untuk 20 lokasi yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah RI No 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut.

“Ini untuk meningkatkan ekonomi sekaligus menjaga ekologi,” tambah dia.

baca juga : Kawasan Konservasi Perairan, Kunci Pengelolaan Ekosistem Laut dan Pesisir

 

Panorama udara di salah satu pesisir di Indonesia. Foto : KKP

 

Diketahui, ketiga perpres tentang RZ KAW yang terbit pada awal 2022 tersebut, di dalamnya mengatur juga tentang kawasan konservasi dan kawasan pemanfaatan umum di wilayah perairan. Aturan tersebut sekaligus menjadi implementasi dari pengaturan ekologi dan ekonomi.

Pada Perpres 3/2022 tentang Laut Jawa misalnya, ditetapkan kawasan konservasi di perairan pesisir seluas 1,6 juta hektare, dan kawasan pemanfaatan umum seluas 12,8 juta hektare. Sementara, ruang laut di luar perairan pesisir itu dialokasikan untuk kegiatan pemanfaatan umum.

Alokasi ruang laut di luar pesisir tersebut diukur di atas 12 mili dari garis pantai. Kemudian, alokasi pemanfaatan umum ditetapkan seluas 39,9 juta ha, dan juga ada alokasi khusus untuk fungsi konservasi seluas 609,2 ribu ha.

Contoh kedua, ada pada Perpres 4/2022 tentang RZ KAW Laut Sulawesi yang memiliki cakupan pengaturan sampai wilayah yurisdiksi Indonesia berbatasan dengan Filipina. Di dalamnya, ada alokasi ruang laut untuk kegiatan pemanfaatan umum seluas 8,4 juta ha dengan pengembangan konservasi seluas 1.300 ha.

Sementara, untuk pemanfaatan di wilayah perairan, itu dialokasikan seluas 2,5 juta ha dengan luas kawasan konservasi mencapai 66.900 ha.

Contoh terakhir, ada pada Perpres 5/2022 tentang RZ KAW Teluk Tomini yang memiliki cakupan luas wilayah berbeda. Khusus di Teluk Tomini, ada arahan pengembangan kawasan konservasi di perairan pesisir seluas 579.100 ha, dengan arahan pemanfaatan umum seluas 2,8 juta ha.

Adapun ruang laut di luar perairan pesisir, dialokasikan ruang laut untuk kegiatan pemanfaatan seluas 2,1 juta ha dan kawasan konservasi seluas 119.600 ha.

baca juga : Apakah Laut Jawa Masih Potensial untuk Perikanan?

 

Kapal Pengawas Perikanan Hiu 007 mengamankan empat rumpon dalam operasi penertiban di perairan WPP-NRI 716 Laut Sulawesi, Rabu (14/10/2020). Rumpon-rumpon itu diduga tidak memiliki Surat Izin Pemasangan Rumpon (SIPR). Foto : KKP

 

Konservasi Perairan

Selain RZ KAW, penyusunan dokumen juga dilakukan untuk Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (RZ KSN), dan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT). Kemudian, ada juga upaya pengintegrasian Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZ WP3K) ke dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wiilayah (RTRW) Provinsi.

“Juga integrasi RZ KSN ke dalam Rencana Tata Ruang (RTR) KSN sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja,” ungkap Pamuji Lestari.

Upaya unyuk mengelola ruang laut menjadi lebih baik dan tertata, juga dilakukan melalui penambahan luas kawasan konservasi. Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) merilis data, sepanjang 2021 sudah ada kawasan konservasi dengan luas mencapai total 28,4 juta ha.

Luasan tersebut di dalamnya adalah kawasan yang dinilai sudah mencapai status efektivitas pengelolaan. Dalam melakukan penilaian, DJPRL menggunakan metode evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi (EVIKA) yang berperan sebagai alat penilaian.

“Sejauh ini, luasan kawasan yang dinilai EVIKA sudah efektif mencapai 12,5 juta ha,” ucap dia.

Pamuji Lestari menyebutkan, dengan luas 28,4 juta ha, saat ini terdapat 411 kawasan konservasi perairan yang menyebar di berbagai provinsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 70 kawasan ditetapkan langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Dan, kawasan seluas 12,5 juta hektare yang sudah dinilai dengan EVIKA, adalah kawasan yang ditetapkan oleh Menteri langsung,” tambah dia.

baca juga : KKP Tetapkan 3 Kawasan Konservasi Perairan Baru di Maluku

 

Panorama pesisir kawasan konservasi perairan Maksegara di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw, Papua Barat.
Foto : Loka PSPL Sorong

 

Selain kawasan yang ditetapkan langsung oleh KKP, ada juga kawasan konservasi perairan yang ditetapkan oleh instansi pemerintah lainnya. Kawasan-kawasan tersebut, akan saling terhubung dan membantu dalam mewujudkan Indonesia bisa mencapai target pada 2030 mendatang.

Target yang dimaksud, adalah total luas kawasan konservasi minimal mencapai 10 persen dari luas wilayah laut Indonesia atau mencapai minimal 32,5 juta ha. Itu berarti, dengan luas 28,4 juta ha saat ini, Indonesia sudah hampir mendekati target yang diinginkan.

Adapun, rincian 411 kawasan konservasi perairan yang saat ini ada, 10 lokasi diantaranya adalah berstatus kawasan konservasi nasional (KKN) dengan luas mencapai 5,3 juta ha. Kemudian, 30 kawasan konservasi seluas 4,6 juta ha saat ini dikelola langsung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sementara, sisanya sebanyak 371 lokasi adalah berstatus kawasan konservasi daerah dengan luas mencapai 18,5 juta ha. Dari luasan tersebut, di dalamnya terdapat kawasan konservasi yang fokus pada ekosistem terumbu karang.

Seluruh kawasan konservasi perairan tersebut, dalam pengelolaannya melibatkan masyarakat sekitar yang terdiri dari masyarakat hukum adat (MHA) dan masyarakat pesisir. Saat ini, ada 32 MHA di wilayah pesisir Indonesia.

Keterlibatan MHA dan masyarakat pesisir, menjadi kunci karena sudah ada mandat bahwa pengelolaan kawasan konservasi perairan harus membentuk kelembagaan. Dengan demikian, kawasan yang sudah ditetapkan bisa dikelola dengan maksimal.

Pamuji Lestari mengklaim kalau kawasan konservasi perairan yang ada saat ini sudah dilakukan pengelolaan dengan maksimal. Namun, dia tidak membantah jika ada kawasan yang pengelolaannya masih belum cukup baik.

“Dan yang masih minimum (pengelolaannya) akan kita tingkatkan lagi,” pungkas dia.

 

Exit mobile version