Mongabay.co.id

Kampung Iklim jadi Model Kelola Sampah Masyarakat, Seperti Apa?

 

 

 

 

Sampah kantong, botol plastik kemasan, sampai sisa-sisa makanan atau bahan makanan sisa buang ke mana? Begitu kira-kira masalah banyak orang ketika berhadapan dengan sampah. Banyak bikin sampah, pengelolaan rendah.Pemerintah coba lakukan pendekatan baru dalam pengelolaan sampah dengan menyinergikan dalam program penurunan emisi di tingkat lokal, melalui program kampung iklim (proklim).

Harapannya, cara ini bisa memperkuat posisi pengelolaan sampah sebagai pengendalian dampak perubahan iklim dari lingkup masyarakat terkecil.

Empat desa di Gianyar, Bali, pun jadi percontohan pengelolaan sampah dari level tapak ini. Ada Desa Taro, Sukowati, Ubud dan Batuan. Pada Hari Peduli Sampah Nasional 21 Februari lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan resmikan desa-desa ini dalam proklim.

Gianyar, merupakan kabupaten yang sudah mengelola sebagian besar sampah mereka. Data Pemerintah Gianyar, sampah tidak terkelola tinggal 11,98%. Timbulan sampah kabupaten ini mencapai 141.337 ton per tahun, dengan komposisi ranting atau kayu 58,73%, plastik 17,08% dan karton atau kertas 10,98%.

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (B3), mengatakan empat desa di Giayar itu lokasi jadi percontohan pada kampung iklim yang lain.

Pada 2021, sudah ada 3.270 proklim. KLHK menargetkan pembentukan proklim 20.000 lokasi sampai 2024. Target bertambah 5.000 lokasi pada 2022, 6.000 lokasi dalam 2023 dan 5.730 pada 2024.

Melalui “Kelola Sampah, Kurangi Emisi, Bangun Proklim” sebagai tema HPSN 2022 kali ini, Vivien menargetkan seluruh proklim di Indonesia didampingi untuk pengelolaan dan pengurangan sampah. Dengan begitu, desa-desa ini dapat berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Pengelolaan sampah, katanya, jadi upaya pengendalian perubahan iklim.

 

Baca juga : Inilah Gringgo, Aplikasi Android Pengelolaan Sampah di Bali

Aloe Dohong (tengah) pada peringatan Hari Peduli sampah Nasional, 21 Februari lalu. Foto: Humas KLHK

 

KLHK juga menyinergikan pengurangan emisi dalam tiga program utama dalam HPSN ini, yakni, pengelolaan sampah, pengendalian perubahan iklim dan perhutanan sosial.

“Jumlah signifikan gas metana dari tempat pemrosesan akhir sampah berperan besar dalam menciptakan efek gas rumah kaca juga pengelolaan sampah yang salah seperti pembakaran terbuka dan pembuangan sampah sembarangan,” katanya.

Senada dikatakan Aloe Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurut dia, upaya pengelolaan sampah bisa jadi bagian penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca.

Dengan upaya menahan gas buang melalui sistem pengelolaan berantai, katanya, maka tak ada material terbuang jadi gas, termasuk gas metana.

“Juga dalam hal posisinya sebagai substitusi energi, energi alternatif dari sampah menjadi listrik, serta sampah organik jadi pupuk, dan sampah menjadi bahan baku industri.”

Timbulan sampah yang tak terkelola juga menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup dan kehidupan masyarakat.

Bagaimana mengelola sampah? Salah satu lewat bank sampah. Fei Febri, Direktur Bank Sampah Bersinar di Kabupaten Bandung mengatakan, bank sampah itu mengubah pola penanganan sampah hingga mengurangi timbulan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA).

“Kuncinya, bank sampah itu harus banyak berkolaborasi dan terus berinovasi, karena bank sampah hanya alternatif bukan obat dalam pengelolaan sampah,” katanya.

 

Baca juga : Inspirasi Ali Topan: Difabel Pengelola Bank Sampah, Bantu Masyarakat Miskin melalui Sedekah Sampah

Pekerja sedang memilah sampah di gudang bank sampah induk Griya Luhu di Gianyar, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

Cara lain dengan mengelola sampah organik, bisa dengan memanfaatkan lalat hitam (maggot). Maggot bisa jadi pakan ternak, dan sampah terurai jadi pupuk organik.

Wistinoviani Adnin, Kasubdit Ekonomi Sirkular Direktorat Pengurangan Sampah Dirjen PSLB3 bilang, bank sampah memiliki peran penting dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca pada tingkat tapak. Sayangnya, banyak bank sampah mati suri.

KLHK mencatat, total timbulan sampah nasional 65,7 juta ton per tahun. Sumber sampah dari rumah tangga 45,5%, sisanya industri.

Novi katakan, sebanyak 65,15% sampah tak terkelola. Baru 27.41% penanganan dan pengurangan sampah 7,4%.

Selama ini, katanya, ada tantangan dalam pengelolaan sampah antara lain, upaya pemerintah daerah belum maksimal, komposisi sampah plastik meningkat dan impor scrap tercampur sampah, serta penegakan hukum. Juga peran dan tanggung jawab produsen maupun kepedulian publik masih rendah.

“Isu dan tantangan lain sebaran industri daur ulang belum merata, masih berpusat di Jawa sekitar 90%. Ini juga karena konsumsi banyak di Pulau Jawa.”

 

 

Mencuci tas kresek. Bagian dari pengolahan sampah untuk siap didaur ulang ini memerlukan cukup air dan ketekunan karena sampai mengeringkan. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version