Mongabay.co.id

Seekor Dugong dan Seekor Paus Ditemukan Mati dalam Dua Hari di Morotai. Ada Apa?

Seekor paus yang diduga paus pilot (Globichepala macrorhynchus) mati dan terdampar di perairan Desa Hapo, Kecamatan Morotai Jaya, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara pada Kamis (24/3/2022). Paus berukuran panjang sekitar 2,5 meter dan bobot sekitar 200 kilogram ditemukan telah membusuk dengan beberapa bagian tubuhnya hilang dan bekas gigitan pemangsa. Foto : istimewa/DLH Morotai

 

Kawasan perairan laut di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara memiliki banyak hewan laut yang dilindungi. Salah satunya mamalia laut yaitu dugong atau duyung (Dugong dugon). Sayangnya, akhir-akhir ini terjadi kematian beberapa dugong di kawasan tersebut.

Terbaru pada Kamis (24/3/2022) lalu, seekor dugong, ditemukan terdampar mati di pantai Desa Juanga, Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Dugong dengan panjang tubuh sekira 1,5 meter ditemukan mati tak jauh dari seekor dugong yang ditemukan mati dua hari sebelumnya yaitu Selasa (22/3/2022). Dugong pertama yang ditemukan mati panjangnya 3 meter dan bobot berat sekira 500 kilogram.

Widyawati, staf Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan laut (PSPLSorong satuan kerja wilayah Ternate, menjelaskan, pihaknya menerima laporan penemuan kematian dugong di pantai Desa Juanga, tidak jauh dari pelabuhan penyeberangan kapal ferry Morotai Selatan pada Kamis, (24/3/2022).

Laporan awal diterima dari Fachruddin M. Banyo, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pulau Morotai yang menyebutkan bangkai dugong pertama kali ditemukan warga Desa Juanga sekira pukul 10.00 WIT dan langsung dilaporkan ke pihak terkait.

Setelah diteliti, dugong kedua itu berjenis kelamin betina dengan ukuran lebih kecil dari bangkai dugong pertama yang berukuran panjang sekitar 1,5 meter. Bangkainya ditemukan dalam kondisi mulai membusuk dengan ciri-ciri kulit terkelupas pada bagian sirip dada. Tidak terdapat luka terbuka pada bagian luar tubuh dugong, namun terdapat cairan mirip darah yang keluar melalui celah lubang napas.

Selanjutnya, bangkai dugong itu dikubur di sekitar lokasi penemuan tersebut sekitar pukul 11.00 WIT oleh petugas dari DLH Kabupaten Morotai bersama petugas dari Lanal TNI AL, dibantu masyarakat Desa Juanga.

baca : Terjadi Lagi, Seekor Dugong Mati Terdampar di Pantai Juanga Morotai

 

Seekor dugong dengan panjang tubuh 1,5 meter ditemukan terdampar mati di pantai Desa Juanga, Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara pada Kamis (24/3/2022). Foto : Fachruddin M Banyo/DLH Morotai

 

Di lokasi terpisah yaitu di perairan Desa Hapo, Kecamatan Morotai Jaya, Kabupaten Pulau Morotai, ditemukan bangkai paus terdampar pada Kamis (24/3/2022).

Sadam M Nur, warga Desa Hapo menyampaikan bangkai paus itu ditemukan saat warga melakukan aktivitas bongkar muat dari sebuah kapal yang bersandar di desa tersebut. Saat itu, bangkai paus terlihat mengambang di perairan berjarak 10 meter dari bibir pantai, tidak jauh dari kapal. Bangkai paus itu kemudian terdampar di pantai.

Warga kemudian melaporkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pulau Morotai.

Setelah diteliti, bangkai paus memiliki panjang tubuh sekitar 2,5 meter, panjang sirip dorsal sekitar 40 cm, dan bobot sekitar 200 kilogram. Paus ditemukan dalam kondisi telah telah membusuk. Selain itu, beberapa bagian tubuhnya hilang, seperti sebagian sirip ekor dan kedua sirip dada. Ditemukan pula adanya luka pada bagian tubuh dan ventral tubuh yang diduga merupakan bekas gigitan pemangsa. Hanya saja, petugas tidak mengetahui apakah luka timbul sebelum kematian atau setelah kematian.

Widyawati, dari Loka PSPL Sorong Satker Ternate mengatakan pihaknya menduga paus itu berjenis paus pilot (Globichepala macrorhynchus).

Bangkai paus itu kemudian dikubur keesokan harinya pada Jumat, (25/3/ 2022) oleh perangkat desa Hapo dibantu pemuda dan masyarakat di pantai tidak jauh dari lokasi terdampar.

baca juga : Paus Mati Terdampar di Maluku, Perut Isi Sampah Plastik

 

Seekor paus yang diduga paus pilot (Globichepala macrorhynchus) mati dan terdampar di perairan Desa Hapo, Kecamatan Morotai Jaya, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara pada Kamis (24/3/2022). Foto : Fachruddin M Banyo/DLH Morotai

 

Fachruddin M Banyo, Sekretaris DLH Kabupaten Pulau Morotai yang juga koordinator wilayah Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani) Kabupaten Pulau Morotai mengatakan fenomena mamalia laut yang mati dan terdampar di pesisir pantai wilayah Morotai ini sudah berulang kali terjadi. Dari catatannya, kematian mamalia jenis dugong di Morotai sudah 10 kasus.

“Kematian dugong di perairan dangkal Pulau Morotai itu tersebar di pulau-pulau kecil dan pesisir pantai, mulai dari Desa Galo-galo, Wayabula, Raja, Cio, Cendana, Wawama, hingga Juanga,” terangnya.

Karena itu, dia meminta instansi terkait seperti Loka PSPL Sorong, LIPI termasuk perguruan tinggi agar melakukan penelitian penyebab kematian dugong dan paus di Morotai, sehingga dapat mencegah banyaknya kematian yang bisa menyebabkan kepunahan mamalia laut ini dari kawasan Konservasi Perairan Morotai, mulai dari Tanjung Dehegila sampai Pulau Rao.

Diakuinya, hingga kini belum diketahui pasti penyebab kematian mamalia ini, apakah karena limbah, sampah laut atau karena rusaknya habitat hewan ini.

Dalam catatan Ispikani, sejak 2017 hingga awal 2022 ini sudah ada 10 ekor dugong yang mati. Ini masalah sangat serius yang perlu diketahui masalahnya sehingga kepunahan mamalia ini bisa ditekan,” tambahnya.  

Sedangkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pulau Morotai, Safrudin Manyila menjelaskan pada umumnya kematian dugong karena pencemaran lingkungan. “Tapi di Morotai belum terjadi pencemaran. Sumber makanan di sini juga aman,” katanya.

Dia telah meminta pihak perguruan tinggi yaitu Universitas Pasifik (Unipas) di Morotai agar mereka melakukan kajian. “Kita sudah sarankan ke Unipas dalam hal ini dosen perikanan melakukan kajian populasi dugong di Morotai ini. Berapa dugong yang ada di laut Morotai dan spotnya di mana saja. Tujuannya kita punya gambaran untuk segera membuat perlindungan,” pungkasnya.

baca juga : Bangkai Dugong Diambil untuk Obat Tradisional, Ini Penjelasan PSPL Sorong

 

Proses penguburan seekor dugong yang mati terdampar di pantai Desa Juanga, Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara pada Kamis (24/3/2022). Foto : Fachruddin M Banyo/DLH Morotai

 

Sedangkan ahli dugong dan pesut (lumba-lumba air tawar) dari Yayasan Konservasi Rare Aquatiq Species Indonesia (RASI), Danielle Kreb   menjelaskan, fenomena matinya dugong ini sebaiknya ditindaklanjuti dengan dilakukan nekropsi atau bedah bangkai mamalia yang mati serta analisis histopatologi termasuk analisis adanya virus atau bakteri yang membuat mamalia ini sakit.

Dihubungi via pesan WhatApp, Minggu (27/3/2022), Danielle yang konsen pada riset pesut di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur itu menjelaskan sebagian besar penyakit pada dugong dikarenakan infeksi dan parasit. Patogen yang terdeteksi termasuk cacing, cryptosporidium dan berbagai jenis infeksi bakteri, dan parasit tak dikenal lainnya.

“30% kematian dugong di Queensland (Australia) sejak 1996 karena penyakit,” katanya. Penyakit itu bisa berawal dari polusi air dan makanan. Penurunan kualitas padang lamun sebagai makanan dugong, dan gangguan makanan pada dugong yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

“Pembuangan limbah, deterjen, logam berat, air hipersalin, herbisida, dan produk limbah lainnya secara negatif mempengaruhi padang lamun. Aktivitas manusia seperti penambangan, jaring pukat ikan, pengerukan, reklamasi lahan, dan baling-baling perahu juga menyebabkan peningkatan sedimentasi yang menutupi lamun dan mencegah cahaya masuk mencapai lamun,” jelasnya.

Dia bilang berbagai hal itu signifikan mempengaruhi kualitas padang lamun sebagai makanan dugong dan kehidupan dugong sendiri.

“Jadi kalau lemak , daging dan organ dugong itu dicek di laboratorium bisa juga diketahui konsentrat logam berat dalam tubuh sebagai indikasi kesehatan ekosistem,” tutupnya.

baca juga : Seekor Dugong Ditemukan Mati di Raja Ampat Dengan Sejumlah Luka

 

 

Seekor dugong betina yang telah mati ditemukan oleh seorang nelayan di Pantai Desa Juanga, Kabupaten Pulau Morotai, pada Selasa (22/3/2022). Foto : DKP Morotai

 

Senada dengan Dannielle, ahli mamalia laut dan peneliti LIPI Sekar Mira dihubungi pada Minggu (27/3/2022), menyampaikan bahwa untuk mengetahui secara detil dan jelas kematian dugong-dugong ini, perlu dilakukan pemeriksaaan bangkai (nekropsi). “Ada banyak kemungkinan bisa digunakan dalam menduga penyebab kematiannya. Karena itu sangat perlu dilakukan nekropsi,” jelasnya.

Tujuannya agar didapatkan gambaran kondisi kematian dari setiap kejadian. “Tanpa hal ini, sangat premature menduga kematian dugong-dugong ini,” jelasnya.

 

***

 

Keterangan foto utama : Seekor paus yang diduga paus pilot (Globichepala macrorhynchus) mati dan terdampar di perairan Desa Hapo, Kecamatan Morotai Jaya, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara pada Kamis (24/3/2022). Paus berukuran panjang sekitar 2,5 meter dan bobot sekitar 200 kilogram ditemukan telah membusuk dengan beberapa bagian tubuhnya hilang dan bekas gigitan pemangsa. Foto : istimewa

 

Exit mobile version