Mongabay.co.id

Iwan Dento, Sang ‘Hero’ Penyelamat Karst Rammang-rammang

Muhammad Ikhwan atau Iwan Dento, aktivis lokal sekaligus warga Desa Salenrang, Maros, Sulsel yang sukses menggerakkan warga mengelola kawasan karst Rammang-rammang menjadi kawasan wisata secara mandiri, tanpa dukungan dari Pemda setempat. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Muhammad Ikhwan tersenyum bangga ketika menceritakan dirinya masuk dalam salah satu nominator Kick Andy Heroes. Ia termasuk dalam 21 kandidat yang akan mendapat penghargaan yang diasuh oleh salah satu TV swasta itu. Dari 21 kandidat itu akan terpilih 7 hero yang akan mendapat penghargaan dan diundang ke Jakarta.

“Penghargaan akan diberikan minggu depan di Jakarta. Belum ada kepastian apakah terpilih sebagai pemenang namun sudah ada undangan untuk menghadiri acara itu,” katanya kepada Mongabay, Sabtu (12/3/2020) silam.

Muhammad Ikhwan atau lebih dikenal dengan nama Iwan Dento ini ternyata benar-benar mendapatkan penghargaan tersebut. Di media sosialnya, dia menunjukkan foto-foto bagaimana ia mendapat penghargaan dan sempat berfoto momen penyerahan penghargaan tersebut.

baca : Begini Kisah Desa Salenrang Rammang-rammang yang Sukses Tolak Tambang Dengan Wisata

 

Iwan Dento saat menerima penghargaan Kick Andy Heroes. Foto : Iwan Dento

 

Iwan Dento sendiri adalah aktivis dari Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, tepatnya di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, lokasi dimana terdapat wisata alam Rammang-rammang, yang cukup terkenal sebagai destinasi wisata penting di Sulawesi Selatan.

Rammang-rammang dikenal karena alamnya yang eksotik dikelilingi pegunungan karst. Di dalam kawasan terdapat sejumlah gua-gua purbakala yang masih menyisakan sisa-sisa peradaban puluhan ribu tahun silam. Terdapat pula sejumlah satwa endemik Sulawesi, salah satunya adalah monyet hitam Sulawesi (Macaca maura) atau bahasa lokal dikenal dengan nama dare.

Selama lebih dari 10 tahun, bersama warga Desa Salenrang lain, ia berjuang mempertahankan wilayahnya dari ancaman industri ekstraktif. Sebelum desa itu menjadi desa wisata, sekelilingnya terdapat tambang batu dan marmer. Belum lagi tambang semen Bosowa yang letaknya tak jauh dari lokasi tersebut.

Iwan Dento aktif menggaungkan gerakan menolak tambang karena benar-benar berdampak buruk bagi keberlanjutan lingkungan di daerah tersebut. Ia membangun jejaring dengan berbagai pihak, termasuk dengan Walhi Sulsel.

Perjuangan ini bukanlah hal yang mudah. Ia kerap mendapat intimidasi tidak hanya dari pihak perusahaan, tapi oleh warga sendiri yang pro-tambang yang jumlahnya cukup banyak. Di sisi lain ia juga mendapat iming-iming kekayaan yang jumlahnya tidak sedikit, jika saja ia mau menghentikan aksinya.

“Tantangan terbesar sebenarnya dari masyarakat sendiri yang tidak sepenuhnya ingin tambang dihentikan karena telah mendapat dampak ekonomi dari tambang tersebut. Pihak perusahaan juga berusaha membujuk karena telah beinvestasi cukup besar. Jika saya mau, bisa saja saya menerima tawaran iming-iming uang yang jumlahnya pasti tak sedikit,” katanya.

baca juga : Beginilah Kawasan Wisata Rammang-rammang, Bentuk Perlawanan Warga terhadap Tambang

 

Rammang-rammang yang berada di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, menjadi salah satu tujuan wisata. Sebelumnya kawasan ini dipenuhi izin pertambangan yang merusak lanskap alam yang dikeliling pegunungan karst. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Perjuangan yang dimulai sejak 2009 ini kemudian berakhir bahagia dengan dicabutnya berbagai izin tambang di daerah tersebut oleh pemerintah Kabupaten Maros di tahun 2013. Setelah berakhirnya era tambang menjadi tantangan bagi mereka bagi mencari mata pencaharian ekonomi alternatif, dan dipilih lah sektor wisata karena memang selama ini sudah jadi tujuan wisata meski masih terbatas pada peneliti dan orang-orang tertentu yang jumlahnya tak banyak. Dibentuklah wadah yang disebut Masyarakat Ekowisata Rammang-rammang.

Rammang-rammang, sebuah kampung kecil dengan pusatnya di Kampung Berua, pun kemudian disulap menjadi kawasan wisata yang lebih terkelola. Infrastruktur pendukung seperti dermaga dibenahi, jumlah perahu pun bertambah khusus untuk mengangkut wisatawan.

Pada tahun 2015 wisata Rammang-rammang resmi dibuka. Dalam setahun pengunjung mencapai puluhan ribu orang. Melalui dukungan media sosial, kawasan wisata ini masyhur hingga ke mancanegara. Beragam acara TV pun menjadikan Rammang-rammang sebagai setting lokasi.

Iwan Dento kemudian identik dengan Rammang-rammang, bahkan ketika ia tidak lagi menjadi bagian dari pengelola kawasan wisata ini. Secara aktif ia mendorong upaya perlindungan kawasan karst, salah satunya aktif mendorong perda perlindungan kawasan karst Sulsel.

Ia juga dikenal karena rumahnya dijadikan sebagai rumah singgah bagi teman-teman aktivis dari seluruh nusantara yang diberi nama ‘Rumah Kedua’. Begitu tenarnya tempat ini sampai-sampai Menteri Pariwisata menyempatkan berkunjung pada 2021 silam, ketika berkunjung untuk meresmikan Desa Salenrang sebagai Desa Wisata.

baca juga : Wisata Alam Rammang-rammang: Dibangun Aktivis, Diresmikan Menteri

 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno bersama influencer Atta Halilintar menyempatkan menyusuri Pute menuju Kampung Berua, lokasi wisata Rammang-rammang, Maros. Foto: Marcell Lahea/Mongabay Indonesia.

 

Perjuangan Iwan mendapat perhatian banyak pihak, baik itu dari kalangan NGO, media, pemerintah dan publik secara luas. Selain membantu mengelola wisata, ia juga menginisiasi sejumlah kegiatan lain, seperti pengelolaan sampah, konservasi sungai, mengembangkan kuliner lokal dan membangun sistem pertanian organik.

Pria kelahiran tahun 1980 ini juga aktif di berbagai kegiatan nasional, antara lain mengikuti Eagle Award 2015, dengan produksi film dokumenter singkat berjudul ‘Pejuang dari Gua Purbakala’, yang kemudian terpilih dalam 5 besar. Film yang sama kemudian diikutkan dalam Festival Film Indonesia (FFI) di Jogjakarta dan masuk dalam nominasi 3 besar.

Ia juga diundang tampil di acara INSIGHT CNN yang diasuh oleh Desi Anwar pada tahun 2018. Ia juga sempat muncul dalam kolom Sosok Kompas dan nominator penerima Kalpataru untuk kategori Perintis pada tahun 2020. Pada tahun 2021 ia dipilih sebagai salah satu penerima penghargaan CNN Hero, dan tahun itu juga ia diundang tampil di acara Kick Andy yang diasuh Andy F. Noya, episode ‘Asa Pariwisata Kita’.

Tampilnya dia di Kick Andy ternyata memiliki kesan tersendiri dan ia merasa sebagai doa lama yang terwujud.

“Dulu, ketika masa perjuangan, teman-teman sering bercanda bahwa tunggu saja diundang di Kick Andy, yang ternyata kemudian menjadi seperti doa yang terwujud. Makanya saya cukup kaget ketika diundang untuk tampil di acara ini,” katanya.

Mimpi tampil di Kick Andy karena memang menjadi acara paling populer menampilkan ‘sosok’ ketika itu.

“Acara ini sangat berkesan bagi saya, selain karena audiensinya sebagian besar adalah orang cerdas dan berpengaruh juga karena diskusinya cerdas.”

perlu dibaca : Cerita Rammang-rammang di Masa Pandemi

 

Iwan Dento saat menjadi narasumber dalam acara Kick Andy. Foto : Instagram Kick Andy

 

Meski namanya kini dikenal luas dan memperoleh banyak penghargaan Iwan menilai hal itu bukanlah tujuan utama dan akhir dari perjuangannya selama ini. Penghargaan tersebut penting untuk meningkatkan pengaruh dan posisi tawar ketika berhadapan dengan pihak-pihak yang berseberangan dengan tujuan perjuangannya dalam pelestarian alam.

“Bagi saya penghargaan ini penting dan kami butuh bukan sekedar prestige, tapi karena kami butuh itu sebagai bargaining position yang akan memperkuat statement ketika menyatakan pendapat di publik atau media sosial. Kalau posisi saya hanya sebatas pemerhati lingkungan saja maka gaungnya tidak akan begitu besar dan tidak mendapat perhatian. Jadi saya berharap adanya penghargaan-penghargaan ini akan meningkatkan pengaruh atau suara kami di ruang publik,” katanya.

Terkait berbagai apresiasi dan penghargaan yang diterimanya selama ini menyisakan dilema tersendiri selama ini, kesuksesan yang telah diraih bukanlah karena perjuangannya sendiri. Ada banyak warga yang bekerja dalam diam. Dilema ini dirasakan ketika ia diusulkan sebagai calon penerima Kalpataru.

“Butuh waktu lama untuk mengiyakan, karena ada kekhawatiran di kalangan internal kami sendiri, jangan sampai teman-teman berpikir bahwa orientasi saya berjuang selama ini semata untuk mengejar penghargaan.”

Kondisi ini memang terjadi, ada suara-suara sumbang, namun ia meyakinkan mereka bahwa semua ini adalah sekedar untuk memantapkan posisi tawar.

“Apa yang bisa diharapkan dari Iwan Dento, ketika kita bicara terkait efek kampanye sementara dia tidak punya jabatan ataupun kekayaan. Salah satu jalan untuk mendapat ruang pengaruh itu adalah adanya pengakuan secara lebih luas. Kami pilih jalan itu. Kalau saya punya uang atau jabatan mungkin saya bisa menggerakkan orang, tetapi dua-duanya saya tidak miliki, sementara kita mau punya nilai bargaining ketika berhadapan dengan pemerintah,” pungkasnya.

 

Selain berperan aktif membangun Rammang-rammang sebagai wisata alam, Iwan Dento juga aktif dalam memajukan pertanian organik. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Exit mobile version