Mongabay.co.id

Waspada Racun Timbal, Menanti Pemerintah Perkuat Aturan

 

 

 

 

Peleburan aki bekas ilegal marak di Indonesia, maupun cat-cat beredar mengandung timbal sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, racun timbal yang terlepas tak hanya berpotensi merusak lingkungan hidup juga mengganggu kesehatan masyarakat.

Mengenai timbal dari aktivitas peleburan aki bekas ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) adakan diskusi daring, akhir Maret lalu. Mereka mengangkat tema “To Prevent and Monitor Lead Exposure in Indonesia: Used Lead Acid Battery Recycling’.

Anang Makruf, Direktur Penyehatan Lingkungan Kemenkes mengatakan, peleburan aki bekas ilegal marak di Indonesia berpotensi menimbulkan persoalan serius di masa mendatang. “Racun timbal yang terkandung di dalam aki merupakan senyawa kimia yang berpotensi terlepas akibat proses daur ulang,” katanya.

Rata-rata timbal berkisar antara 2-13 kilogram setiap aki, tergantung ukuran. Masalahnya, dalam setiap tahapan proses daur ulang, berpotensi melepaskan timbal. Mulai dari pemisahan, peleburan, sampai pencucian.

Studi Kemenkes mendapati, pajanan timbal cukup tinggi. Di Bandung, misal. dari penelitian 400 siswa SD di 25 kecamatan diketahui 65,5% siswa memiliki kadar timbal dalam darah 14,13ug/dL. Temuan lebih tinggi bahkan didapati pada kelompok siswa pengguna angkutan umum dengan kadar timbal mencapai 14,49ug/dL.

Begitu juga di Makassar. Menurut Anas, hasil pengujian pada 200 anak TK di tujuh kecamatan didapati kadar timbal jauh lebih tinggi, 23,96 ug/dL. Parahnya, temuan itu memapar 90% lebih responden.

Penelitian sama Kemenkes di Jakarta. Hasil penelitian pada anak-anak usia 6-12 tahun itu didapati kadar timbal dalam darah rata-rata 8 ug/dL. Sekitar 25% dari sampel memiliki kadar timbal 10-14 ug/dL.

Pada penelitian dengan obyek sayuran dan tanaman di Bogor terungkap kadar timbal jauh melebihi ambang batas WHO. Yakni, 2 ppm untuk berat tanaman basah dan 2,82 ppm untuk berat kering.

“Dari sini bisa diketahui, ada pencemaran terhadap lingkungan akibat paparan timbal. Misal, pada tanah, air bahkan sudah masuk ke sayuran dan manusia,” kata Anang.

 

Baca juga: Menyelisik Bisnis Peleburan Aki Ilegal Penghasil Timbal di Lamongan [1]
 

 

Racun timbal itu, katanya, memapar dalam berbagai metode. Misal, melalui saluran pernapasan (inhalasi), konsumsi (ingesti) makanan atau air tercemar, hingga kontak langsung kulit (absorpsi).

Ada banyak dampak ketika seseorang terpapar racun timbal, seperti grastrointestinal, kardioveskular, gangguan ginjal dan kelenjar endokrin, hematologic, hingga gangguan sistem reproduksi dan kehamilan.

Padahal, katanya, ginjal memiliki fungsi menyaring racun-racun dalam darah. Karena itu, darah yang banyak mengandung racun, seperti timbal, misal, akan menyebaban kinerja ginjal jadi lebih berat. Dalam jangka waktu tertentu, bisa kolaps.

Anang bilang, perlu memahami dampak kesehatan karena racun timbal ini memang tak bersifat langsung (akut), tetapi kronis. Artinya, racun timbal akan terkumpul atau tertimbun sedikit demi sedikit dalam dalam tubuh sebelum menimbulkan gejala pada manusia.

Gejala yang dirasakan pun, katanya, dipastikan berbeda. Tergantung kelompok umur dan organ yang terkena. Bila yang terkena syaraf, katanya, berpotensi memicu penyakit tremor. Begitu juga ketika yang terkena ginjal, menyebabkan gangguan ginjal. Anang bilang, anak-anak dan perempuan hamil termasuk dalam kelompok paling rentan.

Pada wilayah populasi, dampak utama dari pajanan timbal akan menyebabkan neuro-kognitif anak-anak dan penyakit kardiovaskular di masa dewasa. Itu karena sifat dari keracunan timbal bersifat kronis, bukan akut yang gejalanya bisa dirasakan seketika.

Risiko paling besar pada anak-anak adalah penurunan kemampuan kognitif, point IQ, dan keterampilan visual motorik dan penalaran.

 

 

 

Pada tingkat komunitas, menyababkan perubahan perilaku sosial, derajat kesehatan masyarakat brkurang, serta beban ekonomi.

“Karena itu, terkadang juga perlu untuk riset stunting. Jangan-jangan ibunya saat hamil terpapar zat-zat kimia-fisika beracun dari lingkungan yang sudah tercemar. Ketika lahir, sang anak memiliki IQ rendah dan atau gangguan kesehatan,” katanya.

Menurut Anas, pengukuran kadar timbal pada manusia melalui beberapa cara, seperti pemeriksaan jaringan rambut, gigi, tulang, darah dan urin.

Menurut WHO, mengukur konsentrasi timbal dalam darah lengkap adalah metode paling diterima untuk tujuan skrinning, diagnostic dan lain-lain.

Melihat betapa timbal berbahaya bagi kesehatan, katanya, sangat penting untuk pemantauan atau uji berkala pada media lingkungan, seperti pada tanah. Sebab, tanah dan debu yang terlarut timbal dapat masuk ke air tanah.

Begitu juga dengan udara, yang terbukti berkorelasi dengan konsentrasi timbal dalam darah. Lalu makanan, buah, hingga unggas mapun hewan ternak. “Karena semua di sekitar lokasi peleburan berpotensi terpapar melalui berbagai media.”

 

Baca juga: Menyelisik Bisnis Peleburan Aki Ilegal Penghasil Timbal di Lamongan [3]

Aki bekas yang keluar dari truk pemasok. AKi-aki bekas ini akan diproses jadi timbal. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Untuk menekan potensi pencemaran oleh aki bekas, Kemenkes pun merekomendasikan beberapa langkah. Antara lain, larangan menguras air aki di lokasi pengumpulan, menyimpan aki dalam ruang aman, berventilasi dan terlindung dari cuaca, serta pengendalian jumlah aki tersimpan.

Juga upaya mengurangi pencemaran timbal dengan melengkapi para pekerja peleburan dengan alat pelindung diri meliputi baju pelindung menutupi seluruh badan, celemek (apron), sarung tangan, topi keras, sepatu atau penutup sepatu sekali pakai, respirator dan pelindung wajah.

Ahmad Safruddin, Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengatakan, studi KPBB di sejumlah tempat memperlihatkan paparan racun timbal tak hanya terkonsentrasi di lokasi peleburan tetapi meluas. Penyebabnya, dampak kegiatan ikutan proses ini seperti bongkar muat, penimbunan dan lain-lain.

Di Cinangka, Tangerang, misal. Dengan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), paparan timbal mencapai radius sampai 20 kilometer. “Dalam kasus di Cinangka, KLHK sudah clean up. Tapi, riset kami, pajanan timbal juga masih banyak tersebar di titik-titik lain, hampir di setiap sudut desa,” kata Puput, sapaan akrabnya.

Temuan sama terjadi di Parungpanjang, Ciomas dan Cipondoh (Bogor), Rawabuaya (Jakarta Utara), serta Tegal, Jawa Tengah.

Banyak lokasi lain perlu clean-up karena paparan logam timbal sangat tinggi.

Persoalan tak terbatas pada tindak lanjut pemulihan lahan tercemar karena dalam waktu sama, peleburan tetap berlangung di beberapa tempat, seperti Deli Serdang, Medan, Pekanbaru, Palembang, Lampung, Batam, Kalimantan, Lamongan, Mojokerto, hingga Makassar.

Menurut Puput, hasil riset KPPB, selama lebih 20 tahun, nyaris tak ada perubahan pada pola perdagangan aki bekas. “Aliran pasokan tidak berubah. Aki-aki dari wilayah Indonesia mengalir ke dua lokasi, Jabodetabek dan Surabaya. Juga ke Tegal karena ada peleburan disana.”

KPBB menginventarisasi terkait neraca aki bekas di Indonesia. Setiap tahun, volume aki bekas tara-rata sekitar 500.000 ton berasal dari 35 kota di Indonesia. Dari puluhan daerah itu, 17 berkontribusi pada 395.000 per tahun. Dari ratusan ribu ton aki bekas itu, hanya 264.000 masuk ke smelter berizin.

“Artinya, ada hampir separo aki bekas mengalir ke peleburan ilegal,” katanya.

Puput menduga, ada pihak-pihak tertentu dengan sengaja menjaga rantai pasok aki bekas tetap mengalir ke ke pelebur ilegal demi mengejar untung lebih besar.

Penuturan Puput sejalan dengan investigasi Mongabay. Di Kabupaten Lamongan, misal, sentra peleburan aki ilegal tetap aktif lantaran ada rantai pasok dari perusahaan pengumpul aki bekas di Sidoarjo.

Vinda Damayanti, perwakilan Dirjen Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengakui masih banyak peleburan ilegal. Karena status ilegal itu, bisa dipastikan proses pengolahan jauh dari standar dan perlindungan lingkungan. Padahal, katanya, timbal aki merupakan senyawa kimia mudah menguap hingga gampang terhirup manusia.

“Pencemaran timah hittam ini tak hanya dalam peleburan itu sendiri juga masyarakat sekitar. Ini yang belum disadari kalau akan menyebabkan bayi lahir cacat, penurunan IQ, bahkan kematian.”

 

 

Timbal hasil proses peleburan aki bekas di Lamongan. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Proses hukum terhadap pihak-pihak yang dinilai bertanggung jawab terus dilakukan. Vida mengatakan, beberapa kasus peleburan aki ilegal pernah ditindaklanjuti seperti di Kabupaten Bogor, Cikampek pada 2015, Bogor dan Lebak (2017), dan Pasuruan pada 2019.

Klaim Vinda, KLHK telah menginventarisasi keberadaan pengumpul tak berizin. Mereka yang kedapatan melanggar, juga ada tindakan tegas.

“Ada sanksi administratif kami berikan. Pelaksanaannya selalu kami pantau.”

Vinda amini pencegahan peleburan aki ilegal bisa mulai dengan menata ulang rantai pasok aki bekas. Bila perlu, terobosan kebijakan baru dengan legalisasi melalui perizinan khusus.

Dengan cara itu, katanya, peredaran aki bekas jadi lebih mudah terawasi. “Mungkin nanti perlu ada rakornas yang melibatkan para pihak. Mulai dari pengumpul, pelebur, hingga produsen aki.”

Sayyid Muhadhar, Sekretaris Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK, mengatakan, ada banyak faktor menyebabkan peleburan aki ilegal sulit diberantas. Salah satunya, peleburan relatif mudah. “Hanya 4-5 jam, sudah dapat. Nah, untuk menyiasati petugas, para pelaku biasa pindah-pindah tempat. Waktu pembakaran pun tidak mesti. Pola berubah-ubah.”

Untuk menutup ruang gerak para pelaku ini, Sayyid meminta komitmen produsen aki tak lagi menerima timah ingot dari kegiatan ilegal.

Ke depan, katanya, juga perlu dibuat sistem yang mengatur identifikasi timah ingot, misal, dengan memasang label guna memudahkan identifikasi.

Produsen aki, kata Sayyid, seharusnya ikut berkepentingan. Dampak marak peleburan ilegal, perusahaan-perusahaan daur ulang aki berizin justru di ambang krisis bahan baku.

Christofel Sirait. Dari Direktorat Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 dan Non B3, KLHK mengamini bila peleburan ilegal berpotensi mengganggu kesehatan lingkungan dan masyarakat. Karena itu, pemulihan lahan-lahan terkontaminasi jadi prioritas KLHK.

Namun, katanya, karena kontaminasi di banyak tempat, pemulihan tetap dengan mempertimbangkan kemampuan anggaran.

“Kami sudah menyusun rencana aksi pemulihan. Baik jangka pendek maupun jangka menengah.”

Chris mengatakan, pada 2019, KLHK melakukan pemulihan tahap I dan II di Tegal, Jawa Tengah. Karena wilayah terkontaminasi cukup luas, akan lanjut pemulihan tahap III tahun ini bersamaan di Jombang, Jawa Timur. Pemulihan dilakukan dengan metode enkapsulasi, seperti di Cinangka, Bogor.

Alfred Sitorus, pengurus KPBB mendukung upaya pemerintah melakukan enkapsulasi lahan-lahan terkontaminasi B3 dari peleburan aki ilegal. Termasuk, pelibatan pembiayaan pihak ketiga kalau memungkinkan, karena keterbatasan anggaran.

Tak kalah penting, katanya, edukasi kepada masyarakat soal bahaya timbal. Karena kesadaran minim, aktivitas peleburan aki ilegal bisa terus terjadi.

 

Baca juga: Kala Jutaan Anak Indonesia Berisiko Terpapar Cat Timbal

Kursi anak dengan cat warna warni cerah berisiko mengandung timbal. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Menanti pelarangan timbal dalam cat

Bahaya paparan timbal tak hanya dari peleburan aki bekas, cat yang beredar juga banyak yang mengandung timbal. Berbagai pihak mendorong, pemerintah bikin aturan pelarangan cat bertimbal.

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menilai, setidaknya ada tiga kementerian memiliki peran penting dalam mewujudkan itu, yakni, KLHK, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.

Dari situ, ada dua pintu masuk yang disiapkan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL). Pertama, dari Kementerian Perdagangan melalui UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan.

“Di UU itu ada delegasi pemerintah dalam bentuk peraturan presiden untuk buat peraturan daftar yang dibatasi atau dilarang perdagangannya,” kata Fajri Fadillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan ICEL saat ditemui dalam Market Leaders Commitments to Produce Lead-Free Paint by 2023 di Jakarta, baru-baru ini.

Pernyataan Fajri sesuai Pasal 35 UU Perdagangan. Hingga kini, belum ada daftar barang-barang yang dimaksud dalam bentuk perpres sejak UU tersebut ditelurkan.

Dalam hal ini, timbal dalam cat dinilai masuk dalam kategori barang yang harus dilarang atau dibatasi karena alasan keamanan, kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. “Atas dasar ini, kami sampaikan ke KSP (Kantor Staf Presiden) November lalu,” ucap Fajri.

Dalam pembicaraan dengan KSP itu, katanya, sebagai rekomendasi agar perpres rampung dan mencantumkan timbal dalam cat di daftar itu.

ICEL meminta, timbal langsung masuk dalam barang yang dilarang, bukan hanya dibatasi.

Rekomendasi di level paling ketat itu berdasarkan informasi cat bertimbal yang tak banyak diketahui warga. Biasanya, masyarakat cenderung membeli cat berdasarkan anggaran, bukan kandungan di dalamnya.

Peredaran cat di Indonesia terlalu bercampur dengan harga beragam hingga menghapus timbal dalam cat merupakan jalan teraman untuk melindungi masyarakat.

Sayangnya, hinggak kini belum ada kelanjutan dari KSP soal perpres itu. “Dari dua kali pertemuan online kami dengan berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Mendag dan produsen, disebut kalau proses penyusunan perpres itu mulai,” katanya.

Pintu masuk kedua, melalui KLHK. Sejauh ini, timbal masih masuk bahan beracun berbahaya yang dapat dipergunakan sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74/2001 tentang Pengelolaan B3.

Meskipun demikian, secara historis KLHK pernah membuat peraturan untuk membatasi penggunaan timbal dalam polychlorinated biphenyls (PCB) yang biasa dipakai dalam trafo listrik.

Peraturan ini berwujud PermenLHK Nomor 29/2020 tentang Pengelolaan PCB. Disebutkan kalau trafo yang memiliki kadar PCB lebih 50 ppm harus dikelola agar kandungan berkurang.

Kalau tidak, konsentrasi PCB tak boleh terpakai. Kondisi ini menunjukkan, KLHK memiliki pandangan kalau timbal harus dikurangi.

Sebelumnya, Nexus3 Foundation menemukan tiga perempat cat yang mereka riset tak memenuhi standar timbal global, 90 ppm. Ia terdapat dalam cat-cat berwarna cerah. Padahal, cat warna cerah dengan kandungan timbal tinggi digunakan luas pada fasilitas anak-anak dan ruang publik.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), timbal tak berguna bagi tubuh manusia Malahan, keracunan timbal menyumbang sekitar 0,6% dari beban penyakit global.

Anak-anak menjadi kelompok rentan paparan timbal. Anak berusia enam tahun ke bawah kerap melakukan perilaku tangan-ke-mulut hingga polutan mudah masuk ke tubuh mereka.

 

Cat berwarna cerah biasa dipakai pada fasilitas umum seperti tempat anak bermain. Ini makin berbahaya karena anak pada usia rawan terpapar. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Perusahaan mau berkomitmen, Kemenperin galau?

Regulasi ketat menghapus timbal dalam cat agar memaksa produsen patuh. Produsen biasa menyesuaikan dengan regulasi di tiap negara.

Regulasi tak cukup ketat di Indonesia jadi surga para produsen yang pakai timbal dalam cat mereka. Di negara lain, mereka bisa bikin cat dengan timbal di bawah 90 ppm atau nirtimbal.

Niko Safawi, CEO Mowilex, salah satu merek cat menyebut, produsen pada dasarnya mengikuti setiap regulasi pemerintah. “Kami di dunia bisnis pasti dengan senang hati mengikuti regulasi pemerintah,” katanya.

Selain dorongan dari masyarakat sipil, katanya, pemerintah bisa belajar dari negara lain yang sudah menerapkan peraturan lebih ketat. Dengan begitu, pemerintah Indonesia tak perlu mulai sesuatu dari nol.

“Saya harap pemerintah bisa melakukan hal itu, jika memang ada peraturan terkait timbal atau faktor lingkungan lain, kami pastikan bisa mengikuti.”

Dalam acara itu, PT Mowilex Indonesia bersama PT Rajawali Hiyoto dan PT Sigma Utama, menjadi tiga perusahaan yang menandatangani komitmen lead-free paint by 2023. Dengan begitu berarti mereka akan memproduksi cat bebas timbal pada 2023 demi melindungi masa depan anak-anak di Indonesia.

“Tugas kami bukan hanya melindungi material, tapi pemakai material kami ataupun yang berkenan dengan lingkungannya,” terang VP litbang Sigma Utama, Aries Sumiadi.

Yuyun Ismawati pendiri Nexus3 Foundation, menyebut, kalau mengacu kesepakatan global, penghapusan timbal dalam cat seharusnya bisa pada 2020. Karena itu, ada cat bertimbal di Indonesia pada 2022 perlu jadi perhatian khusus.

Banyak perusahaan besar dan multinasional di Indonesia, katanya, yang menerapkan standar ganda. “Demi keuntungan, mereka produksi cat dengan timbal berkadar tinggi meski di negara asalnya hanya memproduksi cat bebas timbal,” kata Yuyun.

Studi National Institute of Health (NIH) Amerika Serikat pada 2013 seharusnya bisa jadi pertimbangan dalam menghapus timbal dalam cat. Di sana disebutkan, biaya ekonomi dari paparan timbal pada masa kanak-kanak di Indonesia sekitar US$37,9 miliar per tahun.

“Dengan kata lain, PDB di Indonesia per tahun bisa 3,35% lebih tinggi jika tak ada cat bertimbal.”

Kementerian Perindustrian justru terlihat gamang dan tak sejalan dengan semangat produksi cat bebas timbal. Sutan Situmorang, pembina Industri Kementerian Perindustrian masih ragu mendukung komitmen produksi cat bebas timbal.

“Mungkin lain kali kalau ada program seperti ini bisa saling diskusi dulu. Supaya nanti perusahaan tidak takut ketika ditagih komitmennya,” katanya.

Seakan tak percaya penelitian, dia bilang, segala macam riset baik WHO serta Nexus3 perlu dikaji lebih jauh.

“Jangan sampai mengeneralisir kesimpulan dari sampel yang tidak banyak.”

Bahkan, dia sebut-sebut UU Cipta Kerja yang mengamanatkan melindungi investor– seakan lebih penting dari kesehatan masyarakat Indonesia. “Perlu didiskusikan, apalagi dalam UU Cipta Kerja disebut kalau kami harus lindungi industri yang ada di bawah kami.”

Exit mobile version