- Sebuah penelitian memperlihatkan, sebagian besar cat kayu dan besi di Indonesia mengandung timbal dengan konsentrasi tinggi, lebih 600 part per million (ppm). Kandungan senyawa logam berat pada timbal, mengancam kesehatan, terutama gangguan pertumbuhan anak, sistem saraf otak, sistemik dan gangguan pertumbuhan tulang.
- Setidaknya, 33 juta anak usia emas di Indonesia yang keseharian bergumul dengan alat-alat bercat mengandung timbal beracun ini.
- Yuyun Ismawati, senior advisor Nexus3 Foundation, menyebutkan, hasil penelitian ini dari pengujian terhadap 120 kaleng cat berbagai merek dan warna secara acak dari sejumlah toko bahan bangunan dan panglong di 10 kota di Indonesia. Wilayah itu, meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo dan Denpasar.
- Markus Winarto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Cat Indonesia (APCI), mengatakan, tidak semua produk cat memiliki SNI hingga kini. APCI akan melakukan perbaikan bertahap. Produsen cat di Indonesia lebih 150 perusahaan. Sebagian besar perusahan cat berskala usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dari jumlah itu, hanya 64 telah jadi anggota APCI.
Pagi itu, cuaca di Kota Medan, Sumatera Utara, terlihat cerah. Di sudut Jalan Sei Batanghari, Medan, tampak anak-anak berlari memasuki sebuah gedung dengan pakaian seragam. Mereka para pelajar taman kanak-kanak. Bel belum berbunyi. Hampir sebagian besar dari anak-anak usia emas ini asyik bermain di berbagai fasilitas sekolah, dari perosotan, ayunan dengan wajah kegirangan.
Warna-warna cerah seperti kuning merah biru dan hijau menghiasi berbagai tempat mainan itu. Di dalam kelas, meja lemari kursi semua cat warna-warna cerah.
Di tempat lain, persis di Taman Beringin Medan, terlihat anak-anak bermain di fasilitas umum yang disediakan Pemerintah Kota Medan. Tempatnya, persis di depan rumah Dinas Gubernur Sumut.
Pada tempat bermain ini sarana permainan dengan cat warna-warna cerah dan mencolok terutama merah kuning dan biru. Tampak anak-anak bermain sambil memegang makanan. Mereka tertawa asik saling senda gurau dengan teman-teman lain. Ibu-ibu mereka memperhatikan dari kejauhan.
Tak hanya di Medan, di berbagai tempat biasa sarana permainan anak-anak diberi cat dengan warga terang. Ada apa dengan warna-warna menarik ini. Ternyata, berbagai sarana dan alat-alat permainan anak-anak dengan warna terang dan menarik itu rawan atau berisiko mengandung limbah beracun berbahaya jenis timbal.
Nexus3 Foundation bekerjasama dengan International Pollutants Elimination Network (IPEN) meneliti kandungan timbal pada cat berbasis pelarut di Indonesia.
Penelitian itu memperlihatkan, sebagian besar cat kayu dan besi di Indonesia mengandung timbal dengan konsentrasi tinggi, lebih 600 part per million (ppm). Kandungan senyawa logam berat pada timbal, mengancam kesehatan, terutama gangguan pertumbuhan anak, sistem saraf otak, sistemik dan gangguan pertumbuhan tulang.
Setidaknya, 33 juta anak usia emas di Indonesia yang keseharian bergumul dengan alat-alat bercat mengandung timbal beracun ini.
Mereka memegang makanan sambil bermain tersentuh cat-cat bertimbal ini akan sangat membahayakan bagi mereka. Anak-anak ini terancam terpapar cat bertimbal.
Yuyun Ismawati, senior advisor Nexus3 Foundation, menyebutkan, hasil penelitian ini dari pengujian terhadap 120 kaleng cat berbagai merek dan warna secara acak dari sejumlah toko bahan bangunan dan panglong di 10 kota di Indonesia.
Wilayah itu, meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo dan Denpasar.
Nexus3 mengumpulkan, 120 kaleng cat secara random dari toko-toko bangunan dari daerah sampel. Dari 120 cat, 101 berbasis pelarut, delapan berbasis air, tiga anti karat, tiga cat semprot dan lima berbasis industri cat untuk marka jalan.
“Cat yang jadi sampel penelitian, terdiri dari 66 merek yang diproduksi oleh 47 produsen. Dari 120 cat, belakangan kita ketahui, 78% cat hasil produksi nasional, 4% lokal dan 18% produksi perusahaan multinasional. Semua kita ambil acak,” katanya dalam diskusi daring saat rilis laporan ini baru-baru ini.
Nexus3 mengecat pada kayu tiga kali kemudian dikeringkan selama tiga hari. Selanjutnya, lempengan kayu dikemas dalam plastik kedap udara kemudian dikirim ke SGS Forensic Laboratories, San Fransisco, Amerika Serikat, sebuah laboratorium yang membantu penelitian kandungan timbal.
Mengejutkan, hasil uji laboratorium menyebutkan, 39% sampel cat mengandung senyawa timbal di atas 10.000 ppm, jauh melebihi angka 600 ppm yang ditetapkan standar nasional Indonesia (SNI).
Sedang 29% mengandung timbal antara 600 ppm–10.000 ppm, 5% mengandung timbal antara 90 ppm– 600 ppm dan hanya 27% yang mengandung timbal di bawah 90 ppm, seperti angka standarisasi yang ditetapkan WHO.
Yuyun bilang, dari konsentrasi warna, ternyata warna cat paling berbahaya adalah oranye mengandung timbal lebiih 10.000 ppm (91%), hijau (57%), kuning (55%) dan merah (18%).
“Cat warna cerah dengan kandungan timbal tinggi digunakan secara luas pada fasilitas anak-anak dan ruang publik. Warna cerah memang bagus merangsang otak anak. Tetapi jika cat yang digunakan mengandung timbal tinggi, dampaknya juga sangat buruk bagi kesehatan otak anak,” kata Yuyun.
Dia berharap, produsen cat tidak hanya mengejar keuntungan, juga mengedepankan penyelamatan generasi muda.
Ironisnya, Indonesia belum memiliki aturan mengikat secara hukum melarang penggunaan timbal dalam produksi cat. Untuk sementara, standarisasi di Indonesia menetapkan batas maksimum 600 ppm untuk cat dekoratif berbasis pelarut organik, itu tercantum dalam regulasi SNI.
“Kita berharap, perusahaan cat yang kini masih memproduksi cat berbasis timbal melakukan reformasi dengan produk cat berbasis air yang jauh lebih ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan, terutama anak-anak,” katanya.
Andika Pratama, dokter spesialis paru Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Universitas Sumatera Utara (USU), mengatakan, timbal merupakan unsur logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Timbal dapat masuk ke tubuh melalui udara, air dan makanan.
Bahaya timbal dapat menyebabkan gangguan sistem saraf yang memicu penurunan respon saraf, depresi hingga kehilangan nafsu makan. Timbal juga dapat menurunkan IQ anak secara berkesinambungan.
Timbal, katanya, juga dapat menyebabkan gangguan sistemik, seperti kelainan gastrointestinal sakit perut, konstipasi, anoreksia, hingga berat badan turun drastis serta dapat meningkatkan tekanan darah.
Selain itu, timbal juga menyebabkan gangguan pada tulang, karena dapat menggantikan funsi kalsium.
“Jika timbal masuk tubuh melalui udara, misal, dapat mengganggu fungsi paru-paru. Ini sangat berbahaya bagi kesehatan,” katanya.
Timbal dapat masuk dalam tubuh dengan dua kategori. Pertama, terhidup dan masuk dalam jumlah banyak di satu waktu. Gejala klinis akan timbul meyerupai demam (meriang), sesak napas dan dapat menyebabkan gagal pernapasan.
“Akibatnya bisa fatal. Jika, kondisi seperti itu harus mendapat pertolongan medis secara cepat.”
Apabila, timbal masuk ke tubuh dalam jumlah sedikit namun dalam rentang waktu panjang, akan menyebabkan asma dan paru kronis.
“Klinisnya, batuk bertahun, tarikan napas berat dan terdengar suara saat bernapas dan daya tahan tubuh menurun drastis.”
Pada anak, timbal dapat mengganggu produksi darah merah dan menyebabkan gangguan pertumbuhan otak dan daya pikir.
“Gejala ini kadang luput dari perhatian orangtua, karena dampak timbal tidak seperti penyakit lain yang dapat terlihat dari penderita secara kasat mata. Disinilah orangtua layak mengetahui gejala yang dialami anak,” kata Andika.
Bikin aturan larangan
Fajri Fadillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lngkungan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) mengatakan, berdasarkan data United Nations Environment Programme (UNEP), beban biaya negara-negara Asia akibat penurunan IQ dampak dari terpapar cat mengandung timbal mencapai US$699,9 miliar pertahun.
Amerika Serikat, katanya, sudah lama berupaya menghapuskan timbal dari rumah. Biaya menghapus cat dari rumah-rumah di Amerika Serikat itu mencapai US$1,3-11 miliar pertahun. “Ini beban biaya yang tidak sedikit.”
Fajri bilang, alur bisnis timbal impor mulai dari penyedia bahan baku timbal di luar negeri, dikirim penbuat pigmen, lalu kepada distributor pigmen baru sampai ke tangan produsen.
Indonesia, katanya, layak memiliki Peraturan Pelarangan Perdagangan Cat Mengandung Timbal karena peraturan ini menguntungkan kedua belah pihak, baik kesehatan manusia maupun produsen cat itu sendiri.
Pemerintah, memiliki kewenangan membuat aturan penggunaan timbal atas pertimbangan banyak hal antara lain melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan hidup.
Pemerintah juga memiliki kewenangan menetapkan sanksi administrasi kepada pihak yang melanggar aturan terkait batasan kandungan timbal.
Fajri mendesak, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Bidang Perdagangan Produk Mengandung Timbal, seperti produsen wajib mencantumkan ketentuan umum. Ini, katanya, mencakup istilah-istilah yang berkaitan dengan cat bertimbal dalam kemasan produk agar masyarakat mendapat informasi jelas.
Markus Winarto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Cat Indonesia (APCI), mengatakan, perusahaan-perusahaan cat masih gunakan timbal atas beberapa pertimbangan antara lain, harga bahan baku pigmen timbal lebih ekonomis dan kualitas mampu bertahan lama.
“Tahan terhadap cuaca. Proses produksi pun lebih gampang. Paling utama, masih ada demand di pasar, begitu.”
APCI, katanya, telah menyusun 27 SNI terkait penggunaan timbal dalam produksi cat dengan batas maksimal 90 ppm. Meski demikian, dari aturan SNI tentang cat dekoratif berbasis pelarut organik terlanjur menetapkan kadar timbal maksimal 600 ppm.
“Ini sudah kita revisi menjadi 90 ppm. Sudah masuk dalam SNI sebagai konsensus. Sekarang dalam masa jajak pendapat. Seharusnya tahun ini juga harus disetujui itu,” kata Markus.
Markus mengaku, tidak semua produk cat memiliki SNI hingga kini. APCI akan melakukan perbaikan bertahap.
Produsen cat di Indonesia lebih 150 perusahaan. Sebagian besar perusahan cat berskala usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dari jumlah itu, hanya 64 telah jadi anggota APCI.
“Jadi, 19 perusahaan cat yang ikut diteliti adalah UMKM dan belum menjadi anggota kami.”
APCI menyerahkan kepada pemerintah untuk mengeluarkan regulasi terkait penggunaan timbal dalam produksi cat. Namun, APCI belum menyetujui kalau peraturan baru melalui SNI. Alasannya, perusahaan cat berskala UMKM akan kesulitan memenuhi sejumlah persyaratan dalam pengurusan sertifikasi SNI.
*****
Foto utama: Cat berisiko mengandung timbang berbahaya banyak dugunakan untuk saranan mainan anak-anak. Foto: Ayat S Karokaro