Mongabay.co.id

Jaga Debit Mata Air, KSP Kopdit Pintu Air Tanam Pohon di Kawasan Hutan Wair Puan

 

Mata air Wair Puan di Desa Ladogahar, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT, merupakan sumber mata air warga di Kecamatan Nita yang mengairi puluhan hektar sawah yang berada di hilirnya.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Wair Puan pun mengandalkan sumber air dari mata air ini. Sejak jaman Belanda, airnya dialirkan untuk keperluan para pastor di Seminari Tinggi Ledalero di Nita.

Dulu debit mata air ini sebesar 30 liter/detik. Kini debitnya hanya tersisa maksimal 15 liter/detik saat musim kemarau. Keprihatinan ini membuat puluhan karyawan KSP Kopdit Pintu Air yang berkantor pusat di desa melaksanakan penanaman pohon.

“Kami memilih merayakan ulang tahun ke-27 KSP Kopdit Pintu Air dengan menanam pohon di sekitar mata ari Wair Puan,” sebut Ketua KSP kopdit Pintu Air, Yakobus Jano saat ditanyai Mongabay Indonesia, awal April 2022.

Jano beralasan tempat dimana Koperasi Kredit Pintu Air berdiri terdapat pusat mata air yang cukup besar yakni Wair Puan (pusat mata air). Selain itu, nama koperasinya mengusung kata Pintu dan Air. Pintu adalah pengaman sebuah bangunan. Tanpa pintu sebuah bangunan tidak akan aman. Sementara air merupakan kebutuhan vital semua makhluk hidup. Tanpa air semua makhluk hidup di bumi akan mati.

Dulunya areal hutan di sekitar sumber mata air Wair Puan sangat lebat. Debit air dari mata air bisa mengairi sawah warga. Namun saat ini hutan menyusut, debit air pun menurun. Saat kemarau panjang, banyak sawah kekurangan air.

baca : NTT Alami Krisis Air Bersih. Apa yang Harus Dilakukan?

 

Penanaman anakan pohon di hutan sekitar kawasan mata air Wair Puan, Desa Ladogahar, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT oleh staf KSP Kopdit Pintu Air. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Jano mengenang, saat dirinya kecil dan tinggal di Rotat yang masuk wilayah Desa Nitakloang, sekeliling kampung dipenuhi hutan. Pohon-pohon besar mengitari kampung. Orang takut masuk ke hutan di sekitar mata air Wair Puan.

Saat ini menurutnya, tidak lagi ada hutan. Banyak pohon yang sudah ditebang. Dampaknya, mata air mengecil dan debit airnya menurun drastis.

Disinggung soal debit air, tatapan Jano menerawang sedih Ia mengatakan, kalau mata air mengecil, bagaimana nasib generasi nanti.

Dia menegaskan, tugas kita menyelamatkan mata air dan menanam kembali tanaman yang berpotensi menyerap air. Ini hal kecil yang dilakukan lembaganya namun dijalankan dengan kasih yang besar.

Pihaknya tidak bergeming dengan apa kata orang tentang kegiatan ini. Meski dianggap kecil di mata masyarakat, namun bagi mereka menjadi hal yang bermartabat apabila bekerja dengan hati.

“Ini sejalan juga dengan filososi nama lembaga kami pintu air. Kalau mata air tidak dijaga maka air di pintu air pun akan kering. Tugas kita menjaga mata air supaya pintu air bisa berfungsi,” ungkapnya.

 

Lestarikan Kearifan Lokal

Konsultan Rotat Mineral, Adriel menyebutkan, mata air Wair Puan berasal dari sumber mata air pegunungan Kimang Buleng. Dia mengaku penanaman pohon urgen dilakukan di sekitar mata air dan hutan di Wair Puan.

Menurut Adriel, ada beberapa mata air di kawasan hutan ini yang dimanfaatkan oleh PDAM, pemerintah desa termasuk oleh KSP Kopdit Pintu Air. Namun debit airnya kecil terutama saat musim kemarau panjang.

“Ada satu mata air ini akan dikelola Koperasi Pintu Air dengan membuat air minum dalam kemasan. Debitnya saat puncak musim kemarau mencapai 2 detik per liter,” ucapnya saat ditemui di mata air Delang, kawasan Wair Puan.

baca juga : Bangun Tujuh Bendungan di NTT, Apakah Bisa Menjawab Krisis Air?

 

Kali yang mengalir saat musim hujan akibat debit air di mata air Wair Puan,Desa Ladogahar, Kabupaten Sikka, NTT mengalami peningkatan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Adriel menyebutkan, dalam aksi penanaman pohon, berhasil ditanam 300 anakan bambu aur (Bambusa vulgaris), pohon Lego (pohon lokal), beringin dan sukun. Jenis pohon ini bisa menyerap atau menampung air supaya bisa meningkatkan debit air.

Terdapat 1.000 lebih anakan bambu aur yang diambil dari pembibitan milik Yayasan Bambu Lestari di Desa Du’u Kecamatan Lela. Sisa anakan bambu yang diambil akan ditanam kembali di sekitar kawasan hutan Wair Puan.

Adriel berharap masyarakat tetap mempertahankan kearifan lokal dan mematuhi larangan menebang pohon di kawasan hutan Wair Puan. Hutan di kawasan penyanggah pun harus terjaga. Harus ada sanksi adat.

“Harus dipelihara kearifan lokal yang ada terkait larangan menebang pohon dan menjaga sumber mata air. Biasanya tradisi orang di sini selalu memberi makan penghuni yang ada di hutan dan mata air. Kalau ada tamu, kita harus meminta izin atau menyapa penghuninya,” ujarnya.

Air dari mata air ini bisa langsung dikonsumsi dan rasanya sangat dingin. Ada kepercayaan di masyarakat sekitar bahwa airnya bisa menyembuhkan penyakit.

Air keluar dari mata air di bawah akar pohon beringin besar tersebut ditampung di sebuah bak kecil. Air dialirkan ke sebuah bak penampung berkapasitas 72 ribu liter untuk diolah jadi air minum kemasan.

Jano mengakui,pihaknya ingin memanfaatkan mata air untuk membuat air kemasan Rotat Mineral. Rotat bukan sekedar nama kampung tapi memiliki makna yang sangat luas.

Ia menjelaskan, Rotat merupakan singkatan dari kata Rombongan Orang Tertindas dan Terpinggirkan. Tapi itu Rotat dahulu. Rotat sekarang menjadi Rahmat Orang Terpinggirkan dan Tertindas.

“Dari kampung kecil ini lahir KSP Kopdit Pintu Air yang menjadi koperasi besar di tingkat nasional,” ucapnya.

baca juga : Ribuan Bibit Bambu ditanam di Bendungan Napun Gete, NTT. Untuk Apa?

 

Mata air yang mengalir dari celah-celah akar pohon beringin di areal kawasan hutan mata air Wair Puan, Desa Ladogahar, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Koreksi Model Pembangunan

Dalam rilis WALHI NTT memperingati Hari Air Sedunia (22/3/2022), Direktur Eksekutif WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi mengatakan NTT selalu dinobatkan menjadi daerah kering.

Cadangan Air Tanah (CAT) semakin berkurang dan air layak konsumsi pun masih menjadi problem mendasar.

Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya pembangunan proyek-proyek skala besar seperti aktivitas  pertambangan, pariwisata berbasis investor dan mono kultur yang berdampak pada kerusakan hutan dan lingkungan hidup.

Dia katakan, hasil riset Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2016, dari 22 kabupaten dan kota di NTT, hanya Kota Kupang dan Kabupaten Malaka yang tidak mengalami kekeringan.

“Kota Kupang masih mengalami krisis akses terhadap air bersih. Kabupaten Manggarai Barat juga mengalami kesuliatan atas akses air bersih,” ungkapnya.

Umbu Wulang memaparkan tahun 2020, sebanyak 70 keluarga di Dusun Seraya, Kelurahan Labuan Bajo mengalami krisis air bersih. Kondisi ini, kontras dengan masifnya pembangunan pariwisata super premium di wilayah ini.

WALHI merekomendasikan agar pemerintah mengoreksi dan menghentikan seluruh model pembangunan yang berdampak pada ketersediaan air dan tidak memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan.

Pemerintah harus mengoreksi seluruh kebijakan pengelolaan dan pemenuhan air bersih bagi warga NTT sesuai amanat konstitusi yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.

“Pemerintah di NTT harus membangun model pemulihan dan perlindungan lingkungan yang adil dan lestari,” tegasnya.

 

Exit mobile version