- Yayasan Bambu Lestari (YBL) bekerjasama dengan Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II) melakukan penanaman 5.000 anakan bambu aur dan 5.000 pohon di areal genangan Bendungan Napun Gete, Sikka, NTT.
- Penanaman bibit bambu dan pohon merupakan program penghijauan YBL dan Kementerian PUPR untuk konservasi tanah dan pemanfaatan ekonomis bambu sekaligus memperingati Hari Air Sedunia yang ke-30 tanggal 22 Maret. Dalam jangka panjang, Bendungan Napun Gete juga bakal dijadikan destinasi ekowisata
- YPL mendapatkan permintaan pengadaan bibit bambu dari berbagai pihak seperti LSM Caritas Maumere dan Paroki Gereja untuk konservasi hutan di NTT. Sehingga YPL menyiapkan 320.000 bibit bambu jenis petung (Dendrocalamus Asper), aur (Bambusa vulgaris) dan peri (Gigantochloa Apus). Dari pengalaman YPL, bambu aur cocok untuk konservasi dan pemeliharaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
- Program penanaman pohon juga dilakukan oleh Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) Larantuka, Flores Timur untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin sering terasa di pulau-pulau kecil, termasuk di NTT. Kekeringan di musim kemarau semakin panjang yang menghadirkan masalah pangan dan air bersih di pulau-pulau kecil itu
Hari itu terlihat berbeda. Puluhan orang berkumpul di aula kantor Bendungan Napun Gete, Desa Ilinmedo, Kecamatan Waiblama, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selain staf Yayasan Bambu Lestari (YBL), dan karyawan di Bendungan Napun Gete, hadir juga siswa SMKN Talibura, mahasiswa dari GMNI Sikka, aparat pemerintah di Kecamatan Waiblama, UPT KPH Sikka dan KBPP Polri.
“Hari ini kami melakukan penanaman bambu dan aneka pohon di Bendungan Napun Gete,” sebut Yuyun Darti Baetal, Koordinator Yayasan Bambu Lestari wilayah Kabupaten Sikka yang ditemui di lokasi, Selasa (22/3/2022)
Kegiatan penanaman bambu itu, katanya, merupakan program penghijauan bekerjasama dengan Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II), sekaligus memperingati Hari Air sedunia ke-30 yang jatuh tanggal 22 Maret.
Yuyun sebutkan, ada 5.000 bibit bambu aur (Bambusa vulgaris) yang ditanam dan baru tertanam sekitar 2.000 bibit. Sebelum tanggal 30 Maret harus sudah diselesaikan penanaman sebanyak 5.000 bibit. Selain bambu, juga ditanam sebanyak 5.000 pohon lainnya.
Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo, saat kegiatan mengatakan, penanaman bambu selain untuk konservasi tanah, juga memiliki manfaat ekonomi. Untuk itu, sangat penting digalakkan penanaman bambu.
Robi sapaannya teringat pesan Presiden Jokowi saat meresmikan Bendungan Napun Gete, setahun silam, pada Selasa, 23 Februari 2021, agar di areal bendungan ditanami bambu dan aneka pohon.
“Waktu Presiden Jokowi meresmikan bendungan ini, beliau meminta saya agar bisa ditanami pohon dan juga bambu di area bendungan ini. Selain menanam bambu, kita juga akan menanam tanaman komoditi seperti kakao, cengkeh, kelapa dan tanaman umur panjang lainnya,” ungkapnya.
baca : Bangun Tujuh Bendungan di NTT, Apakah Bisa Menjawab Krisis Air?
Konservasi dan Ekonomi
Koordinator Pengawasan Bendungan Napung Gete, Sudarsono Abdulah Koli, mengatakan, kegiatan penanaman merupakan program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). BWS NT II memfasilitasi YBL untuk menanam anakan bambu di sisi kiri dan kanan bantaran bendungan yang merupakan area genangan.
Darsono sebutkan, ke depannya kedua sisi area genangan akan dibangun dermaga perahu motor. Bendungan Napun Gete akan menjadi destinasi wisata sehingga dilakukan penanaman pohon untuk konservasi. “Kami menyediakan lahannya dan YBL menyediakan anakannya.,” tuturnya.
Sedangkan Alvinus Lalong Ganggung Ketua GMNI Cabang Sikka menyebutkan, tahun 2021 pihaknya menanam bibit kakao sebanyak 500 pohon, 100 mahoni dan 50 durian di Desa Ilinmedo.
Alvin sapaannya menambahkan, Desa Ilinmedo sebagai lokasi bendungan menjadi desa dampingan GMNI Sikka. Menanam pohon menurutnya penting dilakukan demi menekan pemanasan global.
Lanjutnya, di Sikka tanaman bambu juga mempunyai manfaat ekonomi dan sudah sejak dahulu jadi bahan baku pembuatan rumah dan perabot rumah tangga.
“Kami sebelumnya sudah bekerjasama dengan pemerintah desa melakukan penanaman pohon. Kami terlibat dalam kegiatan penanaman di bendungan ini, juga sekaligus memeriahkan Dies Natalis GMNI,” tuturnya.
baca juga : Siapa Bilang Tanaman Bambu Tidak Bermanfaat?
Bambu yang ditanam di Bendungan Napun Gete merupakan jenis bambu aur. Untuk Kabupaten Sikka, Yayasan Bambu Lestari baru melakukan penanaman bambu sebanyak 12 ribu pohon.
Yuyun menyebutkan, pihaknya melakukan proses pembibitan sebanyak 320 ribu bibit bambu, dimana 280 ribu diantaranya merupakan jenis bambu aur (Bambusa vulgaris), dan sisanya bambu jenis petung (Dendrocalamus asper), dan peri (Gigantochloa apus).
“Kalau tujuan konservasi dan pemeliharaan daerah aliran sungai (DAS) maka lebih tepatnya ditanam bambu aur. Sementara bamboo petung dan peri bisa ditanam di lokasi milik pribadi asal ada air dan lebih kepada manfaat ekonominya,” ucapnya.
Yuyun sebutkan, YBL mendapatkan permintaan pengadaan 6.000 bibit bambu dari dari LSM Caritas Maumere untuk ditanam di DAS Reroroja, Magepanda. Juga ada permintaan bibit dari Paroki Gereja Habi dan beberapa paroki di Sikka serta UPT KPH Sikka untuk ditanam di kawasan hutan.
Ia menjelaskan, bambu untuk jenis aur bisa ditanam langsung, sementara bambu peri dan petung harus dibibitkan dan dibesarkan dulu di lahan kepompong selama 1-3 tahun sebelum ditanam di lahan permanen.
Untuk Kabupaten Sikka, wilayah penanaman ada di Desa Umauta, Manubura dan Du’u yang menjadi desa utama untuk penanaman. Dalam perjalanannya, ada penambahan desa back up yakni Desa Lela, Watumerak dan Nirangkliung karena banyaknya target penanaman.
“Kami saat ini sedang menunggu dana penanaman dari DLH NTT dan pembibitan dari dinas PMD NTT. Kalau dananya sudah cair maka setiap instansi dan mitra yang mau melakukan penanaman akan kami dukung,” ucapnya.
baca juga : Pande Ketut Diah Kencana, Peneliti Bambu Tabah untuk Konservasi dan Olahan Pangan
Melakukan Kajian
Direktur Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) Larantuka, Flores Timur, Melky Koli Baran kepada Mongabay Indonesia, Selasa (22/3/2022) mengatakan, kurang lebih dua tahun terakhir pihaknya mengangkat isu pemanasan global dan perubahan iklim.
Melky katakan, isu ini dihubungkan dengan visi organisasi untuk mewujudkan Flores dan pulau-pulau kecil sekitarnya sebagai eco-communities yang adaptif dan transformatif.
Menurutnya, dampak perubahan iklim semakin sering terasa di pulau-pulau kecil. Kekeringan di musim kemarau semakin panjang yang menghadirkan masalah pangan dan air bersih di pulau-pulau kecil.
“Debit air menurun. Di musim hujan sering terjadi bencana hidrometeorologi seperti badai, banjir dan longsor. Di desa kami ajak pemerintah desa dan masyarakat melakukan kajian kapasitas dan kerentanan terhadap ancaman perubahan iklim,” terangnya.
Hasil kajian kemudian menjadi bahan bagi masyarakat menentukan aksi perbaikan atau meningkatkan kapasitas dan mengurangi kerentanan.
YPPS melakukan kajian di salah desa yaitu Desa Kima Kamak, Kecamatan Adonara Barat, Flores Timur. Kerentanan yang diidentifikasi makin gersangnya lahan karena berbagai aktifitas manusia seperti penebangan pohon dan berladang yang menyebabkan debit air menurun dan dipicu juga oleh kemarau panjang. Kerentanan itu diperparah dengan makin terasanya dampak perubahan iklim.
Kemudian kegiatan yang dipilih masyarakat adalah meningkatkan kapasitas masyarakat dan juga alam lingkungan atau hutan di sekitar mata air dengan melakukan penanaman pohon.
“Kegiatannya melibatkan masyarakat desa, pemerintah desa dan relawan. Jenis tanaman yang ditanami terbanyak adalah tanaman lokal,” ucapnya.
Lanjut Melky, di level kabupaten pihaknya mengadvokasi pemerintah daerah dan para pihak untuk mendorong isu perubahan iklim dan bencana ke dalam pembangunan. Untuk advokasi YPPS memiliki program Voice for Inclusiveness Climate Resulience Action (VICRA).
Program kolaborasi LSM di 8 kabupaten di Indonesia dalam bentuk konsorsium yang dipimpin oleh PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) Jakarta. Program ini akan berlangsung hingga tahun 2024.
Di Flores Timur, ucapnya, saat ini Pemda baru selesai menyusun Rencana Pembangunan Daerah (RPD) periode 2023-2026. Dalam RPD ini YPPS mendorong isu penanggulangan bencana dan perubahan iklim sebagai salah satu isu pembangunan di periode ini.
“Isu ini saya usulkan saat Pemda Flotim menggelar konsultasi publik penyusunan RPD. Saya sudah mendapat respon lisan dari BP4D bahwa usulan itu diakomodir. Dalam waktu dekat dokumen itu bisa kami terima,” pungkasnya.