Mongabay.co.id

Teknologi Memungkinkan Manusia Berkomunikasi Dengan Paus Sperma

 

Konsorsium ilmuwan internasional tengah meluncurkan proyek ambisius menerjemahkan bahasa paus menggunakan teknologi buatan atau artificial intelligence (Al). Lewat alat canggih itu, konon manusia mampu berkomunikasi dengan paus di masa depan.

Berlatarbelakang lintas disiplin keilmuan dari Harvard University, Massachusetts Institute of Technology, Imperial College London, City University of New York, University of Haifa, UC Berkeley, dan Institute for Scientific Interchange, mereka merancang program Cetacean Translation Initiative (CETI). Sebuah peta jalan proyek penerjemahan bahasa paus menggunakan Neuro-linguistic Programming (NLP) atau pemrosesan bahasa alami.

Pilihan obyek mereka adalah Paus Sperma atau Paus Kotak (physeter macrocephalus). Alasannya, mamalia laut merupakan hewan paling bersuara keras seantero Bumi. Sekali berkomunikasi, paus sperma bisa menghasilkan bunyi mencapai 230 desibel atau setara 3-4 kali lipat dari bising mesin pesawat di bandara internasional yang sibuk.

Tahun 2017, ada ilmuwan Inggris yang mencatat serangkaian suara “klik” atau “coda” paus sperma mirip dengan kode morse, atau suara jaringan elektronik rusak. Dari situlah emberio ide tentang memecahkan suara paus bermula.

Akan tetapi, menguraikan bahasa paus memang sulit. Apalagi model bahasa AI yang paling terkenal terdapat dalam GPT-3, kecerdasan buatan menakjubkan saat ini, memiliki basis data hampir 175 miliar kata yang dapat membantu manusia menciptakan aplikasi tanpa perlu memahami bahasa pemrograman, belum tentu mampu mengenal bahasa paus.

Oleh karena itu, dikembangkanlah database CETI yang bisa menampung 4 miliar “coda” paus sperma. Tujuannya, memudahkan kodifikasikan suara.

baca : Hiu Paus, Raksasa Pengembara Samudera dan Ancaman Keberadaannya di Indonesia

 

Proyek CETI untuk menerjemahkan bahasa Paus. Sumber : Project CETI

 

Salah satu anggota proyek CETI, Nestor kepada interesting engineering bilang bahwa bahasa paus memang istimewa sehingga menarik untuk dipecahkan. Mereka juga punya keinginan mengungkap perilaku paus yang diprediksi lebih mirip dengan kecerdasan manusia daripada makhluk lain.

Alhasi, NLP menjadi andalan sekaligus tumpuan para ilmuwan. Tekonologi itu berperan dalam mengolah interaksi maupun suara yang dihasilkan paus ke dalam Al. Sebagai infromasi, NLP sering dimanfaatkan untuk mengolah interaksi atau komunikasi antara komputer dan manusia.

Dalam risetnya, setelah menghimpun 4 miliar data klik, atau “coda”. NLP kemudian akan mengembangkan sistem yang analog dengan model bahasa manusia untuk menghasilkan ucapan paus yang benar secara tata bahasa. Kemudian diunggah ke chatbot.

Sejauh ini NPL sudah dikembangkan ke tahap lebih baik. Satu NPL mampu menampung hingga tiga hidrofon (alat untuk mendengarkan suara di dalam air) dengan frekuensi hingga 96 kilohertz. Makin banyak penangkap suara diharapkan dapat memberikan konteks tentang arah komunikasi antara paus yang sedang berbicara dengan sesama paus lainnya.

Selama 5 tahun kedepan, seperti dikutip seas.harvard.edu, penelitian ini memproyeksikan jika CETI akan menyebarkan puluhan perangkat. Perangkat itu nantinya dipakai menafsirkan suara mereka, dan kemudian mencoba untuk berkomunikasi kembali.

baca juga : Manfaatkan Hiu Paus Sebagai Daya Tarik Wisata, Daerah Harus ada Rencana Aksi

 

Perangkat yang akan ditempelkan ke paus. Foto : Daniel Vogt/Harvard SEAS

 

Namun, ada pekerjaan rumah cukup berat. Tim peneliti interdisipliner itu perlu mengembangkan teknologi robot untuk mengontekstualisasikan suara paus. Menyusun hidrofon untuk mempelajari populasi paus dan membangun data besar untuk memeriksa data yang direkam demi memecahkan kode.

Di samping itu, ilmuwan dan ahli bahasa masih belum mengetahui apakah hewan memiliki bahasa atau tidak. Ucapan hewan dapat disebut bahasa hanya jika mereka memiliki semantik (vokalisasi yang memiliki makna tetap), tata bahasa (cara yang tetap untuk menyusun suara), dan bukan hanya suara bawaan.

 

Karakteristik paus

Paus Sperma merupakan mamalia laut paling raksasa di lautan. Paus ini dinamakan paus sperma karena terdapat cairan putih susu berasal dari zat lilin yang ditemukan di rongga kepala. Paus yang masuk dalam ordo odontocetes, selain memiliki gigi besar. Mereka juga punya otak yang besar.

Dari bentuk anatomi, ukuran tubuh paus sperma jantan bisa mencapai 18 meter. Sementara betina bisa sepanjang 12 meter. Bobot mereka berkisar antara 20-57 ton. Dengan ukuran yang besar itu, mereka cenderung menyukai perairan tropis dan hangat daripada perairan kutub yang dingin. Mereka berkomunikasi melalui sistem yang kompleks dan hidup secara berkelompok.

baca juga : Susah Payah Selamatkan Paus Terdampar di Fak-Fak, Bagaimana Nasibnya?

 

uji coba prototipe perangkat teknologi penerjemah bahasa paus. Foto : Daniel Vogt/Harvard SEAS

 

Sejak tercetus ide menafsirkan bahasa paus, para peneliti sudah memikirkan perangkat yang bisa menangkap suara dari dekat. Hingga mereka menciptakan prototipe berbentuk cangkir yang terinspirasi dari daya hisap gurita dan cumi-cumi.

Hasil dari pengujian alat tersebut harus mampu menahan arus dengan kecepatan hingga 30 mil per jam di kedalaman hingga 6.561 kaki dan suhu serendah beberapa derajat Fahrenheit. Sebab, Paus biasanya menyelam ke perairan yang dalam dan berkomunikasi dalam jarak yang jauh.

Beruntung, pengujian dilakukan di laboratorium, dengan hasil cukup menjanjikan. Namun, kendala besarnya adalah membawa perangkat itu ke paus.

Staf insinyur elektromekanis di Microrobotics Labs, Daniel Vogt menjelaskan, saat ini perangkat dapat menyimpan data selama sekitar tiga hari. Mereka sedang mengembangkan agar memungkinkan perangkat otomatis melayang ke permukaan untuk dikumpulkan setelah baterainya habis.

“Tim berencana untuk memperluas penyimpanan dan masa pakai baterai sehingga perangkat dapat merekam dan menyimpan informasi tambahan, termasuk biometrik dan informasi lingkungan seperti suhu laut,” jelasnya.

Jika proyek ini berhasil, akan menjadi pertama kalinya manusia memahami bahasa spesies lain. Manusia juga dapat membangun sistem untuk berkomunikasi dengan paus.

“Dengan kemajuan teknologi, dan kecanggihan alat linguistik, kami menyadari bahwa jika kami mengumpulkan cukup data tentang mereka, konteks di mana nyanyian paus bisa dipahami berikut perilakunya. Kami kemudian dapat mengembangkan algoritma yang akan menentukan apakah mereka memiliki bahasa yang otentik,” jelas Dan Tchernov dari Leon H. Charney School of Marine Sciences, Universitas Haifa dilansir dari dailymail.

 

Induk paus sperma dan anakan. Sumber: Wikimedia commons/Gabriel Barathieu/CC BY-SA 2.0

 

Sumber : discovermagazine.com, dailymail.co.uk,interestingengineering.com seas.harvard.edu, dan youtube.com

 

 

Exit mobile version