Mongabay.co.id

IPB: Pencemaran Teluk Bima Akibat Fitoplankton

 

Tim dari Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL), Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University merespon kasus pencemaran di Teluk Bima, Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian sementara membuktikan pencemaran itu terjadi akibat kelimpahan fitoplankton yang sangat tinggi dari kelas Bacillariophyceae (Diatom). Fitoplankton tersebut diduga mengarah pada genus Navicula atau Mastogloia dengan estimasi kelimpahan berkisar 10 – 100 milyar sel per liter.

“Hasil penelitian cepat pada Jumat (29/4) ini akibat bahan organik,’’ kata ketua tim IPB University Prof Hefni Effendi saat dihubungi Mongabay Indonesia, Minggu (1/5).

Tim IPB University beranggotakan Mursalin Aan (Ahli Kualitas Air), Reza Zulmi (dosen IPB University dari Departemen MSP) dan Luluk DW Handayani (peniliti PPLH IPB University). Dalam pengambilan sampel yang dilakukan pada Jumat, 29 April 2022, Prof Hefni dan tim berkoordinasi dengan Maulana Ishak, alumnus IPB University dari Departemen MSP FPIK yang berdomisili di Bima. Maulana juga merupakan Ketua Yayasan Kabua Dana Rasa (LSM Lingkungan). Prof Hefni bersama tim juga berkoordinasi dengan Dr Paryono (Universitas Mataram/Unram). Tim Unram juga melakukan pengambilan contoh lapisan coklat dan contoh air.

“Hari Jumat itu kami sudah siap naik pesawat terbang ke Bima, tapi tidak dapat tiket pesawat. Jadi tim di lapangan kami bimbing dari sini,’’ kata guru besar bidang kualitas air ini.

Sampel yang diambil adalah bagian permukaan air, mengambil lapisan berwarna coklat yang menutupi perairan Teluk Bima. Dalam pengambil sampel itu, tim di lapangan tidak mencampur dengan air. Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium, melihat di bawah mikroskop. Penilaian di laboratorium dilakukan berulang kali untuk memastikan hasilnya.

“Dari beberapa kali pemeriksaan, ini mikro alga. Tapi belum kami pastikan jenisnya. Pengambilan sampel akan dilakukan untuk memastikan jenisnya,’’ katanya.

baca : Teluk Bima Diduga Tercemar “Sea-Sout”

 

Jelly berwarna coklat yang menutupi Teluk Bima, NTB masih terjadi hingga saat ini. Hasil penelitian cepat dari tim IPB University, kelimpahan fitoplankton yang sangat tinggi dari kelas Bacillariophyceae (Diatom) menjadi penyebabnya. Jelly yang berwarna kecoklatan itu adalah fitoplankton yang mati dan mengapung. Foto : DKP NTB

 

Dengan mengacu pada baku mutu air laut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, ambang batas kelimpahan fitoplankton bagi wisata bahari dan biota laut adalah 1.000 sel per mililiter. Dengan kata lain, kelimpahan fitoplankton yang melebihi ambang batas tersebut dianggap tidak baik bagi wisata bahari dan biota laut. Tidak hanya itu, apabila dibandingkan dengan fenomena blooming lainnya, kelimpahan plankton jenis diatoms ini memiliki nilai yang sangat tinggi. Penelitian Damar et al. (2021) di Teluk Jakarta hanya melaporkan hitungan puluhan juta sel per liter.

“Kejadian seperti ini sering di Kepulauan Seribu, tapi karena di Teluk Bima kelimpahannya tinggi akhirnya membuat resah,’’ katanya.

Konsentrasi unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan silikat yang berlebih, dapat memicu pertumbuhan pesat fitoplankton di kolom air. Pertumbuhan logaritmik yang pesat fitoplankton di kolom air bisa berlangsung 3-5 hari. Setelah itu, fitoplankton akan mengalami fase stationary (pertumbuhan normal) dan fase death (mati alami).

Prof Hefni menjelaskan, ketika fitoplankton yang kelimpahannya sangat tinggi ini mati, maka akan mengapung di permukaan laut membentuk lapisan coklat serupa jelly.  Ia menyebut, ketika masih mengalami masa pertumbuhan, fitoplankton (mikro algae) hidup melayang di kolom air, terombang ambing oleh gelombang dan arus.

“Mengingat perairan teluk, maka blooming Bacillariophyceae ini mudah terkonsentrasi menjadi lebih pekat, karena topografi teluk yang semi tertutup, sehingga flushing air berlangsung lambat dan kondisi ini menyokong terjadinya akumulasi biomassa Bacillariophyceae,” kata Prof Hefni.

Jika tidak ada tumbuh baru, dalam seminggu atau dua minggu ke depan, jelly berwarna coklat itu akan hilang. Selain itu, Prof Hefni menegaskan, karena tumbuhan renik ini membutuhkan unsur hara, dan pada saat bersamaan di laut berlimpah unsur yang dibutuhkan, kejadian ini akan terjadi. Unsur pengkayaan di dalam perairan Teluk Bima yang memicu pertumbuhan ini adalah fosfor.

“Kalau penyebab langsung belum bisa dipastikan,’’ katanya.

baca juga : Pemerintah Didesak Tuntaskan Kasus Pencemaran Batubara di Perairan Masalembu

 

Ikan-ikan berukuran kecil mati di Teluk Bima. Kematian ikan ini akibat kekurangan oksigen, bukan racun. Tampak ikan ini bercampur dengan sampah yang menutupi Teluk Bima. Foto : DKP NTB

 

Bagaimana dengan dampak di lapangan,banyak laporan ikan-ikan mati ?

Dosen IPB University itu memaparkan, mengingat sangat melimpahnya populasi fitoplankton maka kelangkaan oksigen di kolom air kemungkinan bisa terjadi oleh beberapa hal. Di antaranya yaitu terhambatnya difusi oksigen dari udara ke kolom air akibat tertutup oleh lapisan serupa jelly, penggunaan oksigen yang sangat banyak untuk proses dekomposisi fitoplankton yang mati. Oleh karena itu, ikan dan biota laut dapat mengalami kematian karena kekurangan pasokan oksigen.

“Bukan karena racun. Jenis ini tidak menghasilkan racun. Ikan-ikan yang mati itu karena kekurangan oksigen,’’ katanya.

Terkait adanya laporan warga yang keracunan setelah memakan ikan, perlu penelitian sumber ikan itu. Karena fitoplankton yang menyebabkan perairan Teluk Bima menjadi coklat itu tidak mengeluarkan racun. Tapi Prof Hefni meminta masyarakat agar tetap hati-hati mengkonsumi ikan. Terutama ikan yang sudah mati.

“Kalau ikannya masih hidup tidak ada masalah,’’ katanya.

 

Merugikan Masyarakat dan Nelayan

Di tempat terpisah WALHI Bali, NTB, NTT, Maluku, dan Papua memperingati hari bumi. Dalam peringatan yang dilakukan secara online itu, diangkat juga isu pencemaran di Teluk Bima. Direktur Eksekutif WALHI NTB Amri Nuryadin bilang, masyarakat dan nelayan Bima mengalami kerugian akibat peristiwa ini. Pantai di sepanjang Teluk Bima ini menjadi daerah wisata. Masyarakat sekitar memanfaatkan untuk membuka usaha dan liburan. Akibat pencemaran ini, aktivitas pariwisata terhenti.

Begitu juga dengan nelayan. Mereka tidak berani melaut karena khawatir ikan yang ditangkap terpapar pencemaran ini. Apalagi dilaporkan beberapa warga keracunan setelah mengkonsumsi ikan.

“Pemerintah harus memberikan penjelasan ke masyarakat. Termasuk juga menelusuri sumber utama pencemaran,’’ katanya.

baca juga : Kapal Isap Produksi di Perairan Matras Merusak Laut dan Terumbu Karang?

 

Pantai Amahami di Teluk Bima biasanya ramai aktivitas masyarakat yang liburan. Sejak kejadian pencemaran masyarakat dilarang untuk aktivitas wisata di perairan. Begitu juga nelayan tidak bisa melaut. Foto : DKP NTB

 

WALHI NTB sudah menurunkan tim memantau di lapangan. Hingga Minggu (1/5), jelly berwarna coklat itu masih menutupi perairan Teluk Bima. Amri sudah membaca beberapa laporan dari media tentang dugaan sumber pencemaran itu. Termasuk juga hasil penelitian dari IPB University. Disebutkan jika pencemaran itu berasal dari bahan organik. Tapi belum menjawab secara tuntas sumber utama pencemaran yang memicu.

Dugaan WALHI NTB bahwa pencemaran tersebut kemungkinan dipicu aktivitas kegiatan usaha Pertamina, karena di sekitarnya memang terdapat tangker penampungan minyak milik Pertamina yang juga memiliki pipa yang tertanam di dalam laut. Pihak Pertamina belum memberikan klarifikasi atau tanggapan apapun.

“Demikian juga dengan pemerintah setempat, belum melakukan tindakan pencegahan ataupun pemulihan selain uji lab sampel busa dan air yang diambil dari wilayah yang tercemar,” tambahnya.

Di tempat yang berbeda, Direktur Eksekutif WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu
Paranggi mengecam peristiwa pencemaran laut di Teluk Bima. Peristiwa ini
akan berdampak negatif bagi ruang kelola nelayan dan rusaknya daya dukung laut.

“WALHI NTT menyatakan solidaritas bagi para nelayan dan masyarakat setempat
yang terkena dampak. Selain itu, meminta Pemda NTB untuk meminimalisir dan
menghentikan luasan pencemaran karena berpotensi juga mencemari laut di NTT,”
ungkap Umbu.

 

Zat yang seperti gel berwana coklat menutupi sebagian besar perairan Pantai Amahami, Teluk Bima. Tidak berbau menyengat dan tidak lengket seperti minyak. Foto : BPSPL Denpasar

 

Umbu mengingatkan bahwa peristiwa pencemaran dan pengrusakan kawasan
pesisir dan laut juga terjadi di NTT. Beberapa di antaranya, kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor. Kasus pencemaran oleh PLTU Bolok di Kupang serta
pencemaran oleh PLTU Ropa di Ende.

“Ini sudah sangat menyusahkan dan berdampak negatif ribuan masyarakat khususnya para nelayan dan daya dukung alam,” tegasnya.

Umbu menambahkan praktek pencemaran pesisir dan laut di NTB dan NTT berpotensi makin menggila kedepannya. Dua provinsi ini menjadi primadona pariwisata. Banyak pemodal masuk, investasi pariwisata dalam skala besar. Aktivitas pariwisata itu dilakukan di pesisir dan pulau-pulau kecil. Begitu juga dengan aktivitas tambang di daerah pesisir.

 

Exit mobile version