Mongabay.co.id

Melepas Tukik, Menjaga Masa Depan Ekosistem Bumi

 

 

Perburuan telur penyu masih terjadi di Aceh, dikarenakan harga jualnya yang tergolong tinggi. Jika hal ini terus terjadi, dipastikan populasi penyu terancam dan tentunya berdampak pada terganggunya ekosistem alam.

Zulfitri, warga Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, resah dengan kondisi tersebut. Bersama Komunitas Blang Tambah dan masyarakat setempat, dia melepaskan sebanyak 100 tukik atau anak penyu belimbing di wilayah pantai Lhoknga.

Zulfitri sebelumnya membeli sejumlah telur penyu dari masyarakat yang memang mencari di sarangnya. Selanjutnya, telur tersebut dijaganya hingga menetas.

“Ketimbang telur tersebut dijual untuk dikonsumsi, lebih baik kami yang beli untuk ditetaskan dan dilepaskan ke laut. Terlebih, panta Lhoknga merupakan lokasi favorit penyu bertelur,” ujarnya baru-baru ini.

Saat pelepasan tukik, Zulfitri memang sengaja mengajak wisatawan dan masyarakat lokal. “Tujuannya, memberikan pemahaman pentingnya penyu bagi ekosistem laut,” terangnya.

Baca: Bangkaru, Satu-satunya Pulau Konservasi Penyu di Aceh

 

Tukik-tukik ini siap dilepaskan ke laut. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Menangkar telur penyu, khususnya penyu belimbing, dilakukan Zulfitri setiap tahun.

“Tahun 2021, kami menangkar sekitar 1.500 telur. Semua kami lepaskan ke laut menjelang malam, untuk menghindari predator.”

Lelaki ini mengaku aktif menangkarkan penyu sejak 2019. Jika dihitung hingga sekarang, jumlah telur penyu yang ditangkar mencapai 3.500 butir. Namun, yang menetas dan bisa dilepaskan ke laut sebanyak 2.500 individu.

“Saya berharap akan banyak penyu yang bertelur di pantai Lhoknga. Mereka terbebas dari perburua sehingga penetasannya tidak perlu lagi dibantu,” paparnya.

Amran, masyarakat Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh mengatakan, di pantai Lhoknga, umumnya penyu naik ke bibir pantai untuk bertelur. Terutama pada Desember hingga April, atau saat angin bertiup dari timur ke barat.

“Kalau sudah musim bertelur, sejumlah warga akan menelusuri pantai malam hari untuk mencari telur. Ada yang berjalan kaki, bahkan menggunakan sepeda motor,” ungkapnya.

Baca: Perburuan Telur Mengancam Kelestarian Penyu di Aceh

 

Perburuan telur penyu masih terjadi di Aceh, kondisi ini menyebabkan terganggunya populasi penyu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Indonesia merupakan rumah enam jenis penyu dari tujuh spesies yang ada di dunia. Jenis tersebut adalah penyu sisik [Eretmochels imbricata], penyu hijau [Shelonia mydas], penyu lekang [Lepidochelys olivacea], penyu pipih [Natator depressus], penyu tempayan [Caretta caretta], dan penyu belimbing [Dermochelys coriacea].

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi menetapkan penyu sisik, penyu hijau, penyu lekang, penyu tempayan dan penyu pipih sebagai jenis dilindungi.

Baca: Pelestarian Penyu di Aceh Masih Hadapi Masalah Pencurian Telur

 

Menjaga telur penyu dari perburuan dan melepaskan tukik ke laut adalah tugas kita bersama. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pemahaman keliru

Perburuan telur penyu masih terjadi dikarenakan ada anggapan di masyarakat bahwa kandungan proteinnya yang tinggi dapat meningkatkan vitalitas. Padahal pemahaman itu keliru.

Mengutip penjelasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, kandungan kalori, protein, dan karbohidrat telur penyu tidak lebih banyak dari telur ayam dan telur bebek.

“Yang membedakan adalah kandungan kolesterol satu butir telur penyu sama dengan 20 butir telur ayam.”

Baca: Hati-hati! Konsumsi Penyu Berbahaya, Berikut Ini Penjelasannya…

 

Pelepasan tukik diharapkan menambah populasi penyu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

KKP menjelaskan, telur penyu mengandung senyawa beracun yang disebut polychlorinated biphenyl [PCB], senyawa organoklorine yang biasa digunakan dalam industri dengan sifat tidak mudah larut di air. Namun, larut di minyak atau lemak.

Jika senyawa ini masuk ke tubuh, tidak akan mudah dikeluarkan dan tertahan. Berikutnya, terakumulasi secara biologis di jaringan lemak dan akan diturunkan kepada anak-anak.

“Senyawa ini dapat menyebabkan kanker, mengganggu sistem kekebalan tubuh, sistem saraf dan menyebabkan penebalan kulit,” jelas tulisan itu.

Dalam tubuh penyu juga terdapat bakteri, parasit, serta senyawa logam berat seperti merkuri dan organoklorin yang berbahaya bila masuk ke tubuh manusia. Kandungan zat berbahaya di dalam tubuh penyu tersebut disebabkan beberapa hal. Misalnya, penyu berenang di laut yang semakin tercemar sehingga mudah terpapar zat pencemar.

“Penyu yang berada di tingkat atas rantai makanan menyebabkan zat pencemar yang terkandung dalam makanan terakumulasi dalam tubuhnya.”

Baca juga: Benarkah Daging Penyu Berkhasiat untuk Kesehatan Manusia? Ini Jawabannya…

 

Pantai Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, merupakan lokasi penyu belimbing bertelur. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Mengutip alodokter, ditinjau dari segi kesehatan, lingkungan, ekosistem, dan hukum, mengkonsumsi telur penyu sangat dilarang, baik itu anak-anak, orang dewasa, laki-laki, perempuan yang hamil dan menyusui maupun tidak.

“Informasi mengenai telur penyu memiliki nutrisi tinggi, meningkatkan vitalitas, dan memiliki  manfaat lainnya tidaklah benar. Ini sudah dibuktikan melalui penelitian,” ungkap Amadeo Drian Basfiansa.

Amadeo memaparkan, dari segi ekosistem dan lingkungan, penyu merupakan hewan yang kemampuan berkembang biaknya cukup lamban. Mereka bertelur ketika sudah mencapai usia 30 tahun dan akan bertelur lagi tiap 2-8 tahun sekali, tergantung dari jenis penyu.

“Jangan konsumsi telur penyu terlepas apapun motivasinya. Ada segudang nutrisi lain yang secara kesehatan lebih aman, selain tentunya menunjukkan kepedulian kita pada lingkungan,” tegasnya.

 

Exit mobile version