Mongabay.co.id

Program ACTIVE: Memberdayakan Petani Kakao sekaligus Upaya Adaptasi Perubahan Iklim

 

Sebagai salah bagian dari upaya menghadapi perubahan iklim sekaligus untuk meningkatkan penghidupan petani kakao, PT Mars Symbioscience Indonesia, sebuah perusahaan yang bergerak di sektor kakao meluncurkan program yang disebut Advancing Cocoa Agroforestry Towards Income, Value, and Environmental Sustainability (ACTIVE), bertepatan dengan peringatan Hari Bumi, 22 April 2022.

Dalam program yang akan dilaksanakan selama empat tahun (2022-2026) ini Mars bekerja sama dengan beberapa organisasi terkemuka, United States Agency for International Development (USAID) dan Institute for Development Impact (I4DI), dalam upaya komprehensif yang dirancang untuk mengatasi hambatan yang umumnya dihadapi oleh petani kakao untuk mencapai pendapatan hidup layak.

“Mars, USAID, dan I4DI merancang program ACTIVE dengan tujuan memberi petani akses ke teknologi tepat guna, infrastruktur pasar, dan pembiayaan yang lebih baik,” ungkap Fay Fay Choo, Mars Asia Cocoa Director.

Program yang dilaksanakan secara kolaboratif ini juga bertujuan untuk mempromosikan praktik agroforestri kakao sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sekaligus meningkatkan mata pencaharian petani.

baca : Mengenal Cocoa Doctor, Petani Kakao Penggerak di Sulawesi

 

Praktik agroforestri kakao, melalui penanaman tanaman pengganti berupa tanaman keras dan semusim, sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sekaligus meningkatkan mata pencaharian petani. Foto: Mars

 

Menurut Choo, program ACTIVE ini dirancang berdasarkan bukti yang dikumpulkan oleh Mars dan I4DI selama periode enam tahun, yang diharapkan dapat membekali petani dan keluarga mereka dengan model bisnis alternatif dan melaksanakan praktik yang menjanjikan untuk meningkatkan ketahanan terhadap iklim dan pendapatan rumah tangga.

“Melalui kemitraan dengan USAID dan I4DI, kami akan menguji dan mengidentifikasi pendekatan mana yang paling efektif untuk membantu petani mencapai pendapatan hidup yang berkelanjutan dan mewujudkan ekosistem kakao yang lebih beragam. Tujuannya, agar dapat menggunakan pembelajaran dalam program sebagai informasi dan cetak biru yang dapat ditingkatkan ke seluruh rantai pasokan untuk perubahan sistemik yang tahan lama,” jelasnya.

Program ACTIVE ini akan dilaksanakan melalui pengembangan kapasitas 9.000 petani kakao di Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, dan di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.

ACTIVE nantinya akan bekerja sama dengan para peneliti, pelaku pasar (sektor swasta), asosiasi, pemerintah daerah, pelaksana program agroforestri, dan pemangku kepentingan kunci lainnya, baik di tingkat lokal maupun di tingkat nasional untuk menghasilkan dampak yang berkelanjutan.

Lembaga pemerintah yang akan terlibat dalam implementasi ACTIVE antara lain, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Pertanian, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, Pemkab Luwu Utara, dan Pemkab Kolaka Utara.

Menurut Choo, ditargetkan untuk meningkatkan pendapatan petani hingga 15 persen selama empat tahun dan mengurangi jumlah petani yang hidup di bawah tolok ukur pendapatan hidup layak hingga 20 persen.

baca juga : Kebun Wow, Cara Cerdas Petani Kakao Tingkatkan Produksi dan Tanggap Perubahan Iklim

 

Program ACTIVE ini akan dilaksanakan melalui pengembangan kapasitas 9.000 petani kakao di Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, dan di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Sejumlah fokus inovasi yang akan dilakukan antara lain, memfasilitasi petani untuk dapat menerapkan sistem agroforestri yang terukur dan berbasis bukti untuk memperkuat keanekaragaman hayati dan meningkatkan produksi kakao

Selain itu, program ini juga memfasilitasi ekosistem pertanian kakao yang lebih beragam dengan merekomendasikan tanaman jangka pendek dan jangka panjang yang tepat, membantu petani memperoleh pengetahuan dan peralatan guna mendukung diversifikasi tanaman, serta bekerja sama dengan pemerintah daerah, sektor perdagangan, dan sektor swasta untuk menyediakan pasar yang menawarkan sumber pendapatan alternatif

Program juga mendukung terwujudnya inklusi keuangan dan memberikan kemudahan akses petani ke pembiayaan digital dan solusi asuransi tanaman untuk membantu membiayai peralihan menuju ekosistem pertanian kakao yang terdiversifikasi

Melalui program ini juga nantinya akan mempertemukan kelompok pemerintah, industri, dan kelompok tani kunci untuk membantu menciptakan pasar dan aturan yang diperlukan untuk menyukseskan ekosistem pertanian kakao yang terdiversifikasi, serta menerapkan pendekatan berbasis masyarakat untuk mendorong pertanian kakao yang berkelanjutan secara sosial dan lingkungan.

 

Memperkuat Kelembagaan Petani

Sistem agroforestri yang akan diperkuat melalui program ini adalah sistem pertanian menetap yang banyak melibatkan jenis tanaman pohon baik sengaja ditanam maupun tumbuh secara alami. Untuk pertanaman kakao beberapa jenis komoditas yang banyak dikembangkan adalah durian, rambutan, dan beragam jenis tanaman jangka panjang dan semusim.

“Sistem agroforestri ini bagus selama dilakukan dengan benar dan tidak hanya sekedar teori,” ungkap Prof. Dr. Sylvia Sjam, pakar kakao dari Universitas Hasanuddin.

baca juga : Cerita Kakao Organik Papua dari Kampung Berap

 

Kakao sebagai salah satu komoditas perkebunan utama Sulsel, di masa jaya di tahun 1990-an mampu menyejahterahkan masyarakat. Foto : Hariandi Hafid

 

Agroforestri sendiri memiliki dua dimensi, yaitu dimensi sosial ekonomi dan lingkungan. Secara ekonomi sistem ini dinilai dapat memenuhi kebutuhan jangka pendek masyarakat melalui agro dan jangka panjang melalui tanaman kayunya. Agroforestri dinilai mampu mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.

Menurutnya, diversifikasi tanaman di dalam kawasan kebun kakao akan memberi nilai tambah bagi petani tidak hanya semata menggantungkan hasil dari kakao namun juga pada jenis komoditas lain yang bernilai ekonomis tinggi.

“Selain itu, tanaman pendamping ini juga sebagai pohon naungan juga sangat penting untuk pertumbuhan kakao,” katanya.

Terkait program ACTIVE, Sylvia menyambut positif program ini namun ia menyarankan dilaksanakan secara berkelanjutan dan pendampingan yang intens serta memperbanyak kebun belajar.

Hal paling penting lainnya adalah membangun kelembagaan petani agar pengetahuan yang diperoleh bisa menjadi pengetahuan kolektif dan segala sesuatu bisa dikerjakan bersama.

“Kelembagaan itu penting karena itu tempat mereka untuk berdiskusi, termasuk bangun juga koperasinya sehingga ada yang menampung hasil kebun dan menyalurkannya ke pasar dan sekaligus tempat mereka bisa meminjam uang.”

Menurutnya, sedemikian banyak program yang dicanangkan pemerintah dan swasta mengalami kegagalan atau tak berkelanjutan karena tidak ditopang oleh kelembagaan yang kuat. Dalam hal ini perlu dihidupkan kembali kelembagaan berbasis komunitas dan gotong-royong.

“Kami coba kembangkan ini di Kabupaten Bantaeng melalui kelembagaan berbasis komunitas di mana mereka berkumpul secara rutin membahas pengetahuan-pengetahuan baru dalam bertani kakao dan secara gotong royong mengerjakan lahan dan ternyata berhasil. Masyarakat memiliki ikatan budaya yang kuat melalui kelembagaan lokal yang selama ini memang ditinggalkan.”

baca juga : Ketika Tren Kakao di Sulawesi Gerus Pertanian Tanaman Pangan

 

Serangan hama dan penyakit menurunkan produktivitas kakao hingga 70 persen. Berbagai upaya harus dilakukan termasuk melakukan peremajaan tanaman menggunakan bibit yang berkualitas. Foto : Hariandi Hafied

 

Terkait gotong royong, Sylvia menilai penting untuk dihidupkan kembali karena melihat kondisi di lapangan di mana banyak petani yang memiliki kebun yang luas tidak bisa dikelola sendiri.

“Mereka setengah mati jika dikerjakan sendiri, namun jika dikerjakan secara kelompok dan gotong royong maka akan terasa ringan, jadi ada sistem bergilir lahan mana yang akan dikerjakan. Ketika terdapat tanaman yang sudah tua maka harus pangkas atau bahkan diganti dengan tanaman baru, kalau ini dilakukan secara gotong royong maka tidak akan berat, selama ini petani tidak mau mengerjakan hal ini karena mereka juga punya kesibukan lain. Kalau kerja bersama maka akan sangat baik.”

Sylvia selanjutnya mengkritik pendekatan pemerintah atau pun perusahaan selama ini yang banyak memberikan bantuan pupuk ataupun dalam bentuk subsidi yang justru membuat petani tidak mandiri.

“Jadi jangan bantu pupuk, biarkan mereka berinovasi dengan sumber daya yang ada di sekitar.”

Sylvia selanjutnya menekankan pentingnya penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan di pertanaman kakao.

“Teknologi tepat guna dan ramah lingkungan kita gunakan untuk memperbaiki ekosistem yang ada, kemudian bagaimana agar serangga-serangga yang berperan sebagai polinator dan yang menekan musuh alami bekerja secara optimal, karena prinsipnya di alam dia ada tetapi tidak mampu bekerja secara optimal.”

 

Exit mobile version