Mongabay.co.id

Pencemaran Laut Terus Terjadi di NTB dan NTT, Pemerintah Diminta Bersikap Tegas

 

Wilayah Indonesia bagian timur yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Papua merupakan bagian penting dari Indonesia dengan karakter geografi yang bercorak kepulauan dan hutan tropis yang sangat penting.

Sayangnya bentang alam di lima wilayah ini tidak lepas dari ancaman kerusakan alam akibat ekspansi investasi skala besar yang dilegalkan oleh Pemerintah.

Hal tersebut terungkap dalam diskusi media secara daring yang digelar WALHI Region Banusramapa (Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Papua), Jumat (29/4/2022).

WALHI menyebutkan bentang alam di Bali, NTB, dan NTT, terancam oleh ekspansi proyek infrastruktur dan industri pariwisata. Bentang alam Maluku Utara terancam oleh ekspansi industri pertambangan nikel dan perkebunan kelapa sawit.

Sedangkan Papua terancam oleh ekspansi industri pertambangan, infrastruktur, dan perkebunan kelapa sawit.

Pada saat yang sama, wilayah perairan di lima wilayah ini juga terdampak pencemaran yang sangat parah akibat massifnya industri ekstraktif.

Dalam sepuluh tahun terakhir NTB dan NTT misalnya, tak lepas dari pencemaran laut akibat industri tambang mineral, migas dan PLTU. Pencemaran di Teluk Bima yang baru saja terjadi menunjukkan pencemaran terus terjadi tanpa adanya penegakan hukum.

baca : Teluk Bima Diduga Tercemar “Sea-Sout”

Jelly berwarna coklat yang menutupi perairan Teluk Bima, NTB. Hasil penelitian cepat dari tim IPB University, kelimpahan fitoplankton yang sangat tinggi dari kelas Bacillariophyceae (Diatom) menjadi penyebabnya. Jelly yang berwarna kecoklatan itu adalah fitoplankton yang mati dan mengapung. Foto : DKP NTB

Pemerintah Harus Sigap

Ketua Eksekutif Daerah WALHI NTB, Ambe Nuryadin menyinggung tentang pencemaran perairan Teluk Bima yang diduga berasal dumping limbah sehingga pemerintah harus sigap dan bertindak cepat.

Nuryadin menjelaskan, 27 April lalu pihaknya mencoba melakukan pendataan. lokasi pencemaran yang berada di pesisir timur dan barat Teluk Bima di sekitar wilayah kegiatan usaha Pertamina.

Ia katakan wilayah terdampak berada di seluruh wilayah teluk mencakup pesisir Kota Bima dan Kabupaten Bima.

WALHI menduga pencemaran tersebut timbul dari dumping limbah yang kemungkinan timbul dari limbah kegiatan usaha Pertamina. Atau kemungkinan lainnya bisa saja ada pipa pertamina yang bocor,” ujarnya.

Nuryadin menambahkan, Perda Provinsi NTB No.12/2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 48 ayat 2 dijelaskan bahwa Teluk Bima masuk sebagai salah satu kawasan pemanfaatan alur laut untuk pemasang kabel atau pipa bawah laut, tepatnya dimana kegiatan usaha Pertamina berada.

Lanjutnya, dampak yang ditimbulkan dari pencemaran ini, sudah ada ikan yang mati. Bahkan ikan dan udang di tambak nelayan yang terletak jauh dari pusat lokasi pencemaran.

Selain itu, sudah ada korban keracunan dari masyarakat yang mengkonsumsi ikan mati yang didapat dari daerah tercemar.

baca juga : IPB: Pencemaran Teluk Bima Akibat Fitoplankton

Zat yang seperti gel berwana coklat menutupi sebagian besar perairan Pantai Amahami, Teluk Bima. Tidak berbau menyengat dan tidak lengket seperti minyak. Foto : BPSPL Denpasar

Nelayan tidak berani melaut karena seluruh wilayah tangkapnya masuk ke dalam wilayah yang tercemar serta mereka juga khawatir terkena dampak langsung (keracunan) melalui udara.

Aktifitas ekonomi masyarakat lainnya terhenti karena wilayah tersebut yang merupakan kawasan pariwisata ditutup,” ungkapnya.

WALHI NTB meminta Pertamina harus segera melakukan klarifikasi apakah kasus ini merupakan akibat dari kegiatan usahanya, karena terdekat dengan wilayah yang tercemar.

Nuryadin tegaskan pemerintah harus sigap dan bertindak cepat baik untuk memastikan sumber dan sebab pencemaran, maupun melakukan pemulihan atas lingkungan dan ekonomi masyarakat terdampak.

Pemerintah harus segera mengumumkan secara luas kepada publik atas hasil uji sampel yang telah dilakukan DLHK agar tidak terus menerus menimbulkan keresahan yang berkepanjangan di masyarakat terutama nelayan,” harapnya.

Ancam Keanekaragaman Hayati

Direktur Eksekutif Daerah WALHI NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi  mengecam aktifitas pencemaran laut yang terjadi di Teluk Bima.

Umbu Wulang tegaskan pencemaran berdampak terhadap keanekeragaman hayati wilayah NTB. Sebutnya,NTB merupakan bagian dari struktur besar Wallacea yang terkenal dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi di kepulauan sunda kecil, termasuk Maluku dan Papua yang terancam serius dengan pencemaran ini.

Pencemaran berakibat terhadap hilangnya wilayah kelola rakyat dan abainya negara dalam melindungi wilayah kelola rakyat khsusunya nelayan.

Ketika ada makhluk hidup yang mati maka limbah tersebut tentu saja kategorinya berbahaya dan beracun,” tegasnya.

baca juga : Pemerintah Didesak Tuntaskan Kasus Pencemaran Batubara di Perairan Masalembu

 

Ikan-ikan berukuran kecil mati di Teluk Bima. Kematian ikan ini akibat kekurangan oksigen, bukan racun. Tampak ikan ini bercampur dengan sampah yang menutupi Teluk Bima. Foto : DKP NTB

 

WALHI NTT meminta agar pemerintah tidak coba-coba membatasi isu ini hanya seolah-olah isu NTB saja bukan isu nasional, bukan menjadi perhatian publik di Indonesia.

Kasus ini harus dilihat sebagai fakta yang mencerminkan buruknya pengelolaan sumberdaya alam khususnya di sektor kelautan.

Ia paparkan kasus pencemaran di Teluk Buyat di Provinsi Sulawesi Utara yang heboh tahun 2004 akibat pencemaran oleh PT. Newmont Minahasa Raya.

Pencemaran di Teluk Balikapapan 2018 akibat tumpahan minyak dan pencemaran di laut Timor tanggal 21 Agustus 2009 yang diakibatkan oleh kebocoran ladang minyak Montara.

Pencemaran di Laut Timor mengakibatkan ribuan nelayan di Pulau Rote kehilangan mata pencaharian akibat rumput lautnya mati, lautnya juga tercemar,” terangnya.

Umbu Wulang menyayangkan, walau dalam proses pengadilan sudah membuktikan perusahaan asing asal Australia bersalah, namun sampai hari ini tidak ada ganti rugi kepada masyarakat.

Umbu mengingatkan negara bahwa peristiwa pencemaran dan pengrusakan kawasan pesisir dan laut di NTT. Selain kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor, ada kasus pencemaran oleh PLTU Bolok di Kupang serta pencemaran oleh PLTU Ropa di Ende.

Ini sudah sangat menyusahkan dan berdampak negatif ribuan masyarakat khususnya para nelayan dan daya dukung alam,” tegasnya

baca juga : Sudah 10 Tahun, Limbah Minyak Hitam Cemari Laut Bintan

 

Tiga fotografer tengah mengambil gambar dampak pencemaran di Laut Timor akibat ledakan kilang di Blok Montara milik PTTEP Australasia. Foto: WWF Australia

 

Umbu menambahkan praktek pencemaran pesisir dan laut di NTT berpotensi makin menggila kedepannya, dengan masuk investasi pariwisata skala besar, industri monokultur tambang.

WALHI NTT meyakini dengan kondisi NTT yang belum punya kebijakan pengelolaan ramah lingkungan maka investasi investasi itu akan memperparah kondisi di NTT.

Soal sampah industri saja mungkin sudah jutaan ton mencemari perairan di NTT. Sampai sekarang NTT bahkan belum memiliki kebijakan pengurangan sampah secara masif.

Ia menegaskan, peristiwa-peristiwa ini membuktikan bahwa negara selalu abai terhadap urusan-urusan penghancuran lingkungan dan keselamatan rakyat.

Dirinya menyatakan,NTT sebagai tetangga dekat NTB mengingatkan pemerintah NTB mencegah pencemaran tersebut agar jangan sampai meluas ke NTT.

Ini masalah kami bersama, masalah kemanusiaan dan keanekaragaman hayati. Peristiwa ini kemungkikan besar pemerintah akan sekali lagi lepas tangan,” ucapnya.

 

Penyebab Pencemaran

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyayangkan pencemaran laut di Teluk Bima, NTB tersebut. Dikutip dari antaranews.com, pihaknya mendukung pemerintah daerah menyelidiki penyebab terjadinya pencemaran tersebut.

Trenggono menyebutkan kejadian tersebut sangat berdampak terhadap kesehatan laut. Berdasarkan data yang dikumpulkan UPT KKP di Denpasar, pencemaran terpantau di Pantai Lawata Kota Bima mulai 27 April 2022.

Kata dia, material penutup permukaan laut berwarna cokelat, berbentuk seperti gel, tidak berbau minyak dan tidak bercampur dengan air laut.

Ditemukan beberapa ekor ikan di sekitar area pencemaran dalam keadaan mabuk bahkan mati. Sampai air permukaan, air bawah permukaan dan bangkai ikan telah dikirim untuk uji laboratorium oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bima.

Tim kami terus melakukan pengumpulan data. Balai KKP di Jembrana juga sementara melakukan pencitraan kondisi sebelum dan sesudah kejadian,” ungkapnya.

 

Exit mobile version