Mongabay.co.id

Asa Perempuan Desa Du dengan Budi daya dan Anyaman Bambu

 

 

Sebanyak 20 perempuan ibu rumah tangga di Desa Du, Kecamatan Lela duduk berkumpul di bawah rindangnya pohon kelapa, di halaman depan rumah, Sabtu (7/5/2022).

Bersama koordinator Yayasan Bambu Lesatri (YBL) wilayah Kabupaten Sikka, NTT, mereka bersemangat membicarakan masa depan kelompok. Pasca pembibitan bambu dan menganyam wadah pengganti polybag berbahan bambu, asa program lanjutan dinanti.

Kelompok perempuan ini terbentuk baru setahun, Mei 2021. Bulan Juni langsung melakukan kegiatan pembibitan. Sebelumnya mereka diajari cara mencari bibit bambu berkualitas, proses pembibitan di polybag, pemantauan bibit, mengganti bibit yang mati hinggga bibit siap ditanam.

Pasca pelatihan, setiap anggota melakukan pembibitan masing-masing baik di halaman rumahnya maupun di kebun. Jumlah bibit pun disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota.

Koordinator Yayasan Bambu Lestari Kabupaten Sikka, Yuyun Darti Baetal saat ditemui di Desa Du, memaparkan, desa ini ditargetkan 154 ribu bibit.

Yuyun sebutkan, satu bibit bambu jenis Aur (Bambusa vulgaris), Bambu Peli atau bambu Ater (Gigantochloa atter) dan Bambu Petung (Dendrocalamus asper) dihargai Rp2.500.

Target untuk Kabupaten Sikka tahun 2021 sebenarnya 400 ribu bibit tapi realisasinya 320 ribu bibit. Dari jumlah tersebut, 80 persennya merupakan bambu jenis aur sedangkan sisanya bambu peri dan petung.

“Untuk tahun 2022 kami khusus melakukan pembibitan bambu petung sebanyak 120 ribu bibit. Fokus penanaman di Kecamatan Tanawawo khususnya di Desa Renggarasi karena berada di dataran tinggi,” ucapnya.

baca : Cerita Sukses Perjuangan Ratusan Mama Bambu di Flores 

Tanaman bambu di depan rumah yang dilakukan pembibitan oleh ibu-ibu rumah tangga di Desa Du, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Program Pembibitan Bambu

Mama Germana dan Katarina Bora dan ibu rumah tangga lainnya mengaku senang dilibatkan dalam program pembibitan bambu. Keduanya mengaku melakukan pembibitan awal masing-masing sebanyak 2 ribu anakan. Tahap kedua, kolaborasi keduanya mampu menghasilkan 9 ribu anakan.

Setiap anggota bebas melakukan pembibitan sesuai kemampuan. Ada yang memakai lahan di halaman rumah, kebun maupun menyewa lahan tetangga.

Rentang waktu 6 bulan bekerja, belasan hingga puluhan juta rupiah diperoleh setiap orangnya. Tak heran, raut wajah mereka berseri-seri dan tampak semangat saat diajak berbincang. Uang sebanyak itu, hampir tak pernah mereka peroleh sebelumnya.

“Uangnya kami belikan kebutuhan rumah tangga, perabotan rumah tangga dan membiayai pendidikan anak. Ada yang pergunakan untuk membangun rumah dan membeli sepeda motor,” ucap Katarina.

Germana berceritera, sebelum melakukan pembibitan, para ibu rumah tangga ini diberikan pelatihan terkait mencari bibit bambu, pembersihan lokasi, proses pembibitan, perawatan hingga tumbuh subur termasuk mengganti bibit yang mati.

“Setiap anggota diberikan telepon genggam gratis untuk melapor perkembangan bibitnya melalui aplikasi sesuai dengan jumlah yang ditanam. Kami libatkan suami dan anak untuk mencari bibit bambu di hutan,” ujarnya.

Anggota kelompok antusias apabila program pembibitan berjalan lagi. Selain telah mengantongi ilmu soal bambu dan proses pembibitannya, tentunya penghasilan yang diperoleh bisa menggerakan roda perekonomian keluarga.

baca juga : Ribuan Bibit Bambu ditanam di Bendungan Napun Gete, NTT. Untuk Apa?

Ibu-ibu rumah tangga kelompok pembibit dan penganyam di Desa Du, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Wadah Pengganti Polybag

Ditemui di Dusun Wolongkepi, Regina Roslince mengaku mendapat berkah dari order menganyam. Sebanyak 1.020 buah wadah pengganti polybag dipesan YBL. Bersama 3 laki-laki dan 2 perempuan, pesanan tersebut selesai hanya sebulan.

“Kami menganyam wadah untuk mengganti polybag dari plastik yang dipergunakan untuk menanam bambu. Satu anyaman harganya Rp5.000,” ucapnya.

Roslince mengaku terbiasa menganyam tetapi baru pertama kali menganyam wadah menyerupai polybag. Diajari Laurensius, dirinya bersama 2 perempuan lainnya pun cekatan menganyam. Menganyam tidak sulit, hanya bahannya yang sulit diperoleh.

Bambu Peli dan tali untuk mengikat anyamannya harus dicari di hutan. Yang carinya bapak-bapak karena jaraknya jauh dari kampung. Kalau bahan tersedia, sehari bisa buat 60 buah anyaman,” ujarnya.

Sesepuh di dusun ini, Thomas Parera terkenal piawai menganyam wadah berbahan bambu. Biasanya ia menganyam nyiru (tampah). Tahun 1990-an harganya masih Rp1.000 per buahnya.Kini dijual seharga Rp30.000.

Bersama sang isteri Elisabet Pale dirinya ikut menganyam wadah pengganti polybag. Pasangan suami isteri ini pun melakukan pembibitan bambu sebanyak 2 ribu pohon.

“Kalau bahannya tersedia, saya ikut menganyam. Kalau harus mencari bambu di hutan saya sudah tidak mampu soalnya tempatnya jauh dan mendaki. Anak sulung saya mewarisi keterampilan saya dan menghidupi keluarga dari hasil menganyam, ” ucapnya.

baca juga : Program Rumah Bambu, Solusi Pulau Banda Terhindar dari Bencana. Seperti Apa?

Thomas Parera (kiri), Regina Roslince (tengah) dan Elisabet Pala, pengrajin anyaman pengganti polybag berbahan bambu di Desa Du, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Yuyun sebutkan, jumlah pesanan wadah pengganti polybag terbatas. Wadah ini dipesan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.

Ia mengakui, Gubernur NTT tidak mau pembibitan menggunakan polybag karena bahan plastik tersebut akan menambah sampah. Gubernur sarankan gunakan anyaman bambu saja.

Beliau minta menggunakan bambu sebab lebih tanah lama serta tidak mencemari lingkungan. Wadah ini pun bisa dipergunakan beberapa kali dalam melakukan pembibitan,” ucapnya.

Yuyun mengakui, bila anggaran tersedia maka kelompok perempuan di Desa Du siap menganyamnya.

 

Lakukan Budidaya

Selain Desa Du, Desa Umauta di Kecamatan Bola dan Desa Manubura di Kecamatan Nele direkomendasikan untuk pembibitan bambu.

Ketiga desa terpilih ini diperoleh YBL berdasarkan rekomendasi dari Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) Kabupaten Sikka.

Kepala UPT KPH Kabupaten Sikka, Benediktus Herry Siswadi menyebutkan, ketiga desa ini memiliki potensi bambu. Selama ini bambu di Kabupaten Sikka hanya ditebang saja, tanpa ada penanaman kembali.

Herry sebutkan, bambu di Kabupaten Sikka diambil untuk dijadikan aneka perabotan rumah tangga seperti kursi dan meja serta dinding dan tiang rumah.

Menurutnya, budidaya tanaman bambu dilakukan untuk kepentingan penghijauan dan menambah ketersediaan tanaman bambu agar ke depannya bambu tidak sulit diperoleh.

Thomas pun mengakui, dulu bambu banyak ditanam di kebunnya. Kini kebun sudah dipenuhi tanaman kelapa dan kakao. Bambu pun ditebang sehingga hanya tersisa di hutan.

baca juga : Ulat Bambu, Sustainable Food dari Hutan Bambu Ngada 

Aktivis GMNI Cabang Sikka sedang melakukan penanaman bambu aur di sisi selatan area genangan Bendungan Napun Gete di Desa Ilinmedo, Kecamatan Waiblama, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Gubernur NTT saat berkunjung ke Desa Roa di Kecamatan Detusoko, Kabupaten Endenl, Senin (11/4/2022) mengapresiasi kelompok perempuan di desa ini yang terlibat dalam menanam bambu.

Viktor mengajak masyarakat giat menanam bambu sebab selain berdampak terhadap lingkungan bambu bernilai ekonomis. Ia sebutkan,bambu saat ini mulai hilang sehingga perlu dibudidaya kembali.

Pemerintah Provinsi NTT menggandeng YBL dalam melakukan pendampingan terhadap kelompok perempuan untuk menanam bambu.

Cina merupakan negara penghasil bambu terbesar di dunia. Bila kita fokus, bukan tidak mungkin kedepannya NTT menjadi salah satu penghasil bambu terbesar di dunia. Bambu adalah kehidupan, bambu adalah masa depan,” ucapnya.

Yuyun menjelaskan, program melibatkan perempuan karena alasan gender, pemberdayaan perempuan dan memprioritaskan peran perempuan. Selama ini program pemerintah sasaran utamanya laki-laki.

“Kami lebih memprioritaskan peran perempuan bukan hanya melakukan pembibitan dan penanaman saja tetapi ditingkatkan kapasitas mereka sehingga bisa menjadi pemimpin di desanya,” terangnya.

Yuyun mengakui, program pembibitan untuk Kabupaten Sikka tahap kedua sudah selesai dan dilanjutkan dengan penanaman. Biaya penanaman Rp1.000 per pohon dan bisa ditanam di kebun, halaman rumah, hutan atau sekitar bantaran kali.

Sebagai pendamping dirinya tidak ingin melepas kelompok perempuan ini begitu saja. Dia melihat perempuan di Desa Du piawai menganyam sehingga tahun 2022 akan ada project anyaman.

“Kami akan membantu mesin atau peralatan menganyam. Kami akan membuat pelatihan sehingga kelompok perempuan bisa membuat produk anyaman lain dari bambu supaya bisa menambah penghasilan keluarga,” pungkasnya.

 

Exit mobile version