Mongabay.co.id

Kasoami, Makanan Legendaris Buton Berbahan Singkong

 

 

Indonesia memiliki kekayaan sumber pangan yang seharusnya membuat kita tidak hanya mengandalkan beras.

Singkong merupakan tanaman sejuta manfaat yang dapat diolah menjadi berbagai macam penganan. Sebagaimana kasoami, makanan legendaris khas Buton, Sulawesi Tenggara.

Bagi masyarakat Buton yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia, mereka sering mengolah singkong menjadi kasoami sebagai makanan pokok pengganti nasi.

Suria Lanaamu, warga keturunan Buton yang sudah lama menetap di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah bercerita, walaupun mereka tidak lagi menetap di Buton dan sekitar seperti Wakatobi, namun ia dan keluarga sering membuat singkong sebagai olahan kasoami.

“Kasoami ini makanan orang tua kami ketika melaut, karena tahan lama. Membuat kasoami, seperti mengobati kerinduan pada kampung halaman,” kata Lanaamu, Minggu [26/06/2022].

Baca: Sagu, Sumber Pangan Nasional yang Belum Dimaksimalkan

 

Singkong dijemur terlebih dahulu untuk berikutnya diolah menjadi kasoami, di Desa Darawa, Kaledupa, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Dalam tulisan berjudul “Studi Pengembangan dan Pemasaran Kasoami di Kelurahan Wanci Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi” di Media Agribisnis [Mei 2020], dijelaskan bahwa kasoami merupakan makanan tradisional yang populer di masyarakat Sulawesi Tenggara. Khususnya, wilayah Kesultanan Buton masa lampau yakni Kabupaten Wakatobi, Kota Baubau, Kabupaten Muna, Kabupaten Bombana, serta masyarakat Buton yang tersebar di kepulauan Nusantara saat ini.

Dijelaskan bahwa, kasoami diolah menggunakan tepung ubi kayu, tepung gaplek, atau ubi kayu yang telah difermentasi. Kasoami dikonsumsi dengan ikan atau daging.

Untuk masyarakat Sulawesi Tenggara dan masyarakat asal Sulawesi Tenggara di kepulauan Nusantara saat ini, kasoami dikonsumsi dengan ikan sehingga kurangnya kandungan protein dan lemak kasoami dapat diatasi.

“Banyak orang asing datang ke Kabupaten Wakatobi. Bagi masyarakat lokal, orang asing tersebut disajikan kasoami, khususnya kasoami pepe yang ternyata para turis sangat menikmatinya. Artinya, makanan tradisonal kasoami memiliki prospek cerah untuk dipasarkan,” ungkap tulisan itu.

Baca: Menu Puasa Sehat dengan Tinutuan, Makanan Legendaris Manado

 

Pohon singkong yang baru ditanam. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dari segi bentuk dan warna, kasoami terdiri tiga jenis. Ada yang seperti kerucut atau tumpeng yang warnanya putih kekuning-kuningan. Ada juga yang berwarna hitam disebut huguhugu. Atau, yang bentuknya lonjong dan padat, disebut kasoami pepe.

Pengolahan singkong menjadi hugu-hugu diawali dengan memilih singkong yang baik, merendamnya dengan air laut tiga hari, kemudian menjemurnya beberapa hari sampai kering dan berwarna kehitam-hitaman.

Kasoami yang berwarna putih kekuning-kuningan, diolah dari singkong segar dan langsung dijadikan kasoami. Untuk kasoami pepe, proses pembuatannya dengan cara dipukul, kemudian diberi minyak goreng.

Rasa masing-masing kasoami tentu saja berbeda.

Baca juga: Inilah Momala, Jagung Lokal Berwarna Ungu dari Gorontalo

 

Kasoami yang dibuat dari singkong. Foto: Dok. Pemkab Buton

 

Sejarah singkong

Hari Suroto, Peneliti Pusat Arkeologi Lingkungan BRIN, mengatakan berdasarkan sejarahnya, tanaman singkong pertama kali diperkenalkan ke Kongo, Afrika, oleh Portugis pada 1558. Portugis mengenalkan singkong ke Maluku abad ke-16, bibitnya dibawa dari Brasil. Selain Portugis, singkong juga diperkenalkan ke seluruh dunia oleh Spanyol.

Di Indonesia, singkong sangat populer dan memiliki banyak nama pada masing-masing daerah. Namun, secara umum singkong dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan nama ubi kayu atau ketela pohon. Dalam Bahasa Sunda disebut sampeu, sementara dalam Bahasa Jawa dinamakan pohung atau telo kaspe. Telo kaspe sendiri merupakan perpaduan dua kata dari Bahasa Spanyol dan Portugis.

“Telo Bahasa Jawa atau ketela Bahasa Melayu. Kata ketela berasal dari Bahasa Spanyol, yaitu “castilla” yang dibaca kastilya. Castilla merupakan nama sebuah wilayah di Spanyol dan orang Castilla turut serta dalam pelayaran ke kepulauan Maluku, sekaligus mengenalkan singkong,” ungkap Hari Suroto kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [25/06/2022].

 

Huguhugu, makanan yang dibuat dari singkong juga. Foto: Dok. Pemkab Buton

 

Singkong dalam Bahasa Sangihe disebut bungkahe, sementara masyarakat Gorontalo dan Tolitoli menyebutnya kasubi. Orang Buton menyebut singkong dengan kaopi. Orang Maluku dan Papua menyebut singkong dengan nama kasbi. Kaspe, kasubi, kasbi, bungkahe, dan kaopi berasal dari kata cassava yang berasal dari Bahasa Portugis. Cassava juga diadopsi dalam Bahasa Inggris menjadi cassava.

“Singkong merupakan tanaman umbi-umbian dari keluarga Euphorbiaceae, tanaman asli daerah tropis Amerika Latin. Singkong dibudidayakan yang akar umbinya diambil untuk dijadikan tepung,” papar Hari.

 

Exit mobile version