Mongabay.co.id

Cara Menangani Sengatan Hewan Laut Berbisa

 

Kasus sengatan satwa laut berbisa dinilai kurang terlaporkan padahal kasusnya cukup tinggi. Kasus terbanyak adalah sengatan ubur-ubur dan yang mematikan di antaranya sengatan gurita biru. Dokter spesialis emergency juga memberikan cara penanganan awal dan gejala keracunan.

Kementerian Kesehatan berencana meningkatkan kesadaran penanganan pertama yang benar tahun ini pada petugas kesehatan dan para pihak di kawasan obyek wisata pesisir.

Hal ini dipaparkan dalam workshop virtual pada 5 Juli 2022 tentang penanganan sengatan hewan laut berbisa seperti ubur-ubur, bintang laut, dan bulu babi.

Siti Ganefa Pakki, Ketua Tim Kerja Zoonosis, yang meliputi penyakit akibat hewan berbisa dan tanaman beracun Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan mengatakan kasus sengatan satwa laut banyak namun tak banyak ditangani dengan baik.

Beberapa jenis hewan laut berbisa di antaranya bintang laut, gurita, lion fish, scorpion fish, puffer fish, ikan pari, dan lainnya. Kasus terbanyak di antaranya sengatan ubur-ubur biru, kasusnya tinggi namun racun yang dihasilkan tak banyak diketahui. Kejadian terbanyak pantai selatan Jawa dan Bali bagian timur dan di berbagai tempat wisata pesisir. Pada 2019, Juli dilaporkan ada 773 pasien, sedangkan 2020 sebanyak 514 pasien. Sebagian harus dirawat inap di fasilitas kesehatan.

Sedangkan kasus sengatan ubur-ubur dengan jenis tidak diketahui di bawah 50 kasus, karena kurangnya pelaporan dari warga atau petugas di lokasi sengatan. Sedangkan kasus sengatan stone fish pernah dilaporkan di Bali dan Raja Ampat di pantai dan dapur restoran.

“Tingginya kasus ini menandakan kurangnya pengetahuan warga akan hewan berbisa itu, sebelum dikonsumsi,” katanya. Misal keracunan akibat ikan buntal di Maumere dan kasus ikan lainnya yang belum dilaporkan. Namun tantangan pada petugas medis juga ada, yakni sangat sulit mendiagnosis kejadian, sehingga sebagian besar tak bisa melakukan tata laksana penanganan sesuai standar.

Pihaknya juga berencana menyusun pedoman pencegahan penyakit akibat hewan berbisa dan tanaman beracun. Meningkatkan kapasitas petugas dan orientasi tata laksana, serta sosialisasi penanganan awal (first aid) untuk tenaga kesehatan dan nonkesehatan.

Tri Maharani, dokter spesialis emergency dan President Toksinologi Society of Indonesia menyebut kasus ubur-ubur biru beracun (Chironex fleckeri) di Indonesia sangat banyak, salah satu alasannya Indonesia adalah negara kelautan. Pada 2019-2020, kasus sengatan ubur-ubur biru tertinggi yang terjadi di sepanjang pesisir pantai selatan Jawa dan timur Bali mulai Juni dan Agustus terutama daerah wisata Parangtritis dan Gunung Kidul.

Ia mengingatkan cara penanganan awal yang tepat dan menunjukkan gelajanya. Di antaranya penanganan sengatan ubur-ubur, gurita, stone fish, sponges/bunga karang, ikan pari, ikan buntal, dan kerang cone.

baca : Lion Fish, Si Cantik yang Berbisa dan Lezat

 

Box jellyfish, jenis ubur-ubur yang paling berbisa. Foto : nuttanuwtnuy / freepick

 

Box Jellyfish

Dari berbagai jenis ubur-ubur, jenis mematikan golongan box jellyfish. Penanganan salah selama ini dalam menangani satwa laut beracun adalah menggunakan air panas, odol, flouride, bahkan air kencing. “Banyak yang meyakini air kencing membuat sengatan lebih ringan, tapi ini tak direkomendasikan WHO,” jelas Tri. Tindakan yang tepat adalah memberikan air hangat suam kuku dengan suhu 42-45 derajat celcius lalu berikan cuka yang sudah diencerkan. Misalnya 25%, diencerkan sampai 5% saja, diberikan selama 20-25 menit.

 

Blue bottle jellyfish (Portugese man of war)

Kasusnya sangat banyak, dari pesisir Jawa, Bali sampai Kalimantan. Warna ubur-ubur ini sangat menarik, biru, banyak masyarakat tidak tahu dikira plastik. Sangat berbahaya jika dipegang. Gejalanya gatal, nyeri, terlebih jika hipersensitif bisa alergi.

Pada 2018 di Ancol peristiwa ada blooming ubur-ubur yang tidak menimbulkan gangguan kesehatan tapi nyeri bagi yang hipersensitif. Setelah dicek, jenisnya ubur-ubur totol ancol bukan ubur-ubur biru yang membahayakan. Jenis Cubazo atau Box jellyfish sangat mematikan di Indonesia namun pelaporan sangat minim, yang tercatat sudah fatal atau meninggal.

Namun ada juga ubur-ubur yang tidak membuat masalah kesehatan misal di Papua dan Derawan yang jadi tempat wisata karena lucu.

Ubur penyengat pada bagian tentakel mengandung nematosit untuk menyengat. Saat disengat, bagian kulit diinjeksi seperti disuntik, penetrasinya pada kulit epidermis, dermis, dan kapiler. Proses kerusakan dalam waktu detik sampai 5 menit saat racun masuk, menimbulkan porin. Terjadi kerusakan sel darah putih, sehingga ada pelepasan sitokin yakni bahan kimia mengaktifasi sel.

Dalam beberapa jam menimbulkan masalah fatal. Misal ubur-ubur kotak ada sindrom kerusakan kulit dan sel-sel jantung. Terjadi lubang di sel darah merah, menimbulkan pembengkakan sebagai indikasi keluarnya kalium dari plasma. Muncul peningkatan elektrifikasi yang membuat gagal jantung.

baca juga : Jellyfish, Si Penyengat Dari Lautan

 

Blue bottle jellyfish, jenis ubur-ubur yang berbisa. Foto : Morgan Talbot / Australian Museum

 

Harus diberi penanganan awal dengan memberikan cuka dan air suam kuku. Tri menyebut di Amerika sudah ada semprotan dan krim yang bisa mengurangi efek sengatan. “Tidak boleh diberikan air asin, dingin, atau kompres panas,” ingatnya.

Pencegahannya seperti baju renang tertutup, dan ada informasi peringatan di lokasi yang sering ada kasus sengatan. Termasuk menyiapkan cairan cuka. Riset terbarunya bersama Widiastuti adalah tentang laporan pertama kasus sengatan ubur-ubur biru.

 

Stone fish

Kasusnya banyak dari restoran di Bali karena tertusuk duri beracun. Rasa daging ikan ini enak, namun sisi punggungnya ada duri beracun. Racunnya menginjeksi ke lapisan kulit, mengakibatkan nyeri, bengkak, volume racun sekitar 9,8 gram di setiap duri. Jika nekrosis makin parah, berujung bisa merusak otot, saraf, dan jantung. Penanganan awal dengan memberikan air suam kuku juga seperti pada ubur-ubur kemudian dirujuk ke fasilitas kesehatan (faskes).

menarik dibaca : Desa Jemeluk, Surga di Timur Bali

 

Seekor ikan stone fish yang menyaru lingkungannya dengan apik di perairan Tulamben, Karangasem, Bali. Foto : Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Bintang laut dan landak laut

Sengatan bintang laut dan landak laut memberi efek nyeri, kemerahan, bengkak dan ada bagian duri yang tertinggal. Gejalanya mual, muntah, nyeri. Pertolongan awal membasuh dengan air hangat suam kuku, lalu mengambil durinya dengan tindakan bedah terutama dekat area sendi. Selanjutnya dibawa ke fasilitas kesehatan.

 

Sponges

Kasusnya juga dinilai sangat banyak, biasanya jika terpegang mengakibatkan rasa gatal, rasa terbakar, dan bengkak. Penanganan awal dngan dekontaminasi, membasuh dengan air, mengambil duri dengan plester adhesive/kuat, lalu memberi cairan cuka beberapa menit. Jika ada keluhan lain, dibawa ke faskes.

baca juga : Spons, Biota Laut yang Bermanfaat bagi Manusia

 

Terumbu karang berbentuk sponge di bawah laut perairan Pulau Tabuhan. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Timun laut (sea cucumbers)

Saat memegang menimbulkan kontak dermaiti. Bersihkan dengan cairan atau cairan infus. Jika terkena mata bisa menakibatkan inflamasi atau pembengkakan, pasien dirujuk ke faskes.

 

Ikan pari

Ikan pari (stingray) pada ujung ekornya ada jarum mengandung racun, gejalanya laserasi dan nyeri, bisa membuat kematian jaringan otot. Penanganan awal dengan memberi air hangat dan segera ke faskes. Jika tertusuk di dada dan perut bisa menimbulkan kematian.

 

Gurita biru

Gurita biru (blue ring octopus) kasusnya di Indonesia juga cukup banyak. Pencegahannya dengan tidak memegang, memasang tanda peringatan di lokasi yang sering ada peristiwa, hati-hati dengan kaleng atau botol lokasi gurita, dan penanganan yang baik.

Berbeda dengan ubur-ubur, racunnya pada air liur seperti ular. Gejalanya bisa dalam 10-15 menit, susah menelan, nyeri, sesak sesak nafas sampai gagal jantung. Penanganan awal dengan penekanan pada otot dengan elastis bandage dan membawa ke faskes.

baca juga : Inilah 10 Satwa Paling Berbisa di Dunia

 

Blue ringed octopus atau gurita cincin biru yang berbisa. Foto : wikimedia commons

 

Kerang berbentuk cone

Cone snails (kerang bentuk cone) habitatnya sangat luas di perairan dangkal dan air dalam berlumpur atau berpasir, reruntuhan terumbu karang dan daerah dengan rumput laut tandus. Kasusnya tidak terlaporkan. Satwa ini hidup nokturnal, berburu pada malam hari sedangkan siang hari di bawah pasir. Gejalanya nyeri lokal, rasa baal pada mulut, kelumpuhan 15-30 menit, kelumpuhan otot pernafasan 20-40 menit sampai kematian. Penanganan awal dengan memberi pressure bandage imobolisasition (PBI) untuk mengurangi kontraksi. “Petugas tak hanya perlu bawa obat tapi PBI, cuka, air hangat,” ingatnya dalam penanganan satwa berbisa.

 

Ikan berkadar histamin tinggi

Racun akibat makan ikan disebabkan karena makan ikan dengan kadar histamin tinggi seperti tuna, mackarel, escolar. Tidak beracun saat ditangkap tapi kandungan histamin meningkat seiring peningkatan jumlah bakteri yang mengubah histidin menjadi histamamine.

Gejalanya adalah kemerahan karena alergi, ruam, denyut jantung meningkat, mual, muntah, sampai diare. Penanganan awal dengan merujuk ke faskes karena bisa dikurangi dengan obat.

Ada juga paparan Ciguatoxin, terjadi karena konsumsi ikan karang seperti kakap merah, barakuda, dan parrot fish. Ciguatoxin ada di bagian hati dan gonads, karena itu bagian ini perlu dihindari. Gejala terjadi pada 3-12 jam setelah makan seperti mual, muntah, diare. Dampaknya pada saluran percernaan setelah makan, sistem syarat rasa baal, sensasi kedinginan atau kepanasan, penurunan denyut jantung, dan nyeri yang menyebar tidak jelas. Pengobatan di faskes.

baca juga : Crop Circle Dasar Laut. Siapa Pembuatnya?

 

Ikan buntal atau Puffer fish, salah satu jenis ikan yang bisa ditemui di perairan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Ikan buntal (puffer fish)

Mengandung tetrodoxin, dan juga di porcupine fish, boxfish, sunfish, triggerfish. Orang Jepang bisa mengolah dengan membuang bagian yang mengandung toksin itu yakni gonads, hati, usus dan saluran cerna, kulit, dan ovarium. Ada banyak kasus keracunan yang tidak dilaporkan.

Racun itu diproduksi oleh mikroorganisme, bisa mengganggu sistem pencernaan sampai mengakibatkan gagal nafas. Penanganan awal dengan menyelamatkan jalan nafas dan ke faskes.

Sebagai penutup, dr. Tri Maharani mengingatkan pertolongan pertama dalam kondisi kritis sangat penting. Misal untuk menghindari gagal jantung akibat keracunan, caranya dengan cek response jalur nafas, berteriak minta tolong. Sambil menunggu, bisa meletakkan tangan di titik jantung dan membuat pijatan. Setelah itu penanganan dilakukan oleh tim medis. Posisi pemulihan dengan memiringkan tubuh ke kanan.

 

 

Exit mobile version