Mongabay.co.id

Indonesia Kejar Target Bebas Sampah Plastik 2025

 

Sisa waktu selama empat tahun ke depan akan dioptimalkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengejar target pengurangan sampah plastik di laut hingga 70 persen. Itu berarti, sebelum 2025 datang, komitmen untuk pengurangan akan semakin fokus dilaksanakan.

Selama tiga tahun berjalan yang dimulai pada 2018 hingga 2021, aksi pengurangan sampah plastik di laut sudah mencapai hasil yang menggembirakan. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyebut kalau selama kurun waktu tersebut sudah berkurang sebanyak 28,5 persen.

Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah Deputi Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Rofi Alhanif menjabarkan data tersebut pekan lalu di Jakarta saat memberikan materi dalam sebuah diskusi virtual.

Menurut dia, meski persentase yang dicapai selama kinerja tiga tahun masih jauh dari angka target pada 2025, namun banyak pihak sudah memberikan apresiasi kepada Indonesia. Pasalnya, untuk bisa mencapai persentase pun, banyak kalangan menilai itu bukan sesuatu yang mudah.

“Ini akan menjadi tantangan untuk kita semua, bagaimana mengejar percepatan di tahun 2025,” ungkap dia.

baca :  Mencari Cara Terbaik untuk Menghentikan Sampah di Laut

 

Bersama komunitas pemuda peduli lingkungan, Ecoton melakukan brand audit timbulan sampah yang terjadi di Pantura Lamongan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Agar pengurangan sampah di laut yang berasal dari daratan bisa berjalan baik, Pemerintah dan para pihak terkait perlu untuk memperhatikan bagaimana cara pengelolaan yang sampah yang efisien dari sejak hulu sampai ke hilir.

Dengan memperhatikan hal tersebut, Rofi Alhanif meyakini kalau upaya untuk mengurangi timbulan sampah bisa dilakukan lebih baik dari hulu ke hilir. Termasuk, dengan menggunakan cara menangani sampah sedekat mungkin dengan sumbernya, dan memberlakukan prinsip 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle.

Rinciannya, reduce adalah mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan atau memunculkan sampah, reuse adalah menggunakan kembali sampah yang masih bisa digunakan atau bisa berfungsi lainnya, dan recycle adalah mengolah kembali sampah atau daur ulang menjadi suatu produk atau barang yang dapat bermanfaat.

Selain itu, upaya untuk mengurangi sampah di laut juga bisa dilakukan dengan menerapkan konsep ekonomi sirkular, dan melakukan pencegahan sampah agar tidak berakhir begitu saja di tempat pembuangan akhir (TPA).

Konsep ekonomi sirkular sendiri adalah sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional, di mana pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan.

Rofi Alhanif menyebutkan, penggunaan prinsip ekonomi sirkular menjadi bagian dari program Pemerintah yang saat ini sedang dijalankan melalui prinsip 5R, yang sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.

Adapun, prinsip 5R sendiri adalah pengurangan pemakaian material mentah dari alam (reduce), optimasi penggunaan material yang dapat digunakan kembali (reuse), penggunaan material hasil dari proses daur ulang (recycle) maupun dari proses perolehan kembali (recovery), atau dengan melakukan perbaikan (repair).

Sementara, peta jalan Making Indonesia 4.0 diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian untuk mendukung percepatan revitalisasi sektor manufaktur memasuki era industri 4.0. Salah satu program prioritasnya adalah mengakomodasi standar-standar keberlanjutan.

baca juga : Cara Indonesia Kurangi Sampah Plastik hingga 70 Persen

 

Sampah di sepanjang pantai Muncar, Banyuwangi, Jatim, pada akhir Juni 2019. Selain di pesisir, sampah juga ada di perairan laut Muncar yang mempengaruhi nelayan mendapatkan ikan. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Demi mengejar target pengurangan sampah plastik di laut hingga 70 persen pada 2025, Pemerintah akan fokus pada monitoring sampah plastik dengan menggunakan pesawat tanpa awak seperti drone yang berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Menurut Rofi Alhanif, tugas untuk melaksanakan monitoring akan dilakukan melalui jejaring universitas (university network) yang salah satunya ada di Jerman. Universitas di negara tersebut diketahui ada yang sudah punya algoritma dengan menggunakan drone.

Drone itu akan memonitor sungai atau pesisir. Dari situ drone ini bisa melihat akumulasi seberapa banyak plastik di laut,” jelas dia.

Melalui teknologi tersebut, diharapkan Indonesia dapat mengadaptasi dan bekerja sama dengan universitas-universitas bidang kelautan di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengejar target pengurangan plastik laut sebesar 70 persen pada 2025.

Selain mengadopsi teknologi untuk kebutuhan monitoring, penanganan sampah plastik di laut juga sudah dibuat dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Untuk melaksanakan RAN, Pemerintah Indonesia sudah membuat strategi penanganan sampah di laut. Di antaranya adalah, melalui gerakan nasional peningkatan kesadaran para pemangku kepentingan, pengelolaan sampah yang bersumber dari darat, serta penanggulangan sampah di pesisir dan laut.

“Selain itu, Pemerintah juga akan membuat mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, pengawasan, dan penegakan hukum, serta melakukan penelitian dan pengembangan,” tutur dia.

Pemerintah juga telah membentuk tim nasional penanganan sampah yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan ketua harian oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

baca juga : Mata Pencaharian Nelayan Terancam Akibat Sampah Plastik di Lautan

 

Seorang penyelam memperlihatkan sampah yang diambil disela-sela terumbu karang di bawah laut perairan Pulau Tabuhan, Banyuwangi, Jatim. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Lintas Sektor

Beberapa waktu lalu, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti juga menyebut kalau persoalan pencemaran plastik di laut saat ini sudah menjadi permasalahan lintas batas.

Persoalan tersebut harus mendapat penanganan secara komprehensif oleh berbagai pihak, bahkan lintas sektoral. Dalam melaksanakan penanganan, yang juga harus diperhatikan adalah bagaimana melakukannya dengan pendekatan terpadu.

Cara tersebut harus dilakukan, karena masalah sebenarnya dimulai bukan di laut, tetapi lebih jauh ke hulu. Contohnya, adalah bagaimana industri memproduksi dan mendistribusikan produk plastik, bagaimana pengecer menggunakan plastik pada pembungkus kemasannya, dan bagaimana konsumen menangani sampah plastik yang dihasilkannya.

“Ini adalah cerita panjang dari plastik. Itulah mengapa kita perlu mengatasi masalah ini melalui pendekatan terpadu,” ungkap dia di Jakarta.

Nani Hendiarti memaparkan, pengelolaan sampah plastik yang tidak tepat di wilayah darat akan menyebabkan dampak berupa pencemaran limbah plastik di laut. Kondisi itu akan sangat mengancam kehidupan spesies laut, pariwisata, industri perikanan, dan membahayakan kesehatan masyarakat.

Tanpa ragu, dia menyebut kalau dari berbagai penelitian ilmiah yang sudah dilakukan hingga saat ini, lebih dari 80 persen sampah yang ada di laut itu adalah berasal dari daratan. Atau, setidaknya karena sampah tersebut bocor dari daratan.

Selain Kemenko Marves yang menjadi pemimpin untuk penanganan sampah plastik di laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga terus berupaya untuk melakukan pengembangan mitigasi sampah di laut.

baca juga : Sampah di Laut Dampak Kegagalan Penanganan di Darat

 

Kondisi dasar sungai Brantas yang penuh sampah plastik di Sengguruh, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Kepala Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) KKP I Nyoman Radiarta mengatakan kalau timbulan sampah yang ada di Indonesia bisa mencapai jumlah 25,6 juta ton setiap tahun.

Angka tersebut berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) per 16 Juni 2022 dari 207 kabupaten dan kota pada tahun 2021. Dari sistem tersebut diketahui kalau komposisi sampah tertinggi, sebesar 29,5 persen berasal dari sisa makanan dan kedua adalah plastik dengan 15,4 persen.

“Kita tahu bahwa sebanyak 80 persen sampah laut berasal dari kegiatan di daratan yang bocor melalui sungai dan mencemari laut,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.

Dia memastikan, komitmen Indonesia untuk mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut terus dikuatkan sampai target 70 persen pengurangan bisa tercapai pada 2025 mendatang. Bahkan, jika bisa pada 2040 kebocoran sampah plastik ke laut sudah mendekati nol.

Upaya tersebut sesuai dengan RAN Sampah Laut 2018-2025 yang sudah berjalan saat ini. Selain itu, melalui keterlibatan Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL), KKP ikut berperan dalam kelompok kerja (Pokja) tentang Penanganan Sampah Laut dan Pesisir.

Dalam Pokja TKN PSL, KKP bertugas untuk mengelola sampah di pesisir dan laut, seperti pengelolaan sampah plastik yang berasal dari kegiatan transportasi laut, wisata bahari, kegiatan kelautan dan perikanan, serta luar pulau dan pulau-pulau kecil.

baca juga : Menteri Kelautan Bersihkan Sampah di Pantai Nongsa Batam. Ada Apa?

 

Sampah yang dibuang warga di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara relatif beragam, diantaranya seperti sampah plastik, styrofoam, sampah rumah tangga hingga kasur tidur yang sudah rusak. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Adapun, upaya yang sudah dilakukan KKP adalah dengan memulai dari gerakan peningkatan kesadaran masyarakat, pengelolaan limbah darat dari sektor kelautan dan perikanan (KP), pengelolaan sampah yang berasal dari pesisir dan laut, penguatan kelembagaan, pengawasan, penegakan hukum, dan inovasi pengelolaan sampah.

I Nyoman Radiarta juga mengklaim, KKP berhasil mendorong ratusan nelayan untuk mengganti alat penangkapan ikan (API) yang ramah lingkungan, penyediaan 26 fasilitas pengolahan limbah di pelabuhan perikanan dan desa perikanan, 6 penelitian tentang Sampah Plastik Laut, dan 5 Pelabuhan yang bersertifikat ISO 14001.

Khusus untuk kampanye dan edukasi memerangi sampah plastik, Pemerintah melibatkan generasi muda melalui peningkatan kesadaran terhadap bahaya sampah plastik di laut. Mereka didorong untuk menumbuhkan rasa memiliki dan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan laut di Indonesia.

“Mari kita laksanakan pembangunan kelautan dan perikanan dengan menerapkan prinsip ekonomi biru, agar laut tetap sehat dan masyarakat semakin sejahtera,” ungkap dia.

Kebocoran dan dampak pencemaran sampah ke laut tersebut, diakuinya sudah menjadi isu skala lokal, nasional hingga global. Sampah laut atau marine debris, sangat berdampak buruk bagi lingkungan dan biota laut.

Dia mengatakan, pihaknya menemukan sejumlah kasus yang memprihatinkan karena berkaitan dengan sampah plastik. Misalnya, seekor paus yang terdampar di Wakatobi, Sulawesi Tenggara diketahui kalau saluran pencernaannya penuh dengan sampah laut seberat 5,9 kilogram.

Sampah di dalam perut ikan tersebut terdiri atas sampah gelas plastik 750 gram (115 buah), plastik keras 140 gram (19 buah), botol plastik 150 gram (4 buah), kantong plastik 260 gram (25 buah), serpihan kayu 740 gram (6 potong), sandal jepit 270 gram (2 buah), karung nilon 200 gram (1 potong), dan tali rafia 3.260 gram (lebih dari 1000 potong).

“Oleh karena itu, diperlukan beberapa tindakan untuk menangani sampah laut, terutama untuk mengurangi polusi plastik di lautan,” lanjutnya.

perlu dibaca : Ditemukan 5,9 Kg Sampah Dalam Perut Paus Sperma di Wakatobi. Kok Bisa?

 

Berbagai jenis sampah plastik yang ditemukan dalam perut paus sperma yang terdampar mati di Wakatobi, Minggu (18/11/2018). Foto: Alfi/AKKP Wakatobi/Mongabay Indonesia

 

Agar persoalan sampah plastik bisa dipecahkan, KKP juga sudah membuat strategi yang saat ini sudah dijalankan. Di antaranya, bagaimana mengelola sampah plastik yang berasal dari aktivitas transportasi laut.

Kedua, mengelola sampah plastik yang diproduksi dari pariwisata bahari. Ketiga, mengelola sampah plastik yang berasal dari aktivitas kelautan dan perikanan. Terakhir, mengelola sampah plastik yang diproduksi oleh pulau-pulau kecil dan terluar.

Oleh karena itu, KKP juga melaksanakan beragam program kegiatan, seperti 37 Gerakan Bersih Pantai dan Laut, 14 Sekolah Pantai Indonesia dan 5 Jambore Pesisir. Kemudian, ada juga Program Desa Pesisir Bersih yang bertujuan untuk membangun desa pesisir yang bersih dan mandiri dalam pengelolaan sampah.

“Upaya itu dilakukan melalui peningkatan kapasitas dan kesadaran masyarakat, serta pendampingan dan penyediaan fasilitas pengelolaan sampah,” pungkas dia.

 

 

Exit mobile version